Bab 35

6.2K 312 1
                                    

                Aku terbangun dengan keadaan yang tak cukup baik menurutku. Wajahku kaku dan kepalaku masih berdenyutt hebat. Ku kerjapkan mata perlahan, seperti dugaanku aku memang terbaring di rumah sakit lagi sekarang. hebat! Belum genap seminggu aku sudah dua kali menginap di tempat ini.

Hal pertama yang kudapat selain selang infus yang terpasang ditanganku adalah beberapa pasang mata yang menatapku dengan raut khawatir. Tak ada yang tersenyum, mereka semua terlihat mengerutkan alis saat menatapku.

Ada Abian, Tere dengan Glen kekasihnya, Samuel, Bagas dan.....Alexander!

Apa aku bermimpi lagi?

Berkhayal lagi bahwa cowok itu ada di sini.

Untuk memastikan, aku menarik salah satu tangaku dan mencubit lenganku.

"Ooww.....!" Aku memekik.

"Kenapa Sha?" Alexander mencondongkan tubuhnya, begitu juga semua orang yang ada di situ.

Aku menggeleng lalu tersenyum. "Enggak. Aku pikir lagi mimpi."

"Yaelaaaah..." Tere menimpali. "Kita nungguin lo semaleman sampai nggak bisa tidur, dan sekarang lo anggep kita Cuma mimpi?" Decaknya pura-pura kecewa. "Keterlalun lo ya."

"Sorry Ter. Karena terakhir....."

"Kamu udah nggak apa-apa Sha?" Abian memotong kalimatku.

Aku mengangguk pelan.

"Udah nggak papa kok. Cuma agak pusing. Mungkin efek tonjokan." Jawabku.

"Syukurlah, gue cemas lo kenapa-kenapa." Hela Abian lantas melirik Alexander. "Lo kurang kerjaan banget sih Sha, ngapain sih pakek acara keluyuran malem-malem ke tempat kayak begitu!"

Aku tak menjawab karena aku tahu Abian sengaja menyindir Alexander.

"Tapi lo hebat banget Sha." Samuel memecah suasana. "Yang nonjok lo itu algojonya geng-nya Edgar. Pitingannya aja kerasa sampai ubun-ubun apalagi tonjokannya. Dan lo Cuma pusing? Luar biasa!"

Aku tersenyum samar, tidak tahu harus menjawab apa dengan kalimat yang baru saja Samuel katakan. Haruskah aku bangga?

"Terus, gimana Edgar dan teman-temannya?" tanyaku kemudian.

"Di garuk polisi." Jawab Bagas.

"Kok bisa?"

"Gue sebenernya udah ngomong sama mereka buat datang terakhir dan bawa polisi buat jaga-jaga kalau Edgar main curang. Dan ternyata bener." Alexander menyahut. Aku menatapnya dan dia menatapku, kami berpandangan beberapa saat sebelum akhirnya dia membuang muka saat aku hendak bertanya tentang lebam-lebam di pipinya.

*****

Kamar perawatanku menjadi sepi setelah semua orang pergi. Hanya tinggal aku dan Alexander yang duduk di sampingku, masih sama dengan posisinya tadi.

Kami berdua sama-sama hening, mungkin pikirannya sama sepertiku—bingung akan memulainya dari mana setelah kami sama-sama tak pernah bertegur sapa selama hampir sebulan.

"Wajah kamu luka...." kataku setelah keberanianku untuk menyapanya muncul.

Dia meraba wajahnya. "Nggak apa-apa, udah sembuh....." jawabnya datar. Sedang aku hanya mengulas senyum, bagaimana wajah membiru seperti itu sudah dikatakan sembuh?

iL Legame (tamat)Where stories live. Discover now