Sweet Danger eps 31

407 34 0
                                    

Kali ini Clarine hampir saja tidak mengenali El. Tidak seperti biasanya menggunakan mobil, kali ini El menggunakan motor ninja hitamnya. Banyak pasang mata yang menatap El penuh kekaguman, itu membuat Clarine berdecak tidak suka. "Naik! " titah El.

Clarine berkedip. Bagaimana bisa ia naik motor dengan rok pendek begini?

Menyadari tingkah Clarine yang terus menunduk memperhatikan roknya, El turun, melepas jaketnya dan menalikannya di pinggang Clarine. Clarine tergelak, menahan nafas saat jarak mereka sangat dekat. "Ayo! " El menyodorkan helm.

Segera menyadarkan diri, lalu Clarine memakai helm itu dan naik ke atas motor El. Sedikit berpegangan pada pundak El, akhirnya El melajukan motornya meninggalkan lokasi sekolah. Tanpa Clarine sadari, Bara sedari tadi mengawasinya dengan sorot tak suka.

"Kita mau ke mansion? "

"Hm. "

"Nunjukkin koleksi baru lagi? " Clarine sudah ngeri membayangkannya.

"Nggak, " Oh, begitu. Syukurlah.

"Lalu? "

"Ilma. "

"Oh, dia. Males ah, nggak peduli gue, balik gih ngerawat Ayah aja! "

El tersenyum kecil di balik helmnya. Clarine nanti pasti suka dengan kejutannya. El yakin itu.

"El, balik gih! " Clarine ngotot ingin balik ketika mendengar nama Ilma. Entah kenapa dirinya sangat 'eneg' jika mendengar sesuatu yang berhubungan dengan wanita itu. Seakan-akan Clarine sudah tidak sudi berhubungan dengannya.

El tetap diam tidak menjawab. Dia tetap fokus terhadap jalanan di depannya. Sudah hampir satu jam mereka melakukan perjalanan, dan sebentar lagi mereka pasti akan sampai di mansion mewahnya. "Gue boleh meluk lo nggak?

Huh, pertanyaan macam apa itu. "Dingin El, lagian tumben sih bawa motor? "

"Macet, Clar! " jawab El gemas. Sejak tadi gadis di boncengannya ini berisik sekali seperti anak ayam baru lahir. Mendingan anak ayam, lucu. Hla ini?

Entahlah.

"Gimana, boleh peluk nggak? "

"Gue phobia sama cewek, "

"Hilih, alasan! " Clarine memukul pelan pundak El, "selama ini lo ngapain aja di dekat gue? Biasanya juga meluk gue kalau lagi tidur, "

"Sok tau! "

"Emang bener, kok!

El berdecak malas. Kini dia membiarkan saja gadis itu yang mulai memeluknya dari belakang, meletakkan kepalanya di pundak dan bernyanyi-nyanyi pelan. Sekarang, mereka sudah persis seperti pasangan disinetron-sinetron tv siang hari. Sayangnya itu hanya berlaku sebentar. Karena kini mereka sudah sampai di halaman mansion. Clarine turun dari atas motor El, melepas helmnya dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan terkena angin. "Masuk! "

Dengan sedikit berlari karena langkah kaki El yang lebar, Clarine membuntuti El dari belakang. Dia penasaran sebenarnya dengan kondisi Ilma, hanya saja dia merasa sangat malas jika melihatnya masih dalam kondisi baik-baik saja. Bayinya kan sudah keguguran, jadi, tak ada alasan lagi bagi Clarine untuk kasihan padanya.

"Makan!"

Bukannya membawa Clarine menemui Ilma, El malah membawa Clarine ke ruang makan. El tau, Clarine belum makan siang. El nggak mau Clarine sakit. "aku udah makan, El. "

El mengerutkan alisnya, "Udah? " Clarine mengangguk lalu melanjutkan, "sama kak Bara tadi pas istirahat kedua. "

"Oh, itu kan tadi. Sekarang makan lagi. " ucapnya datar.

"Masih kenyang, El, "

"Makan! "

Jika nada bicara El sudah meninggi begini, Clarine pasrah, memilih menurut saja daripada ribet. Clarine menarik kursi lalu duduk. Tangannya mengambil garpu dan sendok, siap memakan steak sapi di hadapannya. Satu suapan, dua suapan, enak. Pokoknya enak banget. Ada bumbu rahasianya kah?

"Itu tadi yang masak bibi, pakai daging sapi segar. " El berkata saat Clarine sedang mengunyah daging steak lamat-lamat, menyesapi bumbunya.

"Dapat daging darimana, di sini kan hutan? " Clarine merutuki bibirnya yang lancang. Kini El menatapnya tak suka, seperti siap melayangkan pisau yang digunakannya untuk memotong steak.

"Bibi belanja dua minggu sekali, kebetulan ini tepatnya jadwal dua minggu itu. Ditambah juga tadi gue telpon buat masakin kita, "

"Oh..." jawab Clarine seadanya. Pipinya nampak chubby ketika mengunyah daging dengan lahap. El sendiri sampai gemas melihatnya.

Seusai makan, El mengajak Clarine untuk menemui Ilma sesuai tujuannya mengajak Clarine ke sini. Tapi kok bukan ke ruangan penyekapan yang biasanya, ini ke ruang koleksi hlo. Apa jangan-jangan...

"Lo bohong ya, katanya mau ketemu Ilma tapi kok malah ke sini? "

El tidak menanggapi protes dari Clarine. Tangannya sibuk membuka sandi yang digunakan untuk membuka ruangan kesayangannya ini. El berkata saat pintu ruangan ini terbuka, menampilkan koleksinya yang begitu indah--menurutnya. "Lo masih ingat rambut itu? " El menunjuk rambut yang tempo lalu ia pamerkan pada Clarine menggunakan dagunya.

Di depan sana, masih di tempatnya seperti sebelumnya, Clarine melihat rambut itu lagi. Rambut yang membuatnya iri karena rambut miliknya tidak sebagus itu. Tapi, kali ini cat rambutnya sudah berubah menjadi hitam-merah. Meski begitu masih tetap indah, sih. "Tentu saja, "

Clarine membuntuti langkah El yang mulai memasuki ruangan ini. Luas sekali ruangannya, hingga mereka berjalan sampai di ujung ruangan. Tidak, bukan ujung. Sepertinya ada ruangan lain di bagian sini, karena El meletakkan tangannya di tembok, seperti membuka sandi sebuah pintu ruangan rahasia. Benar saja, tembok ini membelah, menampilkan ruangan yang lain, yang jauh lebih gelap dari ruangan ini. Clarine menutup hidungnya ketika baru lima langkah memasuki ruangan rahasia itu. Bau anyir membuatnya tidak nyaman. El terkekeh ringan melihat Clarine yang mundur, ingin keluar dari sini. "Ruangan eksekusi. Nggak kuat? "

Refleks Clarine melototkan matanya. Pantas saja. Pasti banyak setan di sana. Ahh, Clarine tidak mau ketempelan. "Gue balik, ya? " Wajahnya memelas, seperti anak kucing yang kedinginan di luar rumah.

El menghela nafas panjang. Tangannya menarik tangan mungil Clarine, mengajaknya berjalan lebih cepat tak peduli dengan Clarine yang protes. Di selambu ini, El membukanya, menampilkan sosok yang dipikirkannya sejak tadi. Clarine menjerit tertahan seperti suara tikus dapur. "El... " suaranya gemetar. Clarine merapatkan diri pada tubuh El, takut.

Di balik selambu ini, Ilma berbaring dengan menutup matanya. Badannya kurus dan pucat nampak kaku, kantung matanya menghitam, tubuhnya banyak yang memar dan luka, dan terutama... tunggu! "El, itu kepalanya kenapa ditutupi? "

"Nanti lo nggak kuat liat, "

Clarine menautkan alisnya, bingung. "Kenapa? "

Baru sedikit El membuka penutup kepala Ilma, Clarine sudah menjerit dan menyembunyikan wajahnya di balik tubuh El. Sungguh mengerikan. Kulit kepalanya mengelupas berwarna merah seperti terbakar, entah rambutnya ke mana. "Ilma mati, kan? " cicit Clarine.

Dapat Clarine dengar El tertawa kecil ketika Clarine bertanya seperti itu. Tentu saja El senang, karena pertanyaan itulah yang ditunggunya sejak tadi. "Mau cek sendiri? " sontak Clarine menggeleng. Siapa juga yang mau menyentuh jalang seperti dia.

El mendekatkan bibirnya ke telinga Clarine, membisikkan sesuatu. "Dia mati, dan rambutnya... lo tau, kan? "

Clarine berkedip beberapa kali. Netra mereka kini bertumbukan selama beberapa saat. Sedetik kemudian, Clarine tertawa terbahak-bahak. Ya, dia mengerti maksud El. Sangat-sangat mengerti. Oh, El kesayangannya yang baik. El tersenyum tipis melihatnya, merasa puas bisa membuat gadisnya bahagia.

***






Sweet Danger ✓Where stories live. Discover now