LIMERENCE_FOUR

363 211 59
                                    

LIMERENCE |four|

--Four. School Time (1)--

"Ternyata kalo berangkat bareng cogan berpotensi jadi bahan Ghibah. Asik, nambah pahala!"

NOW PLAYING | Paradise - Kim Jaehwan

***

Jihan menatap puas pantulan dirinya yang sangat rapi dalam balutan seragam  SMA Erlangga yang terkenal itu di cermin kamarnya.

Bak impian menjadi kenyataan, ia diterima sebagai Siswa beasiswa saat ia hanya main main mendaftar. Kala itu Jihan hanya berfikir 'gapapa lah coba-coba, toh mau pindah juga' dan ternyata BOOM, ia diterima.

Ingat sekali Jihan kala itu banyak teman temannya yang iri karena ia diterima di Sekolah tersebut dan tak sedikit pula yang bersedih karena vokalis Band SMA mereka akan angkat kaki dari Kota Bandung dan pindah haluan ke Jakarta.

Terutama Grace. Ah, geli rasanya mengingat bagaimana Grace menginap sehari dirumahnya dan terus terusan menangis juga memukulinya dengan tidak waras. Gadis itu benar benar kehilangan teman curhatnya yang paling sabar.

"Jihan, sarapan!" Panggilan tersebut datang dari lantai satu, dimana dapur dan ruang makan berada. Pasti Sang Ayah, Jihan hafal suara bariton milik Ayahnya tersebut.

"Sabat atuh!" Respon Jihan dengan logat sunda yang dibuat-buat.

Jihan segera keluar dari Kamarnya dan menenteng tas serut yang nyaris kosong--hanya berisi dua buku tulis dan kotak pensil--dengan senyum merekah. Jangan lupakan rambutnya yang di kuncir kuda kini menjuntai kesana kemari.

"Beuh, Anak Erlangga cyin." Ejek Erick dengan intonasi layaknya Ibu-ibu sedang bergossip.

"Iyanih cyin. Daripada SMA Nusantara, ga ada ACnya. Kebakar dong jenis setan kayak lo." Balas Jihan santai sambil menarik kursi yang ada disebelah Erick.

"Jihan. Mulutnya." Tegur Sang Ayah yang masih fokus pada koran paginya yang membuat Erick tertawa tanpa suara. Laknat memang.

Tunggu, sejak kapan Ayahnya berlangganan koran? Padahal mereka baru tiga hari menginjakkan kaki di kota Jakarta. Wah..

"Jihan gapapa sekolah? Asmanya gimana?" Tanya Ayahnya dengan raut khawatir.

Jihan mengerutkan dahinya, "Ayah ngomong gitu serasa Jihan ngidap Kanker tau ga si."

"Ucapan itu doa!" Tegur Erick kali ini, tak lupa sendoknya disalahgunakan untuk memukul kepala Jihan.

Jihan langsung menatap Erick dengqn tatapan membunuh. Kalau saja tak ada Ayahnya, mungkin Jihan akan membunuh saudara kembarnya itu yang hanya beda lima menit namun sengaja disekolahkan lebih cepat oleh Sang Ayah.

Biar ketahuan mana Kakak, dan mana Adek katanya.

"Kalo Jihan bilang Jihan sakit, Ayah bakal homeschooling-in Jihan? Engga kan?"

"Why not?"

Anjay kaya bat ni orang, batin Jihan kesal terhadap Sang Ayah.

"Jihan gamau dikatain introvert Ayahku tertampan sejagat raya!"

Erick mencibir, "halah bilang aja mau ngeliat Cogan."

"Kalo gue mau ngeliat Cogan, tinggal nengok ke samping."

"Oh sekarang lo ngakuin gue cogan?" Mata Erick kali ini memancarkan binar kebahagiaan. Ternyata mata kembarannya ini tak begitu rusak.

Sayangnya Jihan menggeleng, "maksudnya Kak Samuel. Hahaha, ngimpi lu!" Ejek Jihan sambil menunjuk rumah Samuel. Hal itu membuat Erick berdecih lalu melanjutkan sarapannya.

LimerenceWhere stories live. Discover now