Bab 8

10.7K 602 7
                                    

                "Alisha bisa minta tolong." Wajah ramah itu tersenyum padaku."Tolong antarkan buku-buku ini pada Nadine. Aku tak bisa kesana sekarang karena menjadi panitia pertandingan. Dan dia membutuhkan buku-buku ini sekarang."

Itulah yang dikatakan Anet, teman sekelasku saat ia menepuk pundakku beberapa waktu yang lalu.

Kita memang bukan sahabat, namun tak ada salahnya juga bagiku untuk menolongnya mengantarkan buku-buku itu ke rumah Nadine. Lagipula aku bebas, sudah tidak ada perkuliahan hari ini.

Dan sekarang, lewat secarik kertas berisi alamat yang diberikan Anet padaku tadi. Aku berjalan menyusuri satu persatu perumahan elite di depanku. Rumah bernomor 34 dengan cat warna coklat.

Ketemu!

Tanpa menunggu lama, aku langsung memencet bel. Dan tak lama kemudian pintu pagar berbahan papan kayu itu terbuka, Nadine muncul dari dalam.

"Haiii Alisha...." dia mencium pipi kanan kiriku. "I'm so sorry...sudah ngerepotin lo."

Aku tersenyum, menyerahkan kardus berisi beberapa buku tebal itu pada Nadine.

"No problem. Gue juga lagi free kok." jawabku.

"Masuk dulu yuk?" ajak Nadine kemudian.

Aku menggeleng.

"Enggak usah. Udah sore Nad. Lagipula gue mau ngerjain tugas dari profesor Anton." Tolakku halus. Aku dan Nadine tak begitu akhrab, dan aku rasa kami akan canggung nanti jika Cuma berdua saja. Apalagi aku tipe orang yang tidak bisa basa-basi.

"Yaaah..." Nadine menghela nafas kecewa. "baiklah kalau begitu. Thanks a lot." Ia mengangkat kardusnya tinggi-tinggi.

Aku tersenyum. Menepuk lengannya pelan sebelum akhirnya meninggalkan rumah Nadine. Berjalan kaki menuju jalan besar untuk mencari taxi, angkot, bus atau angkutan umum lainnya.

Sore ini begitu tenang dan juga lumayan nyaman. Angin sore berdesir lembut, memainkan pucuk pohon palem yang berderet rapi sebagai pembatas jalan. Berderet rumah megah dengan pintu gerbang tertutup tampak berbaris saling berhadapan. Aku berjalan perlahan, selain tak ingin capek, juga kedamaian ini rasanya terlalu sayang untuk dilewati.

Aku lupa sudah berjalan sejauh mana, tapi telingaku tiba-tiba mendengar pintu gerbang berderit, seseorang sedang membukanya. Namun aku tak menoleh, berjalan santai menjauhi suara dari belakangku tersebut.

"Alisha?"

Dan kini aku menghentikan langkahku. Memastikan jika aku tak salah dengar.

"Alisha!" suara itu kembali memanggilku. Aku tak ingin mempercayai pendengarannku. Namun suara itu,....

Akh! Kenapa harus mendengar suara itu lagi sekarang?

"Lo pura-pura tuli, atau tuli beneran?!"

Dan kali ini aku menoleh, dengan tangan terkepal kuat karena kesal.

Benar seperti dugaanku, cowok berbaju hitam itu berdiri menatapku dengan senyum miring yang menyebalkan seperti biasanya.

"Dunia memang sempit, atau lo yang sengaja ngikutin gue kemari?" ia berjalan mendekatiku.

Aku tak menjawab, kepalaku justru beralih pandang pada rumah megah dengan gerbang terbuka di depanku ini. Jadi, ini rumah dia?

"Jawab gue!" dia membuyarkan lamunanku.

iL Legame (tamat)Where stories live. Discover now