Sweet Danger eps 37

388 32 1
                                    

"Lo mau tau sebuah rahasia?"

Clarine menoleh, lalu menatap El lekat, nampak tertarik dengan percakapan ini. Mereka kini dalam perjalanan menuju rumahnya Clarine setelah selesai mengantarkan Erick pulang dan singgah sebentar menyaksikan seorang anak dan Ibu saling berpelukan, menangis mengkhawatirkan satu sama lain.

Ugh, drama yang realistis.

"Apaan? "

El tersenyum kecil sebelum menunjukkan sesuatu. Sebuah video. "Apa ini? " tanya Clarine lagi.

"Liat aja sendiri." kata El sambil menyerahkan laptopnya kepada Clarine, agar gadis itu dapat dengan jelas melihat apa yang ia tunjukkan.

Clarine nampak serius melihat video itu. Semakin lama, matanya semakin melebar. Setelah durasinya selesai, Clarine menghadap ke arah El dengan tatapan serius. "Jadi... selama ini dia? " katanya tak percaya.

"Kan gue udah bilang, gue itu selalu ngawasin lo. Gue tau apapun yang terjadi sama lo, ngerti? " El melengkungkan bibirnya sedikit.

Clarine menelan ludah. Lama-kelamaan matanya berair. Dengan mulut yang terasa kaku--karena mungkin terkejut--Clarine berkata, "apa tujuannya? " wajahnya menatap El, menuntut penjelasan. Clarine percaya pasti El tahu semuanya, hanya saja tak mau memberitahunya begitu saja.

Cukup lama El diam, tak menjawab pertanyaannya hingga mulutnya bergerak dan mengeluarkan suara. "Lo tau jalan pikiran 'kami', kan? " senyum tipisnya terlihat penuh makna. Dan Clarine, menundukkan kepalanya, membekap mulutnya sendiri yang mulai terisak. Dadanya terasa sasak sekali.

"Manusia nggak ada yang sempurna, Clar. Mungkin salah satunya kekurangan 'kami' adalah tentang kewarasan. Lo paham, kan? " perlahan tangan El terangkat, mengusap rambut Clarine pelan dan memberikannya tisu.

Kini Clarine sudah tahu siapa dibalik semua ini. Dibalik kecelakaan Ayahnya dan tentang surat misterius itu.

Bara...

***

Satu minggu setelah kejadian itu.

Luka-lukanya sudah banyak yang kering, tubuhnya kembali normal. Selang-selang dan cairan infus yang merepotkan itu sudah tidak mengganggunya lagi. Clarine memutuskan pergi untuk berjalan-jalan di sekitar. Walaupun ia harus memakai masker dan pakaian serba panjang yang membuat gerah, agar lukanya tak terlihat. Dia rindu rasa milkshake, karena itu dia memasuki salah satu kafe mini di dekat rumahnya.

Clarine duduk di dekat kipas angin, meredakan suhu tubuhnya yang panas dan menghadap ke arah luar. Lagipula pintunya tembus pandang jadi dia bebas melihat ke arah manapun. "Selamat menikmati, "

Clarine menganggukkan kepala sebagai jawaban. Milkshake itu tak langsung ia minum. Clarine mengamati minuman itu sejenak. Firasatnya tidak enak, aneh. "Permisi, saya boleh duduk di sini?" sambil tersenyum sopan, "tempat lainnya sudah penuh. "

"Hah? " Clarine mengangkat pandangannya lalu berpikir sejenak. Bagaimana kalau orang ini tahu ada luka-luka di tubuhnya?

Bahaya. "Silakan, " jawab Clarine.

Namun Clarine berdiri, lalu melangkah pergi saat laki-laki itu baru saja duduk. "Lho, mbak mau ke mana? "

Masa bodo. Clarine tak mempedulikan perkataan dari laki-laki itu. Terserah jika dia mau tersinggung atau apalah pikirnya.

Kini Clarine berjalan di sepanjang trotoar. Lumayan ramai saat ini. Cuacanya juga cerah namun tak terlalu panas, cocok bagi para penyuka dunia luar rumah untuk berkeliaran.

