quindecim

2.1K 370 30
                                    

Hunshine Delight

ㅡpresentㅡ

• amor noster: quindecim

Hwang Hyunjin, pemuda itu masih terlihat sangat tampan seperti terakhir kali Felix melihatnya. Aura angkuh khas seorang tuan muda pun masih melekat pada pemuda itu, begitu mencengkram tetapi juga menarik banyak perhatian. Tanpa sadar Felix malah ikut terpana sejenak karenakedatangan pemuda bermarga Hwang itu, ia pun langsung tersentak kaget begitu kesadarannya kembali dan langsung memutar tubuhnya.

Membelakangi Hyunjin sekaligus memutuskan kontak mata yang tadi sempat terjalin. Felix tahu bahwa tindakannya yang tiba-tiba itu bisa menimbulkan tanda tanya dan keheranan dari Hyunjin karena jelas-jelas kedua mata mereka tadi bertemu. Tapi, bukannya bersikap sopan dan memberikan sapaan singkat, Felix malah langsung membuang mukanya dan memberikan punggung dingin pada Hyunjin.

Hanya satu hal yang Felix harapkan saat ini, yaitu Hyunjin sudah melupakannya.

Lagipula mereka tidak banyak berintreaksi saat masih duduk dibangku sekolah, bahkan Felix juga bisa dibilang sebagai siswa bayangan karena dia tidak banyak bersikap aktif layaknya anak muda seumurannya dulu. Felix mengenggam kedua tangannya yang terasa dingin dan tanpa sadar mengigit bibirnya, wajahnya pun mulai terasa panas.

Felix tidak siap.

Tidak, dia memang tidak akan pernah siap untuk bertemu dengan Hyunjin.

Genggaman tangan Felix pada tangannya sendiri semakin keras hingga buku-buku jarinya memutih, bahkan ia bisa merasakan getaran kecil yang ditimbulkan oleh dirinya sendiri. Felix meringis pelan, kedua matanya ia pejamkan erat-erat. Berdo'a kepada Tuhan bahwa Hyunjin sama sekali tidak memikirkan tatapan mereka tadi dan pemuda itu sudah melupakannya sehingga hanya menganggapnya orang asing yang acak.

"Apa kamu baik-baik saja?" seorang wanita paruh baya menghampiri Felix dan menunjukkan raut khawatir.

Kepala Felix terangkat, menatap sosok wanita yang ada dihadapannya dengan tatapan ketakutan. Iya, dia takut.

"Kamu pucat, mungkin kamu harus duduk." Wanita itu ingin menawarkan tangannya pada Felix agar ia bisa menyokong Felix sehingga pemuda itu tidak terjatuh.

Felix tahu batas dari tubuhnya sendiri dan jika ia terus memaksa dirinya untuk berdiri, maka yang terjadi adalah ia akan terjatuh. Berusaha menenangkan pernapasannya yang sempat terengah-engah, Felix membisikan kata terima kasih untuk wanita paruh baya itu dan hendak menerima uluran tangan itu jika saja tidak ada suara yang menghentikannya.

"Felix?"

Dunia terasa berhenti bagi Felix dan kakinya terasa menjadi lebih lemah, ia tidak berani untuk menoleh kebelakang. Karena, demi Tuhan yang selalu memberikan berkahnya pada Felix, ia sangat tahu suara siapa itu. Bersamaan dengan suara itu juga Felix bisa mendengar suara langkah kaki yang berjalan mendekat ke arahnya. Felix menundukkan kepalanya, napasnya terasa semakin berat dan ia mulai merasa takut jika ia tidak bisa mengendalikan dirinya lebih dari ini.

Keringat dingin mulai menetes dari kening Felix dan ia merasa sedikit pusing. Stimulasi ini bahkan lebih buruk daripada sebuah mimpi buruk.

Perasaan tidak sanggup sudah mulai memenuhi seluruh tubuh Felix, ia mulai merasa bahwa keseimbangannya telah goyah dan tubuhnya akan jatuh kapan saja. Ia bisa melihat wanita paruh baya yang masih ada dihadapannya sedikit kaget dan memekik saat melihat tubuh Felix yang oleng. Tapi, sepasang tangan menahan tubuh Felix dan ia bisa merasakan bahwa punggungnya menabrak sesuatu.

amor noster; hyunlixWhere stories live. Discover now