Chapter 10 (New Page of Story)

36.3K 2.1K 128
                                    

~Rose's P.O.V~

"Maafkan aku tuhan, atas segala kesalahanku. Atas apa yang telah ku lakukan.. Aku menyesal karena aku telah membiarkan pikiranku mengatur segalanya. Aku tidak sadar apa apa"

Aku menangis sendirian dikamarku. Tidak tau mengapa, aku merasa bersalah. Aku telah membunuh banyak orang walau orang orang itu memang tidak pantas hidup menurutku.

Apa yang sebenarnya aku inginkan? Melangkahi mayat orang lain yang belum tentu saat itulah ia harus meninggal? Atau membalas dendam yang terus aku simpan sejak lama? Kadang dendam mengelabuiku hingga melakukan perbuatan seperti ini..

Aku harus bagaimana? Aku tidak mungkin bunuh diri untuk menembus seluruh kesalahanku.. Aku juga tidak bisa diam saja dan terus seperti ini. Oh god, apa yang harus kulakukan?

"Rose... R.. Rose please buka pintunya"

Suara Perry? Pasti dia sudah tau aku telah membunuh kedua sahabatnya yang tersisa. Ah terap saja aku belum bisa mengaku. Toh belum tentu dia tau.

"Ada apa Per?"

"Roseee George dan Berry kok gak pulang pulang ya? Mereka bahkan gak kabarin aku.. Apa kamu tau mereka dimana?"

"Kenapa kamu tanya aku?"

"Aku... aku cuman penasaran aja kalau kamu.. Kalau kamu tau"

"Aku gatau, maaf"

"Atau kamu bunuh mereka? Apa salah mereka ke kamu?"

"Aku gak bunuh mereka, dan kamu tidak punya bukti apa apa"

"Ok Rose, sudah cukup kebohonganmu! Kamu gabisa dibiarkan lagi! Aku akan telfon polisi"

Kulihat Perry mengambil handphonenya dan menelfon polisi sambil menangis. Kucoba untuk menahannya tetapi ia dapat menangkisku dengan lumayan baik. Selesai ia menelfon, dendamku mulai kembali dan menariknya masuk ke rumahku.

"You're going to pay"

"Bunuh saja aku kalau memang itu yang kamu mau!"

"Fine"

"Kita akan bertemu nanti saat kau dihukum mati!"

Aku mengambil pisauku dan langsung menusuk Perry. Perry berteriak kesakitan dan beberapa saat kemudian, ia tak sadarkan diri. Aku melepaskan Perry dengan agak terengah karena ia memang tidak bisa diam.

"I'm sorry, Perry. Kamu tidak memberiku pilihan lain"

Aku mengelap pisauku dan mendengar sirine polisi yang makin mendekat. Aku dengan cepat memasukan pisau kecil ke selip selip sepatuku dan berlari keluar melewati pintu belakang rumah. Aku terus berlari walau sudah terlihat oleh polisi.

Para polisi dengan cepat memasuki mobilnya dan mengejarku. Aku merasa kehilangan akal sadarku kembali dan tertawa sambil memegang pisau bekas menusuk Perry.

"Akhirnya kalian menemukanku, sucker!"

Aku berlari sembari tertawa senang. Perasaan lega merasuki dadaku. Walau sekarang aku buronan polisi, bukan berarti perjuanganku hanya sampai disini.

Aku terus berlari ke arah hutan yang agak lebat hingga terlepas dari jangkauan para polisi. Aku duduk dibawah pohon dengan nafas sesak karena aku sudah berlari tanpa henti sejak beberapa jam yang lalu. Aku tidak bisa menampakkan diriku disekolah lagi, aku harus sembunyi dari masyarakat.

"Menyebalkan sekali, sekarang aku harus tinggal dimana?"

Saat aku membetulkan rambutku, aku melihat cabin yang lumayan besar ditengah hutan. Huh? Cabin in the woods? Seperti film saja. Tetapi daripada tidak ada tempat tinggal lebih baik aku tinggal disitu saja.

"Hello?"

Aku membuka pintu cabin itu perlahan. Bleeehhh, banyak sekali debu yang berterbangan kesana kemari. Tetapi banyak jejak kaki yang terlihat di lantai kayunya. Orang mana yang cukup waras untuk tinggal di cabin kumuh tengah hutan?

"Hello? Aku tau rumah ini berpenghuni.. Keluarlahhh"

Berteriakpun percuma, tidak ada sambutan dari manapun. Yasudahlah, lebih baik aku diam saja dan tinggal disini untuk sementara waktu.

Baru saja aku duduk tiba tiba tangan kasar dan dingin membekapku hingga aku tidak sadarkan diri.

Psychopath vs. Guy who lives in a cabin? Worth it.

Beberapa saat kemudian, aku terbangun telah diikat di kursi. God, kenapa jadi aku yang kena? Jangan jangan polisi telah mendapatkanku atau FBI? Uhhhh mampus lah aku jika benar begitu.

"Siapa kau dan apa maumu kemari?"

Suara lelaki yang sangat dingin dan sinis ini menyambut kesadaranku. Aku menyeritkan dahiku dengan aneh. Berarti ia bukan polisi. Siapa dia?

"Siapa kau?"

"Aku tidak mungkin memberi tau identitasku sebelum aku tau siapa kamu, mengapa kamu membawa pisau?"

"Ini pisau kesayanganku. Beberapa jiwa sudah kurenggut dengan pisau ini"

"Jadi kamu adalah seorang psychopath sepertiku?"

"Hah? Kamu juga psycho? Tunjukkan dirimu didepanku sekarang juga"

Lelaki itu berjalan maju perlahan padaku. Mataku terbuka sangat lebar. Lelaki ini menggunakan hoodie putih dan jeans hitam yang berlumur darah, Rambut hitam tebal tetapi lepek, kulit kasar seputih kertas, sekitar mata hitam karena terbakar juga bibir yang dipotong dengan pisau seperti senyuman. So hardcore..

"Aku dapat bantu kamu meloloskan diri dari polisi.. Aku telah lolos dari mereka beberapa kali"

"Kamu yakin dapat membantuku?"

"Aku dapat bantu jika kamu juga dapat membantuku"

"Baiklah, apa itu?"

"Kamu harus membantuku membunuh beberapa orang yang aku suruh padamu"

Aku menelan ludah dan hanya mengiyakannya daripada aku mampus sendiri. Gosh, keadaan orang ini membuatku agak ketakutan.

"Jika aku boleh tau, siapa namamu?"

"Namaku Jeff. Jeffrey Woods. Dan ini tempat persembunyianku"

-----------------------------||------------------------

~Yaaay part flashback semuanya beresss, sekarang tinggal kelanjutannya aja dehh.. Sekalian lah masuk masukin tokoh dari creepypasta seperti Jeff the killer. Soooo, hope you like it!~

A Psychopath LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang