14

29.5K 4.2K 467
                                    

"I don't feel anything." kata Iris, kali ini menatap Zhao lekat-lekat. "Apakah selain mandul, aku juga tidak bisa melakukannya? berhubungan seks."

Iris bisa melihat ekspresi wajah Zhao perlahan berubah, menjadi bingung dan pria itu mengalihkan tatapan. Mungkin berpikir, seperti apa menjelaskan jawaban atas pertanyaan itu. Sejak mendapatkan ponsel baru, hal pertama yang Iris lakukan adalah mencari tahu tentang efek yang ditimbulkan cederanya. Hoshi menyampaikan banyak hal tentang itu, tapi ternyata belum semuanya.

"Rasanya sungguh sial," ungkap Iris, membuat Zhao kembali fokus menatapnya. "Aku menahan diri, menolak sampai ke tahap itu dengan pacar-pacarku, dan sekarang aku justru enggak akan pernah tahu seperti apa rasanya."

"Kamu akan baik-baik saja." kata Zhao berusaha meyakinkan. "Kamu masih dalam masa penyembuhan, lalu terapi, dan melalui test lagi untuk melihat perkembangan yang ada... bisa—"

"Kata dr. Hoshi, aku tidak membutuhkan false hope, sehingga dia memberitahu dengan gamblang apa saja yang akan terjadi padaku di masa depan." sela Iris mengangkat bahu, "Aku tidak suka anak-anak, karena itu apa boleh buat jika tidak bisa punya anak... tapi tidak bisa berhubungan seks? sial sekali."

"Akan ada seseorang yang nantinya akan—"

"Ah benar! berhubungan badan melibatkan dua orang dan kesialan lain, para pria tidak bernafsu dengan gadis cacat."

"Iris," tegur Zhao, tidak nyaman dengan topik pembicaraan ini tetapi juga keberatan dengan cara Iris memandang dirinya sendiri.

"What?" tanya Iris mencoba tidak menangis. "Sudah menyesal kan? karena mengusir teman-temanku? aku jadi tidak punya pengalih perhatian supaya tidak terus berkubang dengan perasaan menyedihkan ini."

"Kamu tidak menyedihkan, kamu punya Pascal dan kesempatan untuk hidup."

"Dengan hidup semacam ini, aku pikir lebih baik jika aku mat—"

"Don't you dare to say it!" Zhao berseru tepat sebelum Iris menyelesaikan kalimatnya.

Iris terdiam, air matanya meleleh. Ia memalingkan wajah agar Zhao tidak melihatnya. "Keluar sana."

"Jangan lakukan ini pada dirimu sendiri, Iris."

Iris menanggapi dengan gumaman malas, masih memalingkan wajah.

"Jangan mendeskreditkan diri sebagai seseorang yang cacat, sial, atau bahkan berpikir bahwa mati adalah hal terbaik." Zhao menatap sedih ke seraut wajah tirus yang masih berpaling darinya. "Kamu hidup dan itu hal pertama yang harus kamu syukuri setiap pagi, kamu punya Pascal adalah hal kedua yang harus kamu syukuri, dia tidak menyerah terhadap kamu karena baginya kamu berharga... saat ini mungkin belum ada hal lain yang bisa kamu syukuri, tapi di masa depan, kamu akan bisa bangun dari tempat tidur ini, lalu keluar dari ruangan ini, kembali ke tempat kamu bisa melihat dunia, merasakan angin, hujan dan panas matahari..."

Zhao melihat tetesan air mata kembali mengalir di pipi Iris. "Mungkin benar bahwa bercinta adalah sesuatu yang sulit kamu rasakan secara nyata, tapi kamu akan tetap mampu merasakan cinta, dari cara seseorang menerima kamu, mengasihi, merawat dan setia bersamamu."

"Sounds beautiful... also impossible," kata Iris, suaranya serak.

"Why it's impossible?" tanya Zhao dan Iris menolehnya untuk menunjukkan wajah sengit.

"Pergi sana!" usirnya.

"Jawab dulu pertanyaanku."

"Itu adalah pertanyaan yang enggak membutuhkan jawaban!" kata Iris sebal, menghapus air matanya kasar. "Sebelumnya, walaupun hidupku kacau, aku sempurna sebagai perempuan, aku cantik dan menarik! Sekarang? hidupku kacau dan aku cacat!"

FLAWSOME #PasqueSeries IWhere stories live. Discover now