Kecelakaan

14.4K 3.3K 346
                                    

Assalamualaikum teman-teman, Alhamdulillah aku bisa update hari ini. Jangan lupa vote dan komennya ya, biar aku updatenya juga semangat.
Selamat membaca
***

Sudah beberapa bulan sejak kepergian Nizam melanjutkan studinya di Arab, tak terasa sekarangpun Adiba sudah kelas dua belas dan Adiba semakin rajin untuk belajar supaya bisa mendapatkan beasiswa kedokteran di perguruan tinggi negeri. Sebenarnya, keluarga Reynand mau menyanggupi biaya kuliah Adiba nanti, tapi Adiba menolaknya karena ingin menggapainya dengan usahanya sendiri.

Suara ketukukan pintu membuat seisi kelas menoleh ke sumber suara, di sana ternyata sudah berdiri Pak kepala sekolah bersama wali kelas mereka.

"Assalamualaikum Bu," kata Pak kepala sekolah dan di balas oleh guru yang mengajar saat itu,"saya mau pinjam Adiba Shakila Atmarini sebentar."

Semua orang lantas menoleh ke arah Adiba yang juga menatap bingung.

"Iya Pak, silahkan. Adiba, kamu boleh pergi," katanya dan Adiba mengangguk.

"Baik Bu."

Entah kenapa jantung Adiba tiba-tiba berdetak begitu cepat, terlebih lagi sekarang kepala sekolah dan wali kelas menatap dirinya dengan nanar dan hal itu menambah kegugupannya.

"Maaf Pak, ada masalah apa ya Pak?" tanya Adiba.

"Adiba, tadi pagi pihak sekolah menerima dua email dari universitas. Satunya dari Harvard dan satunya lagi dari King Abdulaziz university. Dan email itu tertuju untuk siswi yang paling berprestasi di sekolah ini, siswi itu kamu Adiba. Kamu mendapatkan beasiswa penuh di sana, tinggal kamu pilih, universitas mana yang kamu inginkan."

Setiap kata yang diucapkan Pak kepala sekolah kepala sekolah rasanya sangat sulit untuk dia cerna, beasiswa penuh di dua universitas terbaik. Ini adalah impiannya, melanjutkan pendidikannya ke jenjang universitas. Tapi sepertinya beasiswa itu bukanlah rejeki untuknya. Air matanya jatuh seketika.

"Maaf Pak, Adiba nggak bisa menerima beasiswa itu."

Sontak jawaban dari Adiba membuat kepala sekolah ataupun wali kelasnya langsung terdiam, mereka salah dengar atau bagaimana? Adiba menolak beasiswanya di saat seluruh siswa-siswi di dunia ini mati-matian untuk mendapatkannya. Ini kesempatan besar, bukan hanya membanggakan nama sekolah, tapi juga untuk menunjang masa depannya.

"Kenapa Adiba? Ini kesempatan bagus buat kamu," ucap wali kelasnya.

Adiba menggigit bibir bawahnya dengan kepala menunduk. "Maaf Bu, Adiba nggak bisa ninggalin Mbah Putri sendirian. "Adiba mulai terisak ."Cuman Mbah Putri yang Adiba miliki, mungkin rejeki beasiswa itu memang bukan untuk Adiba Bu."

"Ya Allah Nak, mulia sekali hati kamu. Ibu tau, kamu pasti sangat menginginkan beasiswa ini kan?" Wali kelasnya mengusap lembut bahu Adiba yang bergetar.

Adiba menghapus air matanya lalu tersenyum. "Nggak apa-apa Bu, Adiba bisa mengikhlaskan beasiswa itu, tapi Adiba nggak bisa jauh dari Mbah Putri. Insyaallah, rejeki beasiswa Adiba berada di kampus lain dan itu tidak jauh dari tempat ini."

"Masyaallah Nak, bapak bangga mempunyai siswi seperti kamu," kata Pak kepala sekolah.


***

"Vel, lo serius nggak mau balas dendam sama tu cewek miskin?" tanya Ririn yang sedang menselunjurkan kakinya bersama Velya setelah bermain basket mengambil nilai olahraga.

AdibaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin