doudecim

2K 363 25
                                    

Hunshine Delight
ㅡpresentㅡ

• amor noster: doudecim •

Felix terbangun dari tidurnya, kedua matanya menatap lurus ke langit-langit yang ada di kamarnya. Cahaya mentari pun sudah memasuki kamarnya melalui sela-sela gorden. Perlahan ia bangkit dari posisinya dan duduk di atas kasurnya, kedua matanya menatap kesekeliling sebelum menghela napas pelan sambil mengelus perutnya dengan lembut. Kemarin malam ia sudah bersikap sangat tidak sopan terhadap Jisung, dan juga Seungmin.

Pergi begitu saja tanpa mengatakan apa masalahnya kecuali permintaannya pada Jisung untuk tidak mengejarnya adalah yang tidak sopan. Felix sadar itu, tapi rasa takut dan cemas yang ada di tubuhnya sudah mengendalikan dirinya. Ia tidak siap dengan apa yang mungkin Seungmin katakan selanjutnya setelah satu kalimat sepihak itu.

Sadar bahwa ia harus bangun untuk sarapan dan meminum susunya, Felix akhirnya turun dari kasurnya dan berjalan menuju dapur. Pagi ini ia tidak memiliki banyak nafsu makan, dan salad buah yang sederhana menjadi menu sarapannya. Selesai membuat semangkok salad buah dan segelas susu, Felix membawanya ke ruang tengah supaya ia bisa sarapan sambil menonton televisi.

Felix memakan sarapannya dalam diam dan dengan gerakan yang sangat lambat. Sarapannya akan terasa sepi dan hening jika saja tidak ada suara dari televisi yang menemaninya. Ada banyak hal yang muncul di dalam kepala Felix, ia tahu bahwa Jinyoung menyarankan dirinya untuk tidak memiliki banyak pikiran yang berat. Tapi, Felix sama sekali tidak bisa mencegah semua pikiran berat itu untuk masuk ke dalam kepalanya.

"Baby...," sapa Felix pelan dan menyentuh perutnya, seakan-akan ia ingin mengajak bayinya untuk mengobrol. Akan tetapi, sebuah pikiran gila tiba-tiba muncul di kepalanya.

Bagaimana..., bagaimana jika sejak awal ia mengugurkan kandungannya saja?

Felix mengigit bibir bawahnya lalu menundukkan kepalanya agar bisa melihat perutnya yang semakin besar. Ia merutuk pada dirinya sendiri dan memukul pelan kepalanya. Kedua matanya mulai terasa panas dan berair. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Felix kembali merasakan kesepian, ia rindu neneknya yang pasti saat ini akan memeluknya dengan erat.

Suara isakan mulai terdengar di ruangan itu, seakan-akan ikut menemani suara dari televisi agar tidak ada keheningan yang terjadi.

"Maafkan aku, baby...," bisik Felix dengan suara gemetar di sela-sela isakannya, meski begitu ia tetap berusaha menyelesaikan perkataannya. "Hanya saja..., hanya saja..., hanya kamu yang aku miliki saat ini."

Felix menangis, lagi.

Entahlah, rasanya akhir-akhir ini ia lebih sensitif dan sangat mudah menangis. Meski seperti yang dikatakan orang-orang bahwa ibu hamil biasanya memang lebih sensitif dan emosional, Felix sungguh tidak pernah merasa selemah ini. Dirinya memang sempat terpuruk dan merasa sedih saat kematiaan neneknya ataupun kehadiran bayinya, tapi ia masih berusaha untuk tegar karena ia percaya bahwa Tuhan memiliki skenario terbaik untuknya.

Tapi, kali ini. Felix sungguh merasa lemah dengan ketakutan dan berbagai kecemasan yang ada di dirinya serta pikiran-pikiran aneh yang mulai muncul di kepalanya.

Jika bukan karena bayi ini, kamu bisa memiliki perkerjaan yang lebih baik.

Kamu bisa mendapatkan beasiswa di kampus idamanmu.

Tidak akan ada masalah financial.

Bayi ini menghancurkan hidupmu, Lee Felix.

"Hentikan!" seru Felix lirih, berusaha menghilangkan semua pikiran aneh itu dengan kenangan bahagia.

amor noster; hyunlixWo Geschichten leben. Entdecke jetzt