A. 1 [Tak Kenal Maka Tak Sayang]

8.3K 518 58
                                    

Selamat malam, semoga benar kalian sedang membaca kisah ini di malam hari. Jika seorang Tere Liye memulai tulisan Sunset dan Rosi dengan Selamat Pagi karena baginya waktu selalu pagi. Bagiku tidak. Aku pecinta keheningan malam. Di mana ingar-bingar perkotaan terasa senyap, langit-langit nampak gelap dengan taburan cahaya mungil, serta hembusan napas bunda yang terdengar menenangkan.

Halo, namaku Terisa Magnolia Geschiedenis, usiaku 17 tahun 6 hari yang lalu. Anak kelas XI IPS 1, yang amat sangat menyukai pelajaran sejarah. Aku asli pribumi meski namaku mengandung bahasa Belanda. Itu karena ayahku seorang sejarawan semasa hidupnya. Arti namaku tak begitu jelas, Bunda bilang, Terisa diambil dari sebuah cerpen yang pernah ayah baca ketika aku berusia 7 bulan dalam kandungan. Sementara Magnolia adalah jenis bunga kecil yang kabarnya termasuk bunga prasejarah. Yang memiliki makna dalam florografi sebagai ketekunan dan bisa juga berarti keras kepala. Lain lagi Geschiedenis, diambil dari bahasa Belanda yang artinya terjadi. Dalam bahasa Inggris artinya history, dan dalam bahasa Yunani memiliki arti historia. Dalam kata lain Geschiedenis adalah sejarah. Dan, orang-orang biasa memanggilku Lia.

Sejak dua tahun yang lalu, aku hanya hidup bersama bunda di Semarang, Jawa Tengah. Ke mana ayahku? Beliau mendahului kami karena kanker otak yang dideritanya. Berat di tahun pertama, galau, patah hati, terluka, tetapi di tahun berikutnya kami dapat menjalani hidup dengan baik.  Bukan kami melupakan ayah, hanya karena kami sadar bahwa ayah pun tidak menginginkan kami menghentikan hidup. Show must go on.

Ayahku seorang sejarawan semasa hidupnya, juga dosen di salah satu universitas negeri di Indonesia. Beliau lah yang mengajarkan sejarah padaku, terutama sejarah Indonesia yang amat sangat aku sukai. Ayah juga yang membuatku jatuh hati pada sosok Inggit Garnasih. Sungguh, aku mengidolakan keluasan hatinya, keteguhan batinnya, terlepas dari kesalahan yang beliau perbuat atas Haji Sanusi. Aku juga mengidolakan sosok H.O.S. Tjokroaminoto. Seorang guru yang dapat menciptakan tiga murid dengan ideologi yang berbeda.

Di sekolah, aku cukup populer tetapi itu karena aku dianggap kuno dan kaku. Sejarah di masa sekarang dianggap membosankan, dianggap tidak menarik, dianggap ketinggalan zaman. Sementara aku selalu membuat tulisan mengenai sejarah atau tokoh sejarah untuk ditempel di mading sekolah. Katakanlah, aku terkenal karena aku kuno. Tetapi aku menolak keras dianggap cupu. Aku tetap dapat bersosialisasi, aku tetap memiliki teman, penampilanku juga tidak kuno. Rok panjang khas anak SMA pada umumnya, rambut panjang yang tergerai, bibir merah muda, sepatu hitam yang kekinian. Pada dasarnya aku suka cerita kuno, tetapi tidak dengan fashion yang kuno. Aku juga terbilang cantik, secantik bunga Magnolia, kata Almarhum ayah.

Meski memiliki teman, bagiku yang benar-benar teman tidak banyak. Mungkin hanya satu atau dua orang di kelas. Yang lain sekedar saling sapa, saling bercanda, tidak pernah benar-benar mau menemaniku karena aku dianggap membosankan. Bagi mereka, pecinta sejarah sama-sama membosankannya dengan cerita sejarah yang dia baca.

