28

29.9K 3.7K 370
                                    

Iris tersenyum saat pagi berikutnya ia mendapati orangtuanya datang, mereka berdua tampak canggung bersama, juga tampak was-was menatap Pascal yang sedang bersiap-siap ke kantor. Pascal memang terlihat tak peduli, tapi Iris tahu kakaknya itu pasang mata juga telinga untuk setiap interaksi yang tercipta.

"Mami... bawa make up, masker sama catok rambut." kata Asoka mengangkat tas di tangannya. Iris langsung kesenangan, menerima tas tersebut dan mengeluarkan isinya.

Asoka dan Byakta sejenak terdiam, mereka melihat langsung putrinya bisa menegakkan tubuh, Iris terlihat tenang dalam posisinya itu. Asoka menahan air mata harunya.

"Punggungmu... is it oke?" tanya Byakta.

Iris mengangguk, "Aku masih pakai korset penahan, tapi sudah ganti kerapatannya, yang ini sudah enak, nggak bikin sesak." katanya dan menatap paper bag di tangan sang ayah. "Papi bawa apa untuk Iris?"

"Oh, pantone warna, kata Zhao mau pelapis warna ungu metalik, ada beragam warna ungu dan jenis kromnya juga, mau seberapa mengkilap." kata Byakta membuat Iris semakin antusias.

"Eh, tapi kalau desain baru, Iris nggak bisa langsung pakai dong."

Byakta menggeleng, "Kursi rodamu sudah dipilihkan dari sini, nanti kita lapisi saja."

"Ohh..." Iris mengangguk paham. "Papi nanti yang urus ya? atau Pascal?"

Kedua orang yang dimaksud langsung saling berpandangan. Byakta jelas menunggu keputusan yang akan dibuat sang putra. Pascal menilai situasinya lalu menghela napas.

"Biar Papi yang urus, aku tidak berurusan dengan produksi kecuali memastikan angkanya sesuai permintaan dan tidak ada keterlambatan pengiriman." kata Pascal, senyum adiknya bertambah lebar atas keputusannya itu.

Byakta mengangguk dan kembali menatap Iris, "Berapa lama kamu harus beradaptasi dengan kursi roda? setelah itu bisa pulang bukan?"

"Sekitar satu sampai dua minggu, hari ini dan besok aku belajar mengenal kursi rodaku dulu, bagaimana menggerakannya, mengatur posisi berhenti atau jika harus berbalik arah... dan kata Mas Zhao proses berpindah dari tempat tidur ke kursi roda ini yang susah." kata Iris mengingat-ingat runtutan jadwal terapi lanjutannya. "Ah, aku juga akan belajar kalau jatuh harus bagaimana, kalau kursi rodaku nggak berfungsi sampai kalau aku tidak bisa mengendalikannya."

Asoka langsung terbelalak ngeri, "A...apa? i... itu mengerikan sekali." ucapnya dan menatap ke arah sang suami. "Iris nggak boleh mengalami hal-hal seperti itu, Mas Bya harus memastikan kursi roda Iris aman, kalau perlu berikan dia kursi paling canggih, Pasque Techno bisa membuatnya."

"She need to wait." suara Pascal yang menanggapi, ia menatap ibunya. "Iris memang harus belajar yang manual dulu, pilihan kursi roda yang dibuat dokternya adalah produk Pasque wheelchair seri pertama, struktur rangkanya sederhana, tergolong ringan namun bergerak secara dinamis..."

"Tapi kita harus mempertimbangkan keselamatan adikmu." kata Asoka.

"Para dokter mempertimbangkan itu, sebagai terapis pun Zhao mengikuti instruksinya, Iris memang harus tahu hal-hal yang bisa ia lakukan saat terjadi sesuatu." kata Pascal lalu menatap orangtuanya bergantian. "Tentu saja pilihan pertama yang harus Iris buat saat jatuh adalah meminta tolong pada orang lain, tapi jika tak ada siapapun di sekitarnya, setidaknya ia tahu bagaimana harus mengkondisikan diri sendiri."

"Kita bisa menempatkan seseorang untuk selalu bersamanya, sehingga—"

"Jika ada seseorang yang harus selalu bersamanya, itu adalah salah satu diantara kita." sela Pascal membuat Byakta menelan ludah.

Iris nyengir, perseteruan antara Pascal dan orangtuanya memang selalu menarik tapi kali ini, ia tak ingin hanya menonton. "Aku akan mengikuti keputusan dokter, itu termasuk keputusan Mas Zhao juga, mereka memahami keadaanku." ucap Iris, ia berusaha tenang saat melanjutkan. "Bagiku, aku memang akan terus seperti ini... dan bukan berarti hidupku berakhir."

FLAWSOME #PasqueSeries IWhere stories live. Discover now