Brukk

"Maaf, " katanya singkat. Clarine mengangguk lalu kembali melangkah. Namun, langkahnya terhenti saat dia menyadari sesuatu. Clarine menoleh ke belakang, dan menemukan orang itu berdiri tepat di belakangnya.

Clarine refleks melangkah mundur, membuat orang itu tertawa kecil. "Lama tak jumpa, Clarine sayang. Bagaimana kebebasanmu, menikmati huh? " satu alisnya terangkat.

Masih waspada, Clarine menjawab. "Kakak ngapain di sini? " Di sini banyak orang, jadi kalau dia berbuat nekat, Clarine tinggal teriak saja. Aman, kan? Ya, pasti aman.

"Nggak bolehkah? " kepala orang itu menoleh ke kanan-kiri sebentar lalu kembali fokus pada Clarine, "ini tempat umum, kan? "

"Permisi, kak. " Clarine langsung berbalik arah, sedikit berlari menjauh dari orang itu, Bara. Clarine tidak mau berurusan lagi dengannya. Clarine juga sudah pindah sekolah guna menghindarinya. Bara membiarkan Clarine meninggalkannya di sini. Urusannya sebentar lagi juga selesai. Tidak ada yang perlu dibelit-belitkan seperti dulu. Bara ikut berbalik arah, berlawanan dengan Clarine, kembali berjalan santai sambil bersiul.

***

Ting tong

Erick memencet bel untuk ketiga kalinya ini. Apa tidak ada orang di dalam?

Ting tong

Sekali lagi Erick memencet bel. Namun tidak ada orang yang keluar, jadi dia melangkah pergi.

Ceklek

Langkahnya terhenti kemudian badannya berbalik arah. Akhirnya. Herman membukakan pintu dengan senyuman ramah seperti biasanya.

Kini mereka berdua duduk saling berhadapan di ruang tamu. Secangkir teh dan beberapa cemilan menemani mereka yang hendak mengobrol entah apa. Erick canggung. Sikap Herman juga agak berbeda akhir-akhir ini.

"Bagaimana kondisi kamu? " Herman mengawali pembicaraan.

"Baik Om. " jawab Erick seadanya.

Tak lama terdengar suara pintu terbuka lalu tertutup. Orang itu, yang Erick tunggu-tunggu akhirnya muncul juga. Clarine ikut duduk di antara mereka. "Wah, bagus kakak udah bisa beraktivitas seperti biasa lagi, "

"Ahh, iya. " jawab Erick lalu meletakkan sesuatu di atas meja. "ini pemberian Ibu buat kamu, diterima ya? " lanjutnya.

"Wah, makasih kak. Sweaternya bagus, ini buat sendiri ya? "

"Iya, Ibu memang suka membuat seperti itu."

Clarine membulatkan mulutnya. Herman yang tidak mau mengganggu mereka, berkata. "Ayah ke kamar dulu, ya? "

Clarine mengangguk lalu kembali melihat sweater rajut berwarna merah muda itu.

"Kamu suka? "

"Iya, suka banget!"

Erick tersenyum melihat respon positif dari Clarine. Membasahi bibirnya sebentar, kemudian Erick kembali berkata. "Uhm... kamu masih berhubungan sama El? "

"Kini El sudah bekerja lagi. Jadi, jarang ada komunikasi." katanya dengan sedikit memanyunkan bibirnya.

"Oh, dia kerja apa? "

"Ya... kerja pokoknya. " jawab Clarine asal. "emang kenapa? "

El nampak gugup, entah apa yang sedang dipikirkannya. "gapapa, aku cuma mau ketemu dia bentar, "

Clarine manggut-manggut, "dia kek ketelan bumi kalau kerja, jadi nunggu dia selesai aja, "

"Kapan? "

"Nggak tau. "

Merasa sudah cukup atas informasi apa yang diberikan oleh Clarine, Erick pamit untuk segera pulang. Menjaga Ibunya dan menyusun rencana untuk masa depan. Masa depannya harus cerah, ya, harus!

***

Adakah yang merasa
hawa-hawa akan
ending di
sini? :')

Sweet Danger ✓Where stories live. Discover now