19

31.6K 3.5K 439
                                    


Zhao terdiam mendapati betapa serius raut wajah di hadapannya, ada bayangan kegelisahan dari tatapan mata biru gadis itu. Sesekali Iris memandang ke arah lain, seperti berpikir ulang atas pertanyaannya.

"Aku akan mempercayai apapun yang Mas Zhao katakan dan berusaha menerimanya." kata Iris membuat Zhao semakin menyadari kegelisahan Iris. "Karena itu, please... jangan berpura-pura atau memberiku perasaan yang tidak nyata."

Zhao tahu bahwa apa yang dilakukannya memang terkesan begitu terburu-buru. Gadis manapun akan mempertanyakan sikapnya ini. "Aku tidak pernah berpacaran, aku tidak tahu cara pendekatan yang baik atau bagaimana seharusnya bersikap dengan benar pada seorang gadis yang kuinginkan."

Iris mencoba tenang mendengar kata-kata itu, meski dalam hati takjub karena pria yang nyaris sempurna seperti Zhao benar-benar tidak memiliki satu pun mantan kekasih.

"Sejujurnya... saat mendapatimu telanjang di kamar, itu adalah kali pertama aku tidak melihatmu sebagai adik Pascal atau seseorang yang seharusnya kurawat dengan baik, aku melihatmu... seutuhnya sebagai perempuan dewasa dan merasa bahwa kamu cantik." kata Zhao membuat semburat merah mulai merambat di pipi Iris.

Gadis itu butuh waktu menenangkan diri dan menanggapi, "Tapi nanti, saat Mas Zhao melihatku lagi... aku akan berbeda, aku akan memiliki begitu banyak bekas luka, kulitku berkerut karena jahitan, lalu—"

"Lalu aku melihatmu terbaring, tidak sadarkan diri di tempat ini," lanjut Zhao membuat Iris seketika terdiam. "Ada begitu banyak pasien yang sudah kutangani, sejak mereka tak mampu bergerak hingga berhasil melanjutkan hidup kembali, tapi meskipun tahu bahwa keadaanmu akan membaik, bahwa aku yakin mampu membantumu kembali... aku merasa itu tidak cukup."

Iris tidak tahu harus menanggapi seperti apa, selama ini Zhao hanya selalu bersikap baik. Tidak pernah menunjukkan hal yang berbeda hingga saat mendapatinya kalut dan mereka berakhir berhadapan seperti ini.

"Jika dibandingkan cinta yang selama ini ditunjukkan orang tuaku atau kakakku, apa yang kumiliki untukmu belum sebanding tapi aku yakin pada perasaanku," kata Zhao penuh kesungguhan.

Iris kembali menatap kedua mata pria itu, mendapati bahwa Zhao berterus terang, dan meski kata-kata itu tidak mengandung banyak harapan, Iris merasa lega. Ia sendiri memiliki beberapa hal yang harus disampaikan pada Zhao.

"Sejujurnya, aku menerima Mas Zhao karena butuh pendukung," ujar Iris dan tampaknya Zhao tidak terkejut sama sekali. "Aku muak dengan keadaanku dan aku merasa, adil bagiku jika memiliki seseorang sepertimu."

Zhao tidak menanggapi apapun, lalu Iris mengeluarkan ponselnya. Gadis itu menunjukkan laman yang berisi beberapa baris tulisan. "Jika ada yang mau diubah atau ditambahkan, itu terserah..."

Zhao melihatnya dan memeriksa secara seksama, itu seperti draft kasar untuk perjanjian pranikah. Iris ingin melakukan pemisahan harta karena tidak mau pernikahan mereka terkait dengan proses bisnis keluarga. Iris hanya meminta dua hal setelah itu, rumah dengan kamar terpisah dan beberapa klausul perceraian.

"Soal pemisahan harta, aku harus membicarakannya dengan pengacara keluarga. Untuk rumah, kita akan tinggal di rumahku dan tentu saja tinggal di kamar yang sama, klausul perceraian hanya terpenuhi jika salah satu dari kita meninggal dunia."

Iris mengerjapkan mata, "What?"

Zhao begitu saja menekan layar, menghapus setiap hal yang tidak dia inginkan lalu mengirim file tersebut ke ponselnya. "Kamu menanyakan seperti apa pernikahan yang aku mau? Aku mau pernikahan normal, seperti pasangan pada umumnya, kita berdua bersama-sama menjalaninya."

Iris semakin melongo mendengar itu. "Ta...tapi aku, keadaanku tidak memungkinkan unt—"

"Aku percaya... bahwa dalam setiap diri manusia, dalam ketidak-sempurnaannya, memiliki jiwa yang tetap layak untuk disayangi, dirawat, disembuhkan..." sela Zhao lalu mengulurkan tangan, menggenggam tangan kanan Iris lembut. "Jiwa yang hidup dan berhak bahagia."

FLAWSOME #PasqueSeries IWhere stories live. Discover now