Sampai hari ini, aku merasa tidak mempunyai musuh, meski tak mau membersamaiku, mereka tak memusuhiku. Pacar? Aku tidak punya karena sejak satu tahun yang lalu aku jatuh hati pada sosok Arsana. Tak ada satu pun laki-laki yang bisa menggantikannya hingga saat ini. Sosok tampan, populer, dingin, angkuh, kaya raya, dan mempunyai puluhan penggemar yang tak biasa. Dia ada di kelas XI IPS 3, nomor absen 10. Pada semester 1 lalu, dia berhenti di peringkat 11 di kelasnya. Biasa-biasa saja. Bukan juga anak yang hobi meninggalkan pelajaran karena kegiatan organisasi atau ekstrakulikuler, satu-satunya alasan dia tak ada di kelas adalah tidur di ruang UKS. Dia populer karena tampan, kharismatik, dan dingin. Perempuan mana yang tak penasaran.

Arsana, begitu aku memanggilnya meski nama aslinya Gavin Nino Mahardika. Putra bungsu dari anggota DPRD Tingkat I, fraksi partai pemenang pemilu tahun ini. Biasa dipanggil Nino oleh teman-temannya. Mantannya sudah tidak terhitung meski baru kelas XI semester 2. Entah berapa jumlah mantannya jika dia sudah menjadi mahasiswa nanti.

Oh, mengapa aku memanggil Nino dengan Arsana? Karena dia begitu menyenangkan bila dilihat dari balik jendela kaca kelasku. Arsana dalam bahasa sansekerta adalah senang atau gembira. Laiknya remaja lain yang jatuh cinta, hatinya pasti meletup-letup, senang dan gembira apabila melihat pujannya. Begitupun aku.

Aku terlalu malu jika ditanya temanku, siapa pacarku sekarang. Biasalah, hidup di kota dengan berbagai stigma. Tetapi aku tetap menjawabnya tidak punya, lalu menjelaskan bahwa aku sedang dekat dengan seorang laki-laki yang jauh di sana. Maksudku, jauh dari pelupuk mata, tak sedekat nadi apalagi satu frekuensi. Kepada teman dekatku, aku mengatakan bahwa namanya Arsana. Dia lantas memuji, namanya bagus, pasti orangnya juga tampan. Bagiku iya, tampan sekali.

Aku tak pernah saling sapa dengannya. Satu-satunya percakapan yang pernah terjadi adalah tiga bulan yang lalu, saat aku duduk di kantin sekolah bersama buku-buku sejarahku. Dia mengingatkan agar satu buku saja yang diletakkan di atas meja kantin, hanya buku yang aku baca, karena menghabiskan banyak tempat padahal banyak orang butuh meja untuk makan dengan nyaman. Hanya begitu saja aku selalu terngiang apalagi jika percakapan itu panjang serta menyenangkan.

Hari ini, pukul 11.45 WIB, di saat bel waktu istirahat berbunyi, aku sudah bersiap duduk di atas meja, menatap ke arah jendela. Lalu tersenyum ketika dia lewat bersama teman-temannya. Aku selalu melakukannya setiap hari, selama dua menit di waktu istirahat, sebelum aku memutuskan pergi ke kantin atau ke perpustakaan sekolah.

Tidak ada yang curiga sejauh ini, termasuk teman dekatku yang selalu mau menemaniku. Bahkan meski aku lebih peduli pada bukuku. Tak apa, dia juga lebih peduli pada cerita-cerita fiksi di dalam perpustakaan wattpadnya. Kami sama-sama suka membaca tetapi berbeda aliran.

Cukuplah penjelasan tentangku hari ini. Sebaiknya kalian mengenalku dengan baik, dan terus mengikuti ceritaku hingga  akhir. Bagaimana naifnya aku, ketika jatuh hati pada sosok Arsana. Bagaimana gilanya aku menikmati malam dengan memikitkannya. Kalian harus tahu.

©©©
Bersambung...

Arsana [Tersedia Di Shopee]Where stories live. Discover now