18

31.2K 3.8K 365
                                    


Pascal menatap orang tua yang tampak sangat asing berada di ruang rawat adiknya. Keduanya datang setelah Pascal mengirimkan rentetan pesan yang memaksa. Ibunya datang lebih dulu, membawakan sekeranjang buah apel fuji. Iris hanya melirik pemberian itu sebelum berpaling kembali pada siaran televisi.

"Waktu SMP, Iris dipulangkan dari acara petik buah Apel karena bibirnya bengkak, alergi bulu ulat, Mi... sejak itu dia nggak suka apel dalam bentuk buah." Pascal menjelaskan.

Asoka Pasque menelan ludah mendengar penjelasan itu, jelas ibu mereka itu tidak mengetahuinya. "Tapi, kamu suka kopi rasa apel, Mami pikir..."

"Alasan Pascal suka kopi rasa apel, karena Iris nggak suka buahnya." kali ini Iris yang bersuara.

Asoka langsung menghela napas, mengangkat keranjang buahnya dan meletakkannya jauh dari tempat tidur sang putri. "Kamu mau bicara apa?" tanyanya lalu duduk di kursi sofa.

Pascal menatap jam dinding di kamar adiknya, "Tunggu Papi dulu."

Byakta Pasque datang lima belas menit kemudian, bukan sekeranjang buah atau buket bunga, kepala keluarga Pasque itu justru dengan bangga menunjukkan sebotol anggur kualitas terbaik, impor dari Italia.

"Itu baru favoritku," komentar Iris sembari menyeringai.

"Iris!" tegur Pascal lalu geleng kepala saat sang Ayah mendekati tempat tidur adiknya.

"Papi selalu tahu kecantikanmu suatu saat akan menjerat seseorang yang tepat," ujar Byakta bangga lalu mengelus pipi Iris. "Nanti, kita buka anggur ini untuk merayakannya..."

Iris hanya balas mengulas senyum kecil, sementara Pascal tampak sangat keberatan dengan kalimat ayahnya. Asoka memberi tempat di sampingnya saat Byakta duduk, pria itu tersenyum sebelum dengan santai merangkul dan memberi ciuman pipi.

Iris melihat raut dingin ibunya, terkadang ia benar-benar tidak mengerti dengan alasan kedua orangtuanya menikah. Pascal menghela napas dan menunggu hingga situasinya cukup serius untuk memulai pembicaraan.

"Tidak perlu bertele-tele menangani niat baik sahabatmu itu," kata Byakta dengan senyum lebar.

"Kedengarannya Papi begitu saja menyetujui hal ini." Pascal kesal sendiri dengan fakta tersebut.

"Kenapa tidak? walau hanya pewaris kedua, tetap saja dia pewaris... ini akan menguatkan hubungan kerjasama antara—"

"Perlu digaris bawahi, bahwa Zhao berniat menikahi Iris untuk dirinya sendiri, tidak ada hubungannya dengan bisnis," sela Pascal

Byakta mengibaskan tangannya, "Semua ini terhubung, percayalah... ini akan berpengaruh pada banyak hal dan Zhao Walker adalah tangkapan bagus."

"Kapan Zhao berencana melamar?" tanya Asoka.

"Dia belum mengatakan waktunya." kata Pascal menatap sang adik yang membisu.

"Jika Zhao mau, dia bisa langsung melamar sekarang dan Papi akan menyetujuinya."

Pascal menggaruk rambutnya yang tidak gatal, "Tidak seharusnya kita gegabah dalam hal ini, dan penting untuk meyakinkan keluarga Zhao bahwa—"

"Dengan kondisinya, Iris enggak akan berulah lagi, pastikan mereka tahu itu." sela Byakta lalu menatap Iris sejenak dan baru menegaskan. "Jangan mengacaukan hal ini, lakukan apapun yang Zhao mau."

Komentar itu tidak hanya membuat Pascal terkesiap, tapi juga miris. Iris semakin terdiam, tidak menyangka bahwa ada bagian dalam hatinya yang masih saja begitu sakit mendengar kalimat ayahnya itu.

"Aku pikir kita harus mementingkan kebahagiaan Iris dalam hal ini." Pascal berusaha mengingatkan kedua orangtuanya.

"Memangnya apa yang mungkin membuat Iris tidak bahagia bersama Zhao?" tanya Asoka.

FLAWSOME #PasqueSeries IWhere stories live. Discover now