LIMERENCE_THIRTEEN

147 59 13
                                    

LIMERENCE |thirteen|

--13. Jihan membuktikan--

"Kalo gue buat itu untuk dimakan. Bukan buat di buang."

NOW PLAYING | Cantik - Kahitna

***

Jihan hampir lupa dengan sebuah fakta yang menyebutkan bahwa "iqbalnya telah tiada."

Hari itu Jihan hampir mati rasanya ketika mendapat kabar bahwa Iqbal meninggal dunia. Beberapa bulan setelah dirinya terakhir bertemu Iqbal dan adu mulut hingga Jihan dengan bodohnya hampir bunuh diri.

Sebuah fakta mengejutkan Jihan dapat. Iqbalnya meninggal karena kanker darah atau yang lebih sering disebut leukimia. Dan Jihan terlalu bodoh untuk tidak menyadari bahwa Iqbalnya sudah mengidap Leukimia sejak sekolah dasar. Ia tak mengetahui hal itu, Demi Tuhan.

Hari itu Jihan menangis dengan tak warasnya, dipeluk Erick dan Bi Tina seharian agar Jihan tak melakukan harmself. Karena mereka tahu bahwa Iqbal adalah separuh dari jiwa Jihan. Iqbal adalah orang nomor satu dihati Jihan ketika mendiang Ibunya telah diambil Yang Maha Kuasa.

Hari itu Jihan menangis sejadi jadinya didepan nisan Iqbal. Foto Iqbal yang tengah tersenyum dengan tampannya membuat hati Jihan semakin sakit. Bagaimana bisa semua orang yang ia sayangi meninggalkannya begitu saja?

Dan itu menjadi trauma tersendiri untuknya.

Sejujurnya ketika ia searching tentang SMA Erlangga, ia mendapati foto Kak Revan dengan jas Osisnya tengah memegang trofi besar dengan tulisan "olimpiade Fisika tingkat nasional" dan yang membuat Jihan terkejut adalah wajah Revan mirip--ah tidak, Persis seperti Iqbal.

Iqbalnya yang telah tiada.

Maka dari itu ia terperangah ketika melihat langsung wajah Revan di UKS. Namun ia membohongi diri sendiri dengan pura-pura tak mengetahui persamaan Iqbal dan Revan. Mereka bak pinang dibelah dua. Hanya saja Revan lebih  banyak bicara ketimbang Iqbal yang sangat pendiam.

Lagi-lagi Jihan membohongi dirinya dengan membenci pertemuannya dan Revan. Padahal pertemuannya itu membuat Jihan merasakan hal lain di hatinya. Ia  bersungguh-sungguh.

***

"Masak apa Jihan?" Seseorang memeluk Jihan dari arah belakang. Jihan tahu siapa orang itu.

"Lagi masak." Ucapnya singkat kepada Sang Ayah, yang kemarin menamparnya tanpa meminta maaf dan lebih memilih mengantar Amora pulang ketimbang melihat keadaannya.

"Masih marah hm? Harusnya kamu loh yang minta maaf sama Ayah." Ucap Ayahnya sembari bersedekap dada. Pura-pura kesal padahal yang sebenarnya adalah Jihanlah yang kesal setengah mati.

"Ga makasih." Jawab Jihan lalu membawa omelette yang telah jihan hias di kotak bento menuju meja.

Saat itulah Jihan melihat Erick yang meluncur bebas dari lantai dua dengan hanya bertumpu pada pegangan tangga. Seakan-akan sedang bermain perosotan.

Bruk.

"Mampus. Lu disekolahin biar jadi pengusaha bukan badut sirkus." Ejek Jihan dengan fokus yang masih tertuju pada kotak bento dihadapannya.

Erick masih mengeluh sakit seraya mengusap bokongnya yang berdenyut nyeri. Ditatapnya Sang Ayah dan Jihan yang samasekali tak berniat membantunya dengan kesal. Untung saja Bi Tina sangat peka terhadap rangsangan, engga, peka terhadap situasi.

LimerenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang