Singgasana Amnesia

154 9 0
                                    

Teriak-teriak di jalan mencari muka, segolongan partai dan politisi mengklaim diri sebagai garda terdepan pembela akar rumput dan insan yang sengsara. Menjanjikan perubahan, memberi subsidi, menaikkan upah, menegakkan HAM, negara yang berdaulat. Manis, manis, manis. Membuai demikian tinggi, tinggi sekali. Politisi dan partai bergelut merebut kursi empuk yang terpandang. Melenakan hati insan yang lugu, mengindoktrinasi jiwa-jiwa yang kuyu.
                          
Kepada semua disemai janji. Pengekor melahapnya dengan semangat militansi. Dan saat usainya pesta demokrasi. Politisi dan partai penjanji duduk di singgasana yang empuk. Tibalah janji ditagih. Namun apalah daya amensia mendadak akut menjangkiti. Telinga tersumpal. Mata memejam. Kritik divonis makar. Saran disemati radikal. Mengoreksi disebut tidak berpancasila. Kerangkeng besi lahir, atas nama kestabilan ekonomi dan ketertiban sosial, katanya.
                        
Lupakan HAM, saya bukan aktornya dan tidak dibebani untuk mengusutnya. Keinginan masa kecil yang tak sampai untuk bermain Lego terwujud. Membangun massif. Tidak masalah kalau bukan hasil utangan Rahwana. Tidak mengapa jika membangun turut pula menyejahterakan rakyatnya. Lupakan subsidi, cabut, ini hanya untuk yang berhak, oh lagu lama yang lucu. Kamu berkata begitu karena tidak di posisi kami yang tengah layu. Negara berdaulat, oh tentu saja berdaulat dengan rampok leluasa masuk rumah, begitu ketakutan sehingga disambut saja dengan ramah.
                       
Tidak tahu siapa yang salah. Barangkali kursi singgasana begitu empuk, menguarkan magis yang menusuk pori-pori, mengalir di sepenjuru darah, menghadirkan Amnesia yang bertahta di nalar. Ah yang jelas kursi singgasana begitu empuk dan selagi duduk nikmati dululah ya dengan berpura amnesia. Dengan terpejam. Dengan menutup telinga. Warasnya nanti saja kalau singgasana nyaman itu sudah direbut orang. Rakyat? Wah selamat bersengsara ria sajalah ya.
                  
                 
               
            
               
XVIII/I/MMXX

Abad Inersia RayaWhere stories live. Discover now