Sweet Danger eps 18

590 37 2
                                    

Pelajaran jam pertama, Matematika wajib. Hmm, membuat sarapan cepat dicerna saja.

"Baik, ibu absen dulu. "

Ibu guru berkacamata itu membuka jurnal kelas dan mulai membaca satu-persatu nama siswa berurutan.

"Kamelia Yumanda! "

"Hadir bu! "

"Lolita Putri! "

"Hadir bu! "

"Leanita Syafira!"

"Hadir bu! "

"Nadira Vitalena, izin ya hari ini. "

"Izin kenapa, bu? "

"Kalian belum tahu? Kemarin sepulang sekolah dia kecelakaan. Kakinya patah. "

Seisi kelas langsung riuh. Padahal Nadira-biasa dipanggil Rara-di kenal sebagai tipe orang yang sangat hati-hati.

"Sudah cukup, jangan ribut. Kita kembali ke materi, kalau mau tau keadaannya nanti kalian jenguk saja dia, "

"Ya bu! "

Dengan begini heninglah lagi suasana kelas. Semua kembali fokus kepada ibu guru yang sibuk menjelaskan materi.

***

Bara tersenyum. Kabar kecelakaan Rara sudah menyebar di sekolah.

"Kak! " Dua orang cewek menghampirinya. Yang satu rambutnya dikuncir kuda yang satunya digerai dan memakai kacamata.

Bara menoleh sambil tersenyum manis. "Iya? "

"Uhm, nanti kegiatan fotografi kita tempatnya dimana kak? "

"Sesuai saran kalian aja, "

"Ya sudah kak, makasih. Nanti kita kabarin, ya? "

Bara mengangguk. Dua orang cewek itu pergi. Mata Bara menyipit. Ahh, saatnya menyapa boneka cantik kesayangannya.

Clarine tersentak. Dia berputar balik namun Bara sudah memanggilnya.

"Clar! "

Duhh!

Clarine berbalik arah lagi. "Iya kak? "

"Nggak ada yang nyuruh kamu lagi, kan? "

Clarine mengerutkan dahinya, diam sebentar. Seperkian detik kemudian dia membulatkan matanya.

"Jadi, kakak ya--"

"Ssst... " Bara meletakkan jari telunjuknya di bibir Clarine. Dia tersenyum. Clarine memang yang terbaik, langsung bisa menebak kodenya dengan tepat. Bara semakin tertarik kepadanya kalo begini.

"Kamu anak pinter..." Bara mengacak lembut rambut Clarine sambil tertawa. Tak peduli mereka berdua sudah menjadi pusat perhatian.

Clarine kicep. Matanya menatap Bara penuh selidik. Dua detik kemudian Clarine berkedip dua kali lalu membasahi bibirnya.

Bara itu...

***

Sudah dua jam lebih Clarine menunggu Elvano di ruang tamu rumahnya. Katanya akan datang jam empat sore tapi mana, bau-baunya saja belum tercium sama sekali.

Perut Clarine sekarang lapar. Dia bangkit, berjalan menuju dapur mencari makanan instant dan mengolahnya. Dia memasak mi instan pedas yang ia beli kemarin dan menggoreng sosis serta menyiapkan kerupuk udang. Setelah matang, dia kembali ke ruang tamu.

Ehh?

Elvano sudah duduk manis di sofa dengan mata tertutup. Kedua tangannya disilangkan dan salah satu kakinya diangkat ke atas meja.

Clarine meletakkan makanannya di atas meja dan dia duduk dihadapan Elvano. Menyadari kehadiran Clarine, Elvano membuka matanya dengan malas. Mata Elvano melirik sekilas makanan itu.

"Sibuk, ya? "

Elvano diam. Menurut Clarine, berarti jawabannya 'iya'.

"Gue mau tanya, lo yang selalu ngirimin surat dilaci meja gue, kan? "

Elvano berkedip. "Meja rumah? "

Clarine menggeleng. "Bukan, meja dibangku sekolah. "

Mata Elvano bergerak-gerak seperti memikirkan sesuatu. Bibirnya tidak menjawab, hanya berdehem.

Clarine membulatkan mulutnya. Dia pikir siapa. "Kok lo pakai inisial 'TD' sih, apa maknanya? " Clarine mulai menyantap mi instan buatannya.

"Pakai tinta merah nulisnya? " El balik bertanya.

Clarine mengangguk cepat. Elvano mengangguk juga dua kali. Sepintas Clarine mendengar El bergumam. "Dia ya... "

Hening.

Clarine tidak berani bertanya lagi dan Elvano sibuk dengan pikirannya sendiri.

Slurrp

Tarikan mi terakhir. Clarine sudah kenyang, rasanya sangat enak. Kini Clarine mengambil air mineral dan meneguknya hingga habis.

"Ahhh, enaknya..."

Elvano menoleh, menatap Clarine datar. "Pola hidup nggak sehat. "

"Kepepet tau, El. "

"Gue pikir gabisa masak, " ejek El dengan senyum miringnya.

"Enak aja, dikit-dikit gue bisa kok! " sergah Clarine.

Clarine berdiri, meletakkan piring ke belakang. Dia mengambil sosis yang ia sisihkan untuk El dan menyuguhkannya.

"Nih, enak kok! "

Elvano menggeleng. "Nggak! "

Semangat Clarine luntur. Sia-sia dong, sudah ia relakan berbagi padahal. Kalau kayak gini kan mubadzir namanya.

Hap

Mengerti raut wajah Clarine yang nampak kecewa, El mengambil sepotong sosis dan melahapnya. Hmm, enak juga. Raut wajah Clarine kini berubah sumringah lagi.

"Gitu dong! " seru Clarine senang.

Ya, dia memang menggemaskan. Lukanya juga sudah kering. Haruskah dia memberi luka baru untuk menguatkannya?

Ahh tidak!

Jangan sekarang.

***

Sweet Danger ✓Where stories live. Discover now