BAB 4

13.1K 705 11
                                    

                Gerimis tipis turun membasahi bumi waktu aku berjalan keluar dari dalam kelas, setelah pembicaraan panjangku bersama Tere tadi. Cewek itu tak bisa pulang bersamaku karena ada yang harus diurusnya di kantor dekan, lalu segera menemui Glen, pacarnya.

Akupun juga segera meninggalkan kelas setelah menerima telepon dari Abian, yang mengatakan bahwa dia sudah menemukan tempat kos yanglebih baik daripada tempatku sekarang. Meskipun aku yakin, jika baik baginya belum tentu juga baik bagiku. Usia Abian memang hanya terpaut dua tahun diatasku. Namun terkadang aku merasa jika ia mempunyai pemikiran yang jauh lebih tua dari usianya.

Menghindari hujan, aku berjalan sedikit memutar yaitu melewati aula, dilanjutkan dengan fakultas tekhnik baru sampai tempat parkir. Meskipun agak jauh, lumayanlah karena gedung-gedung itu dihubungkan dengan kanopi sehingga aku tak akan basah, walaupun kakiku terasa semakin nyeri menggigit saat kugunakan untuk berjalan jauh.

Baru saja kakiku melangkah di teras aula, saat telingaku menangkap suara berisik yang familiar. Mataku menajam, begitu pula telingaku. Entah kenapa, aku yang biasanya tidak peduli kali ini merasa tertarik untuk mencari sumber suara tersebut. Aku berjinjit, sambil menahan sakit di telapak kakiku. Aku yakin jika suaraitu berasal dari dalam aula, makanya aku mencari celah yang pas agarbisa mengintip. Apa ini termasuk perbuatan kriminal? Andai saja iya, aku hanya ingin tahu. Apa yang orang-orang itu lakukan di dalam sana sampai suaranya begitu berisik.

Dapat! Aku menemukan celah dari pintu yang tak tertutup sempurna. Mataku awas menatap ke dalam aula yang lebar tersebut. Dan....ASTAGA!

LAGI!

Aku bisa memaklumi sedikit, jika cowok bermana Alexander itu bercinta dengan pacarnya di dalam kos. Tempat privasi, tertutup dan tak akan mungkin ada yang tahu kecuali jika mereka membuat suara berisik atau saling mengulum di loteng seperti semalam.

Namun kali ini, di dalam aula?! Demi apa? apa sudah tak ada tempat lain?

Aku menahan nafas, kembali menyaksikan adegan erotis di depan mataku. Tampak Alexander memepetkan seorang perempuan—yang berbeda dari dua perempuan kemarin—pada tembok. Melancarkan ciumannya di bibir perempuan itu sampai kehabisan nafas, meremas bagian-bagian tertentu sampai ku dengar perempuan itu merintih tak berdaya.

Aku masih tak bisa bernafas dengan nyaman sekarang, seakan leherku tercekat oleh sesuatu hal yang tak kasat mata. Jantungku berdetak cepat dan tubuhku merinding. Salahkan aku jika melihat ini semua?

Seakan tak puas menonton, hatiku semakin tak terima. OKE! Bisa diterima jika mereka melakukannya di tempat lain. Tapi ini kampus, tempat para mahasiswa menuntut ilmu. Bukan tempat untuk mesum, bahkan bercinta seperti itu.

Tanpa menunggu lama, aku mengarahkan kameraku ke sana. Mengambil video yang entah akan kupergunakan untuk apa nanti.

******

"Gimana tempatnya Sha?" Abian membuyarkan lamunanku.

Aku menoleh cepat, kembali mengedarkan pandang pada ruangan berukuran 4x6 meter di depanku. Yah, kurasa tempat kos ini tidak buruk. Ada kamar mandi juga, dapur kecil, aman tapi sayangnya tak punya loteng secantik loteng di kosku.

"Ada CCTV 24 jam mbak, juga ada jam malam. Paling lambat jam sepuluh harus sudah di dalam, karena selepas jam itu kos kami kunci dari dalam." Seorang ibu-ibu berusian limapuluhtahunan menjelaskan. Badannya tambun dengan daster yang membalut tubuhnya. Mirip ibu kos yang biasa ada di sinetron-sinetron.

Aku mengangguk kecil. terserah sajalah, pikirku. Lagipula sejak aku melihat adegan dewasa tadi, konsentrasiku buyar. Kepalaku terasa pening dan rasanya mual sekali. Mungkin aku risih melihat hal seperti itu. Hal yang aku anggap sangat tabu dan kuhindari di hidupku, justru akhir-akhir ini menjadi tontonan wajibku.

"Lagipula tempatnya kan deket sama kos lo Sha. Jadi nanti kalau pindahan nggak terlalu repot." Ujar Abian kemudian.

Aku hanya mengangguk, tak menatap wajahnya. Tanganku sibuk mengetik sebuah pesan pada Tere. Ada keinginan di dalam diriku untuk menunjukkan video itu padanya.

Aku : (video sent.)

Tere: What is it?

Aku : buka please!

Untuk beberapa detik ponselku hening. Mungkin Tere sedang melihat video yang tadi kukirim.

Tere : OMG! Gila tuh cowok. Maniac sih maniac, tapi nggak pakek di kampus juga kali.

Aku mengigit bibir bawahku. Mencoba menetralkan degup jantungku yang sejak tadi tak bisa aku kuasai. Semalam aku memang melihat adegan ciuman hot antara Alexander dan seorang perempuan, dan hari ini aku melihat adegan lebih dari itu.

"Sha, lo nggak apa-apa?" Abian menggoyang-goyangkan tanganku. "Wajah lo pucet. Sakit?"

Aku mengangkat dagu lalu menggeleng tegas.

"Enggak." Jawabku datar. "Hanya sedikit meriang."

"Kita ke dokter gimana?"

Aku kembali menggeleng.

"Tidak usah, gue cuma pengen tidur aja."

Kulihat Abian menghela nafas.

"Baiklah." Ia mengalah. Tahu jika memaksaku tak akan ada hasilnya. "Jadi kosnya gimana?"

"Kalau setuju, ibu masukin ke booking list." Ibu setengah baya itu menyahut dengan nada sedikit memaksa. Tampak dari wajahnya ia sangat berharap aku menepati kos ini.

Aku belum menjawab, kembali mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Mungkin pindah kos adalah pilihan tepat, agar aku tidak terus berurusan dengan cowok playboy bernama Alexander itu.

"Baiklah. Saya setuju bu." Jawabku akhirnya.

**** 

iL Legame (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang