Chapter 18 (Alone At Last)

27.4K 1.5K 70
                                    

Aku sangat sedih kehilangan Papa dan Mama. Bahkan aku sampai tidak mau makan dan minum sedikitpun walau kak Justin sudah memaksaku. Hidupku serasa tidak berarti lagi.

"Julia, ayo makan sedikit aja ya?"

"Aku gamau makan kak"

"Kakak ngerti kalau kamu masih sedih kehilangan mama dan papa.. Tapi kita gabisa terus begini, nanti mereka gak tenang"

"Aku tau pembunuhnya"

"Siapa itu, Julia?"

"Jeff the killer dan Olivia Rose"

"Mereka? Udah lama mereka gak digubris media. Kakak kira mereka sudah tertangkap. Jadi benar mereka?"

"Lihat ini kak! Lihat!"

Aku berteriak sambil melempar kertas yang saat itu menyuruhku untuk melihat berita. Airmataku turun kembali saking pedihnya membayangkan kembali kejadian itu. Kak Justin dengan cepat mengambil kertas tersebut dan membacanya.

"Darimana kau tau itu dari mereka?"

"Aku bertemu mereka. Awalnya mereka menyuruhku mengikuti mau mereka tetapi aku gak mau.. Tapi kok jadi gini.."

"Kamu memilih pilihan yang benar"

"Darimana benarnya kak? Orangtua kita kan sudah tiada sekarang dan itu karenaku"

"Tapi kamu tidak mau terjebak perangkap mereka.. Kakak bangga padamu. Mama dan papa juga pasti bangga padamu"

"Iya.. Jadi kakak bakal laporin mereka kan?"

"Iya. Itu akan memberatkan hukuman mereka nanti. Kita ke kantor polisi besok ok? Sekarang kamu makan dulu"

"Iya kak"

Aku melambai pada kakakku yang berjalan keluar dari kamarku. Aku mendengus sedih dan pada saat kakakku menutup pintu kamarku, Rose berdiri tepat dibelakang pintuku. Jeff baru saja datang melewati jendela. Sepertinya aku harus biasa mengunci jendela.

"Apa mau kalian? Jangan ambil nyawaku dan kakakku!"

"Berlari percuma, dingin menerpa dari barat ke timur, selatan ke utara tanpa selimut setebal egomu"

"Ro.. Rose? Maksu-"

"Menegakkan keadilan, tersungkur dipagi hari, lemah bagai tertimpa alam semesta. Melepaskan segala tanggung jawab disana"

"Jeff?"

Tanganku bergetar mendengarkan pembicaraan mereka. Aku tidak mengerti apa maksud mereka. Apa yang mereka maksud coba? Apa semacam teka teki? Okay, aku malas berfikir. Saat aku mau mengambil pisauku, mereka sudah tidak ada di kamarku. Keringat dingin mulai keluar dari tubuhku dan akupun berlari ke kakakku yang sedang makan diruang tengah.

"Kak Justiiiinnn!"

"Ada apa Julia?"

"Aku tadi ketemu Rose dan Jeff lagi!"

"Mana?"

"Dia cuman sempet bilang sesuatu"

"Dan apa itu?"

"Aku... Aku.. Aku lupa"

"Dasar anak pelupa"

Kak Justin meminum tehnya tanpa rasa khawatir sedikitpun. Ah menyebalkan. Mending dia saja yang pergi daripada mama dan papa.

Keesokan harinya, Aku dan Kak Justin sudah siap untuk ke kantor polisi. Kak Justin sedang memanaskan mesin motornya. Aku benar benar tidak mau pergi dari sisi kakakku hingga dia harus tidur dilantai kamarku saking tidak maunya aku ditinggal.

"Sudah siap? Kertas kecil kemarin sudah kamu bawa?"

"Udah sih kak.."

"Yaudah ayo berangkat"

Aku menaiki motor kak Justin dan kamipun langsung pergi ke kantor polisi. Kak Justin selalu saja ngebut jika naik motor. Aku saja rasanya sudah melayang apalagi pagi ini cuacanya dingin sekali. Bahkan jaket saja sudah tidak mengefek sama sekali.

"Kak, dingin.."

"Tahan sedikit lagi ya"

"Iya kak"

Dan pada saat itu, terdengar suara ledakan dari ban motor kak Justin. Kak Justin pun kehilangan kendali dan akhirnya kami terjatuh. Aku tidak bisa merasakan lenganku yang terhantam aspal. Kakakku berusaha berdiri dan membantuku. Kulihat motor kak Justin menghantam tiang dengan keras hingga tiang tersebut jatuh perlahan. Kak Justin mendengar suara decitan tiang tersebut dan melihat kearah tiang yang akan jatuh tepat padanya. Kak Justin mendorongku kesamping agar aku tidak terkena timpaan tiang tersebut.

Aku menjerit ketakutan dan kulihat kak Justin yang tertimpa tiang itu apalagi bagian tajam pada tiang itu menusuk kak Justin. Kak Justin hanya bergerak sejenak dan akhirnya diam. Aku hanya dapat menangis kembali dan memegang tangan kakakku. Sekarang aku benar benar sendirian. Apalagi aku seperti melihat film final destination tepat didepan mataku. Kakakku yang kukira akan menjagaku hingga akhir sekarang sudah menemui orangtuaku disana.

"Kenapa jadi begini?! Tolong! Toloongg!"

Aku terus menangis tetapi tidak ada siapapun disini. Aku menunggu hingga sore dan akhirnya ada yang membantuku. Aku masih tidak berhenti menangis. Polisi yang datang ke tempat kejadian pun menelfon saudaraku agar menjemputku minggu depan.

Sesampainya aku dirumah, aku terus menangis didepan tv dan baru saja mengingat apa yang Rose dan Jeff katakan. Semua yang mereka katakan itu mungkin petunjuk bagaimana mereka mau mengambil nyawa kak Justin. Mereka licik. Apa salahku pada mereka?

Aku memeluk boneka yang kak Justin berikan padaku saat aku berumur 4 tahun. Aku ingat dulu ia sering bercerita tentang pengalamannya disekolah hingga kemarin saat ia tidur di lantai kamarku. Padahal tadi pagi aku ingin dia pergi dan ternyata tidak segampang itu menyerahkannya. Kepalaku serasa berputar dengan kencang dan aku pun berpikir sesuatu yang menurutku tidak masuk akal. Aku ingin tinggal bersama Rose dan Jeff. Dan aku berpikir bahwa hanya mereka yang bisa melindungiku sekarang.

~Rose's P.O.V~

"And that's how you turn innocent people into psycopath"

"Kamu benar Jeff, anak ini bisa stress sebentar lagi"

"Kamu tau? Pekerjaanmu sangat baik"

"Thanks Jeff"

Aku hanya tersenyum sambil mengintip Julia yang kelihatannya sudah mulai kehilangan akalnya karena terbawa stress. Aku cukup bangga atas pekerjaanku. Aku bisa menghancurkan satu keluarga bahagia. At least sekarang kebahagiaan itu berpindah padaku.

"Kau mau mendatanginya?"

"Of course. Ayo kita buat anak ini depresi. Gila kalau perlu"

A Psychopath LifeWhere stories live. Discover now