Bab 9

10.1K 630 1
                                    

                "Stop! Berhenti!" Aku berteriak pada Alexander yang mengemudi di sampingku.

Mungkin karena terkejut, pria itu menghentikan mobilnya mendadak sehingga menimbulkan suara decit ban yang beradu dengan aspal.

"Why?" ia berontak tak mengerti.

Aku menatapnya sekilas lantas berdecak, sebelum akhirnya membuka pintu mobil hitam itu dan berjalan masuk ke dalam minimarket. Meskipun hari ini aku hampir saja dibuat jantungan gara-gara dia, namun melihat wajahnya yang lebam-lebam begitu membuang naluriku bergejolak. Bagaimanapun aku harus mengobati luka itu. ya setidaknya sebagai ucapan terimakasihku atas pertolongannya membawaku ke rumah sakit waktu itu, menyelamatkanku di tangga dan sebagai bentuk penyesalanku karena membuatnya di skors selama tiga bulan.

"Diam, jangan banyak bicara." Kataku setelah kembali duduk di sampingnya. Ia sedikit terkejut ketika melihatku keluar dari dalam apotek dengan membawa betadine, steril water, kapas dan beberapa barang penting lainnya untuk mengobati luka.

"Gue nggak yakin." Decaknya, namun ia menurut begitu saja dengan menghadapkan mukanya padaku. "Kemarin saja kaki lo sampai infeksi."

Aku tak terpengaruh. Tak ambil pusing lebih tepatnya. Tenagaku sudah habis untuk berlari mengimbangi langkahnya yang begitu lebar-lebar tadi.

"Gue tau kalau lo dendam sama gue." Aku bergumam ketus. Tanganku sibuk mengolesi lukanya dengan betadine. "Tapi gue bener-bener nggak habis pikir, lo bakalan ngajakin gue ke tempat yang....." aku berdecak tak sanggup meneruskan kalimatku.

"Tempat kotor?" Alexander menyambung. Sedang aku tak menjawab. sebenarnya aku tak mau mengatakan hal itu. Kalimat itu terlalu berlebihan, namun baiklah... jika ia mendeskripsikan ajang balapan tadi sebagai tempat yang 'kotor'. That's true! Itu kebenaran yang tak bisa aku sangkal.

"Jadi apa, lo pengennya gue bawa ke hotel daripada tempat seperti tadi?"

Reflek aku langsung menekan lukanya dengan keras, membuat Alexander mengerang kesakitan.

"Berurusan dengan sesuatu yang melanggar hukum?" dengusku. "Akh, itu bukan kepribadianku."

Alexander tersenyum sinis. "Jadi lo nggak suka sesuatu yang menantang adrenalin seperti tadi?"

Aku belum menjawab. menyudahi acara medikasi luka tersebut dengan menutup botol betadine rapat-rapat.

"No!"

"Padahal mengasyikkan."

Aku mencebik. Menaruh botol betadine dan kapas ke dalam plastik lalu melemparnya ke kursi belakang. "Kalau lo sakit lagi, pakek itu." gumamku.

"Lo nggak tau akibatnya kalau lo tertangkap?" kataku kemudian.

"Paling juga dipenjara." Jawab Alexander santai. Aku meliriknya sekilas, malas berdebat lebih tepatnya. Kugeser kepalaku sampai bersandar pada kursi.

"Gue bukan manusia yang suka dengan sesuatu yang menantang adrenalin kayak tadi." Dengusku dengan mata terpejam. "Iya gue akui gue salah, gue yang udah ngebuat lo di skors selama tiga bulan. Tapi gue mohon, jangan balas dendam dengan cara seperti tadi karena enggak lucu."

Hening.

Aku tak mendengar jawaban apapun dari Alexander. Namun aku melihat matanya terus saja menatapku. Entah apa yang dipikirkannya, mungkin ia sedang menimbang perbuatannya tadi dan merasa bersalah padaku.

iL Legame (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang