Bab 39

17.8K 599 80
                                    

                Sore itu, sebelum kembali ke Bandung aku minta ijin pada Tere untuk kembali ke aula sebentar. Padahal kami sudah berada di parkiran dan bersiap pulang.

"jangan lama-lama Sha!" pesan Tere sebelum akhirnya aku kembali masuk ke dalam aula yang sudah sepi.

Pengunjung sudah mulai meninggalkan pameran satu persatu. Hanya ada beberapa orang disana, termasuk aku dan beberapa cleaning service yang tengah menyapu lantai.

Ada sesuatu yang menarikku untuk kembali ke sini meski sebentar. Menatap lukisan gerbong itu sedikit lebih lama, kembali mengingat kenangan-kenangan pendek bersama anak-anak dan juga Alexander. Aku tersenyum, seakan aku kembali larut pada masa lalu dan berada di sana. Di rumah gerbong yang kini mungkin hanya tinggal cerita. Terlalu pahit untuk di kenang, namun begitu sayang untuk di lewatkan.

Sedang asyik-asyiknya bergelut dengan kenangan, tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh seseorang yang berlari disampingku dan tanpa sengaja menabrakku. Membuat tas selempang yang berada di bahuku terjatuh begitu saja di lantai.

Aku berdecak, ingin mengumpat namun orang itu sudah berlari menjauhiku. Percuma meskipun aku berteriak dia juga tak akan mendengarku.

Dengan malas aku menunduk, hendak mengambil tasku. Namun baru saja tanganku terulur, sebuah tangan dengan jam berwarna hitam yang melingkar di pergelangannya lebih dulu mengambil tasku dan mengulurkannya padaku.

Aku menerima tasku dengan cepat. "Terimakasih...terimaka—" Aku tak melanjutkan kalimatku. Tubuhku membeku tiba-tiba saat tahu siapa yang kini berada tepat di hadapanku.

Dia tersenyum, sangat manis. Sebuah senyuman hangat yang selama lima tahun ini sangat kurindukan, sebuah senyuman hangat yang selama ini terus datang di dalam mimpi-mimpiku sepanjang malam. Dan pemilik senyum itu sekarang berada di sini, nyata.

Cukup lama kami saling menatap tanpa mengucapkan satupun kalimat. Sebelum akhirnya suara Chandelier mengalun nyaring di aula yang kini sudah sepi.

Aku terkejut, begitu juga dia. kami sama-sama meraba saku jeans yang kami pakai dan mengeluarkan ponsel kami.

Sedetika kemudian kami saling pandang dan tertawa.

Rupanya kami masih memiliki nada dering yang sama.

CHANDELIER!

******* 

iL Legame (tamat)Where stories live. Discover now