Chapter 7 (Panic Time)

41.6K 2.9K 166
                                    

~Perry's P.O.V~

"MERIDAAAAA!!"

"Perry bersabarlah.."

"TIDAK MUNGKIN DIA HANYA TERGELINCIR!!"

"Perry, tidak ada yang tidak mungkin"

Temanku, Berry mencoba menenangkanku dari kepanikanku saat melihat mayat Merida yang ada di ruang peralatan kebersihan. Posisinya memang seperti yang sudah terpeleset. Tetapi dia kan anak yang teliti? Mana mungkin ia bisa tergelincir hingga mengenai gergaji untuk pintu kelas yang mandet?

Ok, Aku takut! Aku takut ini semua adalah ulah Rose! Aku takut jika ia makin mendekat padaku! Juga aku sangat terpukul melihat mayat temanku yang lehernya sudah hampir putus seperti melihat kurbanan sapi.

"3 students in a row."

"Aku tau, Berry! Gak mungkin semua ini kecelakaan jika 3 orang berturut turut meninggal!"

"Kamu mau nyalahin Rose lagi? Yang ada kamu jadi sasaran empuk untuk korban selanjutnya.. Kamu gak takut?"

"Takut sih.. Berry aku harus gimana?!"

"Kamu sih nekat nekat kemaren pakek ngikutin Rose.. Dia jadi tambah sensitif deh sekarang"

"Aku gat-"

"Kamu harus ganti rencanamu secepatnya Per"

"Tapi ak-"

"Face it already rose.. Rencanamu gagal"

Berry menepuk bahuku dan membuatku berpikir. Memang rencanaku gagal total. Tetapi aku belum bisa lapor pada siapapun. Aku kan masih ingin hidup...

Tapi jika aku mempertahankan ini semua, makin banyak korban yang berlimpahan walau mereka semua memang senang membully. Tetap saja aku tidak tega!

"Astaga aku harus bagaimana"

Aku berlutut didepan mayat temanku itu dan memegang tangannya yang dingin. Airmata mengalir perlahan ke pipiku. Apalagi Merida ini sudah seperti saudara untukku. Sekarang dia meninggal? Aku tidak tega.. Aku ingin dia kembali..

"Berry. Apa aku lapor polisi saja ya?"

"Jangan! Kamu akan membahayakan nyawa kita!!"

"Lalu aku harus bagaimana?! Aku tidak bisa menipunya!!"

"Stop jadi pesimis, Per! Aku yakin kamu bisa!"

"Aku harap saja"

Menangis. Hanya menangis yang kali ini aku dan Berry dapat lakukan.

Sementara ambulance datang dan membawa mayat Merida kedalam ambulance, aku hanya membayangkan nasibku sembari menangis tanpa henti. Aku tidak bisa memiliki teman jika aku ingin menangkap Rose, atau tidak semua temanku akan dibunuh oleh Rose.

Aku ini pintar, aku tidak bisa menyerah. Aku harus pakai logikaku. Aku harus bisa tipu Rose hingga dapat masuk kedalam jebakanku.

"Jadi teman gagal, ikut menjadi psyco? NO aku gamau bunuh orang, aaah aku harus bagaimana?!"

Aku memegang erat kepalaku yang mulai pusing dan membuang begitu banyak kertas karena rencana rencana gagalku yang setumpuk tak terhitung. Damn, perempuan ini benar benar membuat kepalaku berputar putar seperti korsel.

"Perry? Apa yang kamu lakukan disini? Semua murid kan sudah pulang"

"Gabriel? Ah iya aku.."

"Dan kelasmu! Sangat kotor! Buanglah sampah sampah itu! Ini sampah apa sih?"

Gabriel dengan penasaran masuk kedalam kelasku dan membuka satu persatu kertas rencana gagalku itu.

"Kamu ingin menjebak si bodoh Rose itu? Hahaha. Gak perlu rencana ribet kayak riddle gini deh, untuk menghitung apel saja mungkin ia tidak bisa!"

Temanku yang paling benci kotor ini hanya tertawa sekeras mungkin dan keluar dari kelasku. Shit, dia mengejek Rose! Bagaimana jika nan-

"AAAHHHH!"

Tiba tiba, suara Gabriel terdengar dari koridor dan saat aku berlari dan melihat keadaan Gabriel, ia sudah tiada dengan posisi terbentur ke dinding dan kepalanya sudah dipenuhi darah hingga kepalanya terlihat pecah. Sial! sial sial sial! Kalau begitu, untuk menyelamatkan sisa sisa murid yang ada, aku harus memantau mereka agar tidak mengejek Rose. Dammit, pasti akan sangat sulit!!!

"Rose.. You're fast.."

Dadaku berdegup kencang dan saat aku berbalik, Rose ada disana dan tersenyum padaku.

"I can't doubt, you really are smart.."

"Rose, jangan sakiti aku.. Aku mohon"

"Apa kamu sudah spoil rahasia kita pada polisi atau detektif murahan itu?"

"B.. Belum Rose... Belum.."

"Good girl"

Ia memainkan pisaunya yang dingin dipipiku. Aku tak kuat menahan tangis dan saat aku berkedip, ia sudah menghilang. Aku makin ketakutan dan mengenakan tasku lalu berlari pulang secepat mungkin. Shit, aku sudah soak duluan deh..

~Rose's P.O.V~

Hahaha, senang sekali melihat Perry ketakutan seperti barusan. Apalagi melihatnya menangis. Dan Gabriel.. Benar benar sombong dan arogan. Menyebalkan. Enak saja bilang orang lain bodoh sedangkan ia juga bodoh? Kalau dia pintar, dia tidak akan pulang terlambat dan menemuiku di koridor. Benar benar bodoh.

Semua manusia sama saja. Selalu berpikir pendek. Kenapa tidak ada yang berpikir panjang kedepan? Apalagi yang suka membully dan mengejek orang lain. Padahal jika mereka membully dan mengejek, itu malah mencerminkan sifat mereka sendiri kan?

Sepanjang jalan, aku terus menjilati jariku yang masih dipenuhi darah manis dari kepala Gabriel. Memang benar sih darah itu harusnya hanyir. Tetapi untukku, darah sama seperti segelas jus strawberry yang kadang manis dan kadang asam. Judge if you dare.

"Perry benar benar ingin menjatuhkanku ya"

Aku barusan sempat masuk ke kelas Perry dan mengambil seluruh kertas rencana gagalnya itu. Hahaha, rencana Perry semuanya dapat aku tebak dengan mudah. Pura pura berteman, jadi psycopath bersama, sok jadi badgirl, melarang teman temannya merendahkanku lagi.. Benar benar gampang ditebak, karena aku suka caranya berpikir mungkin aku berikan kehidupan untuknya lebih lama lagi untuk melihat apa otaknya dapat bekerja lebih jauh lagi. Lucu sekali rasanya... Hahaha..

---------------------------||-------------------

~Oh my god, thanks guys udah baca cerita aku dan vote ceritanya! Omg omg aku seneng banget lhoo makasih banyak yaaa! I hope you like my story so far!~

A Psychopath LifeWhere stories live. Discover now