Chapter 4 (Grow up into darkness)

49.7K 2.6K 383
                                    

Awww, masa kecilku.. Sangat.. Suram dan menyedihkan.. Pasti itu sangat menjanjikan juga bila masa depanku tidak akan benar..

Aku sudah beranjak SMA kali ini. Kalian mau tau apa yang aku lakukan saat aku SMP kemarin? Aku nyaris membunuh seorang murid yang mengejekku. Tetapi aku telah tertahan oleh guru dan aku di skors selama 1 bulan. Benar benar masa masa menyenangkan..

Aku sekarang sangat gemar melihat air merah itu mengalir deras dari tubuh seseorang.. Air merah yang kental dan hanyir.. Aku yakin itulah yang dimaksud darah.

Nyawa dibayar nyawa? tidak untukku. Bully dibayar nyawa. Aku sudah cukup lelah 9 tahun dari SD aku selalu diperlakukan seperti itu. Tidak ada Ms. Nice Girl lagi. Semua itu telah runtuh. Jangan harap aku akan mengampuni kalian lagi..

Aku mulai terobsesi dengan ini setelah... Setelah aku memegang benda tajam yang biasanya digunakan untuk memotong daging sapi. Pisau daging. Jariku saat itu terpotong pisau dan darah mengalir dari jariku. Aku mencoba menjilatnya dan.. Rasanya enak.. Sangat enak. Kombinasi dari rasa asam, pahit dan hanyir berpadu sempurna.

Mungkin karena tekanan hidupku itulah mentalku terganggu dan.. Ya aku menjadi seperti ini. Aku berkali kali dibawa ke ruang bk saat SMP. Aku terus bercerita tentang pembunuhan. Semua orang disekolahku dulu mulai takut padaku dan ditakuti itu merupakan hal yang sangat membanggakan untukku.

"Rose, bangunlah kamu harus sekolah."

Suara ibuku setiap pagi selalu sama seperti itu. Aku mulai menganggap suara itu sangat berisik. Bagaimana jika aku kabur dari rumah? Ya, itu pasti akan sangat menyenangkan! Tapi, lebih baik jangan sekarang. Aku masih membutuhkan uang mereka untuk aku hidup.

"Aku akan butuh ini"

Aku memasukan pisau, korek api. racun tikus dan lain lain. Biasanya para murid perempuan membawa bedak, lipstick, tongsis, fish eye dan sebagainya tetapi tidak untukku. Bagiku, Pisau lipstickku, Korek api eyeshadowku, racun tikus adalah pembersih make upku. Tongsis? Tali tambang. Fish eye? Mata murid yang berani membullyku nanti. Kita lihat saja nanti.. Jangan tantang aku..

Aku mengenakan seragamku dengan santai. Didekat kerah bajuku, ada noda merah yang tidak bisa dicuci sampai bersih. Kalian tau lah itu apa.

"Rose cepetan berangkat, Ibu mau siapin baju adekmu."

"Sabar dikit napa"

Aku menyambar kunci mobilku dan langsung saja memasuki mobil dan pergi tanpa salim pada orangtuaku seperti saat aku masih kecil dan penurut. Menurutku, akhir akhir ini aku menjadi pembangkang. Aku bosan dengan peraturan yang mereka buat juga aku bosan dengan bibir mereka yang terus melontarkan perkataan perkataan yang merendahkanku.

Disekolah, aku berjalan dengan tatapan tajam pada siapapun itu. Ditambah pula dengan poniku yang menutupi sebelah mataku membuatku terlihat seperti orang sinting. Aku merasa gaya "Emo" seperti ini cukup keren. Semua orang disekolah pasti ketakutan melihatku.

"Rose! Ponimu panjang sekali! Kamu jadi kayak hantu deh. Mending kamu nongkrong di kamar mandi atau di gudang sekolah aja!"

Salah satu murid tiba tiba berteriak padaku dan tertawa mengejek. Murid-murid lain yang ada dikoridor menarik nafas kaget dan mulai ketakutan lalu berlari kesana kemari. Aku menatapnya dengan sangat tajam dan tersenyum.

"Kamu yang akan menjadi hantu. bukan aku"

"Bullshit!"

