A. 21 [Nino Sanjaya Sukamuljo]

1.7K 275 50
                                    

Pagi-pagi ketika gerbang rumahku baru saja tertutup, Bunda baru saja berangkat ke kantor dan asisten rumah tangga kami baru saja datang, Nino sudah berpakaian rapi dengan jersei bulu tangkis berwarna kuning perpaduan biru. Ia tersenyum di depan gerbang rumahku, berdiri tegak dengan dua tangan di balik punggungnya. Sengaja tak kubukakan pintu karena ia hanya diam tak mengatakan apapun selama beberapa saat. Posisi kami sekarang, berdiri berhadapan terhalang gerbang besi yang mulai berkarat.

"Aku bosan, liburanku begini-begini saja," keluhnya. "Aku mencoba membaca sejarah, aku suka, tapi jujur, aku mulai pusing."

Menahan tawaku. Bahkan menelusuri masa lalu juga harus beristirahat untuk sejenak. Tidak bisa terus-menerus menyingkap waktu, menjelajah masa lalu tanpa berhenti untuk beberapa saat. Terlebih ini sudah libur hari ke 9, setiap hari memnaca sejarah tanpa bacaan yang lain akan sangat melelahkan.

"Adikku di rumah sibuk berlatih bulu tangkis untuk ikut audisi. Dia tak mau berlatih denganku karena aku bukan Kevin Sanjaya Sukamuljo. Padahal sudah kubilang, aku ini Nino Sanjaya Sukamuljo, adiknya Kevin Sanjaya Sukamuljo tapi dia tidak percaya."

Aku terkekeh.

"Dia memberiku dua buah raket dan sebuah shuttlecock bekas. Aku tidak tahu harus bermain dengan siapa, yang kutahu dalam pikiranku hanya ada kamu, Lia. Untuk itu aku datang."

Kedua alisku terangkat.

"Kamu bisa bermain bulu tangkis?"

Menggeleng.

"Baiklah, tidak perlu bermain bulu tangkis. Karena alasanku ke mari bukan untuk mengajakmu bermain bulu tangkis, naluri rindu yang membawaku menemuimu."

"Modus?" tanyaku dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

"Median."

Aku tersenyum. "Tapi tidak harus pakai seragam bulu tangkis juga, kan?"

"Biar kamu percaya kalau aku Nino Sanjaya Sukamuljo, siapa tahu kamu ingin berlatih bulu tangkis denganku."

"Aku memang tidak percaya."

"Lihat!" Nino berbalik dan menunjuk belakang punggungnya, bertuliskan, N S Sukamuljo. "Kan kalau Kevin Sanjaya, K S Sukamuljo. Ini hanya beda N dan K saja."

Mengangguk-angguk. Dia hanya berusaha melucu di depanku. "Masuk!" perintahku membuka pintu gerbang.

Nino melangkah masuk dengan senyum dan tatapan manisnya untukku. "Kamu sungguh tidak ingin belajar bulu tangkis?"

Menghentikan langkahku di anak tangga ke dua teras rumahku. "Kenapa memangnya?"

"Tidak." Menggaruk kepala bagian belakangnya. "Aku hanya sedang mencari alasan untuk terus bersamamu."

Menggeleng heran. "Duduk, aku buatkan minum."

"Tunggu, Lia. Kamu kan jago sejarah, kamu tahu sejarah bulu tangkis?"

Diam beberapa saat. Ayah pernah membanggakan sosok Susi Susanti, beliau pernah juga menceritakan bagaimana bulu tangkis menjadi penyelamat wajah Indonesia di mata dunia, di tengah carut-marut negara berkembang ini. Tapi untuk sejarah bulu tangkis dunia, aku tidak tahu.

"Kamu tidak tahu?"

Menggeleng.

"Aku menang 1 : 0."

"Kamu tahu?"

Dengan wajah sombongnya, ia sedikit menarik jersei di bagian dadanya. "Bulu tangkis itu lahir di Inggris, satu-satunya olahraga yang namanya berasal dari nama tempat, rumah/istana di kawasan Gloucester-shire, kurang lebih 200 kilometer sebelah barat London. Badminton House, begitulah nama istana tersebut, milik Duke of Beaufort, tapi bukan dia yang menemukan bulu tangkis. Eh, tapi dulu namanya bukan badminton, Lia."

Arsana [Tersedia Di Shopee]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang