Ada apa dengannya?

22.1K 3K 128
                                    

Assalamualaikum teman-teman, Adiba kembali update ya. Jangan lupa ramaikan setiap partnya...

Selamat membaca..

***

Waktu sudah menunjukkan tiga, bearti sudah tiga jam setelah bunyil bell pulang berbunyi. Namun sampai sekarang Adiba masih berada disekolah, tepatnya berada didalam ruangan OSIS. Adiba harus memikirkan bagaimana OSIS itu mendapatkan penghasilan sendiri tanpa bergantung pada donatur dan dana sekolah. Dana ini bukan untuk keperluan OSIS, tapi untu dana sosial.

Program untuk pendapat OSIS itu ada tiga, pertama dari penjualan peralatan dan perlengkapan sekolah seperti dasi, topi, baju dan macam-macam alat tulis. Yang kedua dari hasil karya seni, seperti karya dari tanah liat dan lukisan yang nantinya dijual ke pegalangan lukisan. Dan yang terakhir penjualan majalah. Namun perencanaan terakhir ini tidak berjalan  lancar, masalahnya minim sekali minat siswa-siswi untuk membaca sebuah karya ilmiah.

"Yon, pendapaant kita udah berapa?" tanya Adiba.

"Pendapatan kita selama enam bulan terakhir termasuk pada semua penjualan masih lima juta Adiba," jawab Yoni.

Adiba mencoba merenung mencari jalan keluar dari masalah ini. Kalau lima juta itu masih kurang kalau untuk membantu para adik-adik yang mau bersekolah namun tidak mempunyai biaya.

"Jen, majalah yang kita buat udah berapa banyak yang terjual?" Adiba berharap dari penjualan majalah dapat membantu biaya lainnya.

"Masih lima majalah Adiba, padahal kita mencetaknya itu sekitar dua ratus majalah dan kita bukannya dapat profit tapi malah rugi," jelas Jeni.

"Ya sudah Jen, tutup aja rapat ini. Nanti kita cari jalannya sama-sama."

Setelah rapat ditutup oleh sekretaris umum, tinggallah Adiba seorang di dalam ruangan OSIS. Beberapa kali Adiba merenungkan bagaimana mencari jalan ke luar masalah ini, tapi Adiba tidak kunjung mendapatkan ide. Apa yang sebenarnya  salah dari majalah mereka?

Sambil memikirkan jalan keluarnya, Adiba beranjak dari ruangan itu, namun saat Adiba membalikkan badan setelah menutup ruangan OSIS. Adiba dibuat kaget karena mendadak berhadapan dengan Abrisam.

"Abrisam?" 

Mata mereka beradu dengan jarak yang cukup dekat, sehingga Adiba dapat melihat jelas bola mata Abrisam secara jelas, kalau dilihat-lihat, mata Abrisam sangat mirip dengan matanya Fatimah. Ah! mungkin karena kebutulan saja.

"Ngapain lo perhatiin gue segitunya?!" serga Abrisam membuat Adiba tersadar dari lamunannya.

"Kamu kenapa bisa di sini?"

"Kenapa lo yang ngatur gue? Terserah gue mau ke mana itu bukan urusan lo," jawab Abrisam ketus.

"Ya udah, aku pergi." Adiba mau melewati Abrisam dari samping, namun kalimat Abrisam membuat Adiba menghentikan langkahnya.

"Sepertinya setelah beberapa hari lo nggak sekolah, lo lupa ya? Perjanjian yang kita buat? Adiba." Seringai Abrisam.

Sejak dia mempersiapkan diri untuk olimpiade dan musibah meninggalnya Mbah Lanang membuat Adiba melupakan masalahnya dengan Abrisam. 

"Oke gue bantu lo mengingatnya. Adiba Shakila Atmarini, lo itu bodekannya Abrisam Reynand." Bisik Abrisam tepat di sebelah pendengaran Adiba, dengan spontan, Adiba menjauh tubuhnya dari Abrisam.

"Bisakah kamu melepaskan aku?"pinta Adiba." Apa kamu segitunya membenciku sampai ingin aku menjadi budaknya kamu?"

Tatapan Abrisam seketika langsung menajam. Dan melangkahkan kakinya mendekati Adiba, dan Adibapun perlahan mundur. "Lo ingin tau kenapa gue sangat membenci lo? Oke! Gue perjelas disini. Kalau lo udah buat orang yang paling gue sayangi di dunia ini menangis!" sentak Abrisam.

AdibaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin