Bab 37

6.5K 324 3
                                    

                Setelah aku mengabari papa tentang keputusanku pindah ke Bandung, esoknya mama datang ke Jakarta. Aku cukup terkejut dengan kedatangan mama, karena aku pikir papa yang akan menjemputku.

Kami menangis berpelukan di depan pintu. apalagi mama, tak hanya menangis, ia terus mengucapkan maaf padaku berulang kali.

Papa benar, bahwa manusia pasti punya kesalahan dan tugas kita adalah memaafkan. Jadi kenapa aku tak mencoba dan memaafkan mama dan kembali menerima semuanya. Apalagi dia adalah mamaku, seorang wanita yang telah melahirkanku.

"Bisa kamu antar mama ke suatu tempat?" tanya mama setelah kami duduk di dalam kos. Tangis kami sudah reda, hanya sisa mata sembab yang masih terlihat cukup jelas.

"Kemana ma?" tanyaku penasaran. Kutatap wajahnya yang kelihatan lebih tirus dari sebelumnya. Apakah tanpa kabarku mama memang benar-benar merasa kehilangan, sampai tubuh yang biasanya segar dan sehat itu kini terlihat lebih renta dari biasanya.

Mama hanya menjawab dengan senyum kecil.

Aku mengangkat bahu, memang masih sedikit canggung untuk bersikap biasa saja dengan mama. Mungkin karena kami sempat tak saling berkabar beberapa minggu terakhir. Namun aku yakin jika kami akan kembali seperti dulu, seiring berjalannya waktu.

*****

Aku cukup terkejut saat mama membawaku ke sebuah rumah yang sama sekali tak asing bagiku.

Rumah Alexander!

Entah dapat darimana alamat rumah Alexander, namun sekarang kami memang benar-benar berada di sini. Asisten rumah tangga Alexander tampaknya masih mengingatku dengan baik, terlihat dari pertama kali membuka pintu, wanita seapruh baya itu langsung mengatakan 'Den Ale ada diatas mbak, sama ibu."

Deg!

Jantungku seolah berhenti berdetak. Apa yang harus aku katakan kepadanya nanti setelah kami bertatap muka? Bagaimana ekspresinya saat bertemu mama dan bagaimana keadaan tante Risa nanti setelah kami pergi.

"Ma.....kita pulang saja...." desisiku menarik-narik lengan mama. Sedangkan kakiku justru berlawanan dengan hatiku. Kami sekarang sudah menjejaki tangga satu persatu. Mengikuti asisten rumah tangga Alexander yang mengantar kami menuju kamar atas.

Benar dugaanku.

Alexander menatap mama dengan nyalang saat asisten rumah tangga itu membuka pintu. jelas dia terkejut, wajahnya tampak tegang. Bergantian menatapku dan mama yang masih berdiri di depan pintu.

"Ada tamu ma...." Alexander meletakkan piring yang dibawanya di atas nakas, lalu mendorong kursi roda mamanya untuk menatap kami. Rupanya Alexander sedang menyuapi mamanya tadi.

Seperti biasa tante Risa tak bergeming. Namun kali ini ekor matanya terus menatap mama. Meskipun beliau tak bicara namun matanya juga menyiratkan sebuah tanda tanya besar dan juga amarah. Akh mama, sebesar apa luka yang sudah mama torehkan pada keluarga Alexander? Sampