Bab 29

4.7K 258 0
                                    

                Jujur, aku masih sulit menerima kenyataan ini. Bahkan aku masih merasa jika apa yang terjdi pada hidupku beberapa hari ini hanyalah mimpi buruk yang tidak nyata. Hubungan yang aku kira luar biasa, hubungan yang aku kira akan mampu aku jaga selamanya ternyata berakhir sia-sia.

Meskipun aku sama sekali tidak percaya dengan alasannya meninggalkanku, namun hati ini tetap sakit. Sakit saat melihat dia bergandengan dengan cewek selain aku, sakit saat dia pergi dengan cewek selain aku, sakit saat melihatnya kembali seperti dulu, berciuman dengan cewek di sembarang tempat dan sakit saat aku membuka mata di pagi hari, aku tak menemukan satupun ucapan selamat pagi darinya di ponselku.

"Ini susu yang lo pesen...." suara Tere mengaburkan lamunanku. Padahal aku sudah merasa nyaman dengan menidurkan kepalaku di atas meja sambil nyalang menatap ke luar jendela cafe. Melihat hiruk pikuk kendaraan yang silih berganti.

"Gue mintanya kopi." Jawabku, lantas mengangkat kepala dan menggeser tubuhku agar cewek itu bisa duduk di sampingku.

"Sha....please jangan nyiksa diri lo kayak gini." Abian menyodorkan susu yang Tere letakkan di atas meja tadi. "Di minum gih susunya. Nggak bagus kebanyakan kopi padahal perut kamu belum keisi."

Aku mendengus, mengambil gelas susu coklat itu dengan terpaksa. Menatapnya sekilas sebelum menyesapnya sedikit dan mengembalikannya ke atas meja.

"Nanti malem kita nge-mall yuk Sha. Ada lipstik yang mau aku beli nich..." Tere membuka suara, menghindari keheningan. Setelah kejadian itu baik Tere maupun Abian berusaha untuk selalu menghiburku. Namun sekeras apapun mereka mencoba, hatiku tak akan bisa kembali seperti dulu. Ada ruang dihatiku yang tiba-tiba terasa kosong dan hampa. Semua hal yang kulakukan seperti tidak ada artinya.

"Gue ada kelas nanti sore." Jawabku pelan.

"kelas?" Tere menatapku. "Kelas apa?"

"Bahasa Inggris."

Tere manggut-manggut.

"Oh itu...." ia mengerucutkan bibir. " Bolos aja gimana?"

Aku menggeleng. "Kalau absensi gue kurang, gue bisa dapet nilai D." Jawabku.

"Emm....gimana kalau nanti malem lo tidur di kos gue. Atau gue tidur di kos lo? Cowok gue lagi nggak bisa nemenin gue."

"Bener tuh Sha, tidur berdua aja sama Tere. Daripada sendirian."timpal Abian.

Aku menggeleng. "Gue pengen sendiri."

Hening. Untuk beberapa saat hanya terdengar tarikan nafas kecewa dari Abian dan Tere.

"Eh Sha....lo tau nggak Tika? Anak jurusan Pertanian itu? lo tau nggak kalau dia tadi di hukum sama dosen gara-gara telat?!" Tere kembali membuka suara.

"Oh.....iya...iya...gue tau! Wajahnya yang kalau pake dempul macam badut itu berubah jadi kayak kepiting rebus saking malunya. Jadi kayak kepiting di bedakin!" Abian terkekah, disusul tawa Tere yang justru terdengar garing di telingaku.

Aku menarik nafas pelan, memandang kedua sahabatku satu persatu.

"Kalian nggak usah berusaha ngehibur gue gitu deh...." ku sambar totebag di sampingku.

"Nggak lucu." Aku berdiri hendak meninggalkan mereka, namun urung kulakukan saat kulihat sosok Alexander masuk ke dalam cafe bersama Bagas dan seorang cewek cantik berambut pirang.

Meskipun akhir-akhir ini aku sering melihat dia seperti kembali ke wujud aslinya dengan bergonta-ganti cewek setiap hari, namun hatiku belum bisa sepenuhnya menyesuaikan itu semua. Di hatiku yang paling dalam justru aku merasa jika Alexander hanya melakukan semua itu untuk menutupi sesuatu, agar aku menjauh dan membencinya. Namun sekali lagi, aku tidak bisa. Justru setiap melihatnya, aku ingin menangis lalu memeluknya dengan erat.

Aku berdiri mematung saat Alexander berjalan di depanku. Kami sempat beradu pandang sebentar sebelum akhirnya dia membuang muka.

"Al!" panggilku kemudian, sebelum dia benar-benar jauh.

Abian menghentikan langkahnya, begitupun kedua orang yang bersamanya, mereka menoleh kearahku bersamaan.

"Kita perlu bicara." Kataku pelan menatapnya yang masih berdiri membelakangiku.

Please, lihat aku dan jawab aku....

"Nggak ada yang perlu dibicarain." Jawabnya ketus setelah hening beberapa saat. "Dan lo jangan ganggu gue lagi." Ia menarik lengan gadis yang berada di sampingnya, lantas menjauhiku. Mengambil tempat duduk di sofa paling ujung untuk menghindariku.

Aku membuang nafas sedihku, mataku terasa panas. Sakit sekali saat diabaikan oleh orang yang kita cintai dengan kejam seperti ini.

"Sha...." Abian mencekal lenganku. "Lo nggak apa-apa?"

Aku menggeleng.

"Gue kenapa-kenapa Bi." Jawabku lantas segerra bergegas meninggalkan tempat ini. mungkin besok dan seterusnya cafe ini bukanlah lagi cafe yang bisa nyaman untuk ku kunjungi.

****

Waktu sudah menujukkan pukul tujuh malam saat perkuliahan terakhir selesai. aku sengaja keluar kelas paling akhir, ingin merasakan suasana malam yang sunyi apalagi hujan tengah mengguyur deras saat ini.

Aku lihat teman-teman sekelasku sudah berhamburan pergi meninggalkan gedung. Ada yang membawa kendaraan sendiri, dijemput pacar dan bahkan ada yang ngacir begitu saja menerobos hujan. Tinggal aku sendiri di sini, berdiri dengan tatapan kosong memandang hujan dan malam yang pekat.

Aku ingat beberapa bulan lalu, persis di tempat ini mirip seperti D'javu. Bedanya waktu itu aku bertemu Alexander dan dia mengajakku untuk pulang bersamanya. Waktu itu segalanya terekam biasa saja, namun ketika sudah menjadi kenangan seperti ini, rasanya luar biasa. Dan aku ingin mengulanginya lagi.

Angin malam berhembus menerpa wajahku, memaksaku untuk melipat kedua tangan lebih erat. Karena capek berdiri, aku menurunkan tubuhku dan duduk di salah satu kursi panjang di sana. Sedang mataku kosong menatap selembar daun menguning di atas marmer putih itu. mungkin daun itu sama sekali tak menarik untuk manusia-manusia berfikiran normal, tapi buatku, melihat daun dengan ujung-ujung menguning itu sudah lebih dari sekedar hiburan.

Sedang asyiknya menatap daun itu, tiba-tiba saja sepasang kaki beralaskan sepatu kets putih menginjak daunku dan berdiri tepat di depanku.

"Ayo pulang!" Sebuah suara bariton menyatu dengan gemericik hujan di luar sana.

Aku mendongak, lantas tersenyum tipis menatap pria yang sedang mengulurkan payungnya padaku.

**** 

iL Legame (tamat)Where stories live. Discover now