Aku berjalan kembali ke kelas dengan suara suara menggema didalam kepalaku. Suara itu menyuruhku untuk membunuh anak tadi. Jadi.. Ya akan kulakukan. Tetapi aku butuh taktik yang pas agar tidak ada yang akan mencurigaiku.

*keesokan harinya*

'Diberitakan, seorang siswa SMA tanpa identitas ditemukan meninggal di jalan Juvgotten dan diperkirakan itu terjadi karena kecelakaan mobil yang tidak diketahui penyebabnya kemarin pada pukul 5 sore.'

Tv dikelasku bergema dan semua murid dikelas mulai bergidik ngeri, bahkan ada yang menangis karena orang yang meninggal itu teman baik mereka. Aku hanya tersenyum dibalik rambut panjangku. See? jangan meragukan lagi taktik dan logikaku ini.

"Rose, apa kamu melakukan ini?"

Semua pandangan tertuju padaku. Aku menatap mereka semua dan mengangkat bahuku perlahan.

"Kalian curigai aku? Kalian punya bukti apa? Bukan hanya aku disini yang suka hal aneh. Kalian juga ada yang sepertiku, hanya saja kalian belajar berbaur dan mengikuti penampilan kalian semua"

"Kami tau.. Tapi kan kemaren.."

"Kamu menuduhku?"

"T.. Ti... tidak.. Maafkan aku Rose, aku lancang"

Temanku menunduk ketakutan bahkan hampir menangis. Aku kembali mecorat coret buku tulisku. Setelah aku sadar, yang aku tulis hanya kata kata seperti 'mati' atau 'bunuh'. Ok aku sudah kelewatan. Aku telah membunuh seseorang. Ada apa dengan kepalaku??!

Aku duduk dicloset kamar mandi sambil megikat kuda rambutku. Aku tidak tau apa yang terjadi denganku. Membunuh manusia? Tetapi aku kan bukan pembunuh.. Tetap saja manusia itu makhluk yang menyedihkan. Eh, tuh kan!

"Wooooy lama amat sih dikamar mandinya!!!"

Seorang perempuan menggedor gedor pintu toiletku. Otomatis aku kehilangan kesadaran lagi dan menariknya masuk lalu menenggelamkan kepalanya kedalam closet.

Aku terus menginjak punggungnya agar ia tidak memberontak hingga akhirnya ia melemah. Aku melepaskannya dan membuat posisinya seperti yang terbentur closet. Akupun langsung melarikan diri dari kamar mandi sebelum ada yang memergokiku.

"Lagi lagi ada murid yang meninggal dari sekolah kami.."

"Tenang saja, kami akan berusaha mencari tau tentang pembunuhnya"

Terdengar suara kepala sekolah dari ruangannya sedang bebicara dengan seseorang. Aku tidak tau itu siapa, yang jelas suara itu sepertinya suara lelaki yang tinggi besar dan lantang.

Aku mencoba mengintip dan aku menemukan bahwa kepala sekolahku sedang berbicara pada detektif FBI. Aku mulai panik dan berjalan dengan santai kedalam kelas. Jika aku berlari, sudah pasti mereka tau akulah pembunuh licik yang mereka cari.

Dadaku berdegup kencang. Aku masih SMA dan jika aku kabur, aku tidak tau mau tinggal dimana. Mengucilkan diri? bisa bisa orangtuaku melapor kepada polisi atas kepergianku. Makin hancur keadaannya. Tetapi aku memang harus mengucilkan diri. Tidak, bukan berhenti sekolah.. Hanya menjauh dari rumah saja.

Aku memasuki rumahku melalui jendela dan mengemasi baju baju hoodieku. Hoodie, satu satunya baju yang bisa menyelamatkan reputasiku.

Aku memasukkan sisa uang dan kartu ATM ku kedalam tas dan melompat kembali keluar jendela dan berlari ke tempat perumahan kosong yang biasanya warga bilang "komplek berhantu".

Kurasa aku bisa tinggal disalah satu rumah kosong itu. Aku bisa bertahan sendirian.. Aku pasti bisa. Walaupun sekarang ini akal sehatku sedang drop dan tidak bisa aku kendalikan lagi, aku harus tetap memikirkan nasibku kedepan. Aku tau Tuhan akan sangat membenciku karena ini.

A Psychopath LifeWhere stories live. Discover now