10 | Perampokan

381 57 6
                                    

Happy reading

***

Vanka membuka mata perlahan saat mendengar suara keributan dari lantai bawah, ia pun melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 12 malam. Karena rasa penasaran Vanka berusaha turun dari tempat tidur, lalu menggerakkan kursi rodanya menuju pintu.

"Maling, ma ...."

Mendengar suara tersebut jantung gadis itu langsung berdetak kencang, tangan menjadi keringat dingin, dan rasa takut kini menyelimuti dirinya.

"Maling? Astaga, ini gimana," ucap Vanka panik.

Saat ini orang tuanya sedang pergi ke luar kota. Di rumah hanya terdapat 2 pembantu, dan sopir pribadi. Vanka mengambil ponsel yang berada di nakas dengan tangan bergetar, mencari nomor Qiana lalu mencoba menghubungi.

"Angkat, gue takut," ucap Vanka.

Tap-tap-tap!

Suara langkah kaki seseorang terasa semakin mendekat, Vanka kini memejamkan mata berdoa agar tidak terjadi apa pun. Bahkan, air mata gadis itu sudah jatuh membasahi pipi.

Vanka kembali mencoba menghubungi Qiana, tapi tetap saja tidak diangkat. Sampai beberapa menit kemudian teleponnya pun diangkat, dengan cepat Vanka langsung menjawab.

"Ana, tolong gue."

'Lo kenapa, Van? Lo baik-baik aja, kan?' Suara Qiana terdengar begitu khawatir, membuat Vanka semakin panik.

"Ada maling, Na. Gue takut, bantu gue."

'Maling? Iya, ini gue langsung ke rumah lo. Sekarang dengerin gue, kunci pintu kamar lo setelah itu lo jangan bersuara.'

"Iya."

🌱🌱🌱


Qiana mengotak-atik ponselnya mencari nomor Kevlar, ia akan meminta bantuan kepada pria itu. Karena tidak mungkin ia melakukannya sendiri, ia juga tidak berani.

'Ada apa?'

Sahutan tersebut membuat Qiana bernapas sedikit lega. "Rumah Vanka ada rampok."

'APA?'

"Kev, cepat datang ke rumah Vanka. Gue tadi ditelepon dia, gue khawatir sama dia."

'Iya, ini gue langsung ke sana. Lo bisa kan datang duluan, gue harus telepon polisi dulu.'

"Iya, gue udah mau sampai kok ini."

'Oke, hati-hati.'

Qiana mematikan sambungan teleponnya, dan kembali fokus menyetir. Karena keadaan jalan yang sangat sepi membuat gadis itu sampai lebih cepat. Ia langsung turun dari mobil dengan jantung yang berdebar.

"Halo"

'Na, di mana?'

Qiana terdiam sejenak mendengar isak tangis Vanka yang semakin kuat. "Gue udah sampai, lo tunggu ya."

Tidak lama datanglah Kevlar dengan diikuti oleh sebuah mobil polisi, melihat itu Qiana langsung tersenyum lebar. "Ini kita mau masuk, lo tenangi diri dulu."

Dor-dor-dor!

Polisi memberikan tembakan peringatan sebanyak tiga kali, sampai akhirnya mereka semua masuk ke dalam dan terlihatlah empat perampok yang kini sedang sibuk mencari jalan keluar.

"JANGAN BERGERAK!"

Baru melangkahkan kaki ke dalam, Qiana sudah dibuat tercengang dengan keadaan Bi Ina yang tertusuk pisau. Ketika ingin melihat kondisi Bi Ina lebih jelas, gadis itu langsung teringat dengan Vanka yang saat ini pasti sedang ketakutan.

Dengan gerakan cepat ia berlari menaiki anak tangga, lalu mengetok-ngetok pintu kamarnya. "Van, ini gue Qiana."

Tidak lama keluarlah Vanka dari dalam kamar dengan air mata yang terus berlinang. Detik itu juga Qiana memberikan sebuah pelukan hangat.

"Qiana gue takut, gue nggak mau sendiri." Vanka mempererat pelukannya kepada Qiana, saat ini ia benar-benar ketakutan. Tidak kebayang jika perampok itu membunuhnya.

"Gue di sini, Van. Tenang, sekarang lo nggak sendirian."

"Bi Ina ke mana? Mereka semua baik-baik aja, kan?" tanya Vanka khawatir.

Mendengar pertanyaan itu Qiana mendadak terdiam kaku, kalau ia memberitahu hal yang terjadi sudah dipastikan Vanka akan syok berat.

"Na?"

"Bi Ina di ba ...."

Mendengar suara ambulance yang masuk ke dalam pekarangan rumah, membuat jantung gadis berkursi roda itu kembali berdetak tidak normal. Ia yakin pasti terjadi sesuatu yang tidak pernah ia harapkan. Dengan gerakan cepat Vanka keluar dari kamar untuk melihatnya, dan benar saja mata gadis itu langsung membelalak kaget saat melihat Bi Ina yang dibawa pergi dengan keadaan perut yang sudah tertusuk pisau.

"BI INA!" teriak Vanka histeris.

Qiana yang berada di sebelah Vanka kembali memeluknya, ia tahu bagaimana takut dan syoknya Vanka saat ini.

"Maaf, seharusnya gue datang lebih cepat," ucap Qiana menyesal.

"Gue mau liat Bi Ina, gue mau pastikan kalau dia baik-baik aja," ucap Vanka

Sebenernya Qiana tidak mau menuruti hal itu, ia takut Vanka semakin histeris. Tapi, bagaimana lagi melihat Vanka yang begitu menyayangi Bi Ina akhirnya ia pun mengiyakan.

"Ayo." Qiana mulai mendorong kursi roda Vanka, tidak lama Kevlar datang dengan wajah panik.

"Van, kamu nggak kenapa-napa, kan?" tanya pria itu.

Mata Qiana terus fokus kepada Kevlar, hatinya masih terasa sakit melihat rasa perhatian yang pria itu berikan. Tapi, lagi-lagi ia harus sadar bahwa ini bukan saat yang tepat untuk iri ataupun cemburu.

"Niat dan fokus, lo pasti bisa." Gadis itu memberikan semangat pada diri sendiri agar tidak patah untuk kesekian kali.




BERSAMBUNG....

Hallo, jangan lupa ya klik tombol vote, setelah itu kamu komen. Satu lagi, jangan lupa dishare ke semua teman kamu:))

Salam hangat,
PearlBellis.


Vanka [OPEN PRE-ORDER]Where stories live. Discover now