22

28.4K 3.7K 314
                                    

"Yay! di potnya sudah muncul tunas, Kakak Iris." kata Jenna saat kunjungan berikutnya.

Iris mengangguk, "Seperti kata Jenna, dikasih airnya lima tetes setiap pagi dan sore."

Gadis cilik itu mengembalikan potnya ke pinggir jendela, "Sebentar lagi Kak Iris bisa tebak bunga apa yang Jenna tanam."

"Can you give me a clue?" pinta Iris dan Jenna menatap neneknya.

Elina tersenyum dan mengangguk.

"Vincent van Gogh made a famous paint about this flower..."

"Sun flower." Iris langsung menebak.

Jenna tertawa, "He paint so many flowers, based on ensiklopedia there's 130 paints."

"Wow." Iris bahkan hanya tahu sedikit sekali tentang hal itu.

"Uncle Zah bilang, terapi Kakak Iris nanti lukis juga."

Iris mengangguk, "Ya, setelah selesai terapi dengan bola, terus beralih terapi lukis." Ia juga terkejut dengan rangkaian sesi terapinya. Tidak seketat yang ia kira, kecuali yang terkait dengan kemampuan untuk duduk.

"Semuanya lancar?" tanya Elina, wanita itu sedang mengupaskan buah mangga.

"Lancar, Mas Zhao sabar banget."

"Uncle Zah suka diajak lukis juga, kalau di rumah kami lukis sama-sama."

Iris bisa melihat betapa dekat Zhao dan Jenna, gadis cilik itu juga tampak senang bercerita tentang Zhao. Kesemua ceritanya membuktikan bahwa Zhao memang tipe family man.

"Kakak Iris nanti mau lukis apa?" tanya Jenna.

"Emm... belum ada ide, bolehnya lukis apa kalau buat terapi?"

Jenna tampak bingung dan Elina segera menjelaskan, "Terapi lukis boleh melukis apa saja, bahkan hanya menuang warna-warna abstrak juga nggak papa... it used to help people dealing their emotions, develop self-awareness, and work on social skills."

"O... oh." kata Iris lalu tersenyum. "Aku memang perlu mengendalikan emosi."

Elina ikut tersenyum, "Semua orang perlu mengendalikan emosi mereka," katanya lalu mulai memotong mangga dan menempatkannya di piring. "Jenna, katanya mau makan mangga."

"Cuci tangan dulu." Jenna beralih ke wastafel.

"Pinter banget," komentar Iris melihat Jenna mencuci tangan sesuai dengan anjuran yang tertempel di dinding. "Pasti besarnya mau jadi seperti Papanya."

"Mamanya sedang berusaha mengarahkan Jenna supaya jadi sepertinya." Elina memberi tahu.

"Kak Jassy?" tanya Iris.

"Jasmine berharap ada satu hal dari dirinya yang dipunyai Jenna, kalau anak itu besarnya mau jadi dokter juga, Jasmine bilang dia kalah telak."

"Kak Jassy lucu banget sih, bukannya keren kalau bisa seperti dr. Hoshi."

Elina tersenyum, "Jadi dokter keren, jadi pelukis keren, jadi artis keren, jadi guru atau berkarir di militer juga keren... setiap anak membawa potensinya masing-masing, orang tua bisa mengarahkan, berharap dan mendukung... tapi anak itu sendiri yang menentukan sejauh mana ia akan bersinar."

"Aku sampai sekarang enggak punya tujuan, atau impian untuk menjadi apa."

"Iris cantik waktu jadi model."

Pipi Iris bersemu seketika, "Ta... tante lihat? foto-fotoku?"

Elina mengangguk lalu memahami kegelisahan yang tiba-tiba ditunjukkan. Elina lebih dulu mendekati Jenna, meminta cucunya itu makan sembari menonton tayangan kartun di televisi.

FLAWSOME #PasqueSeries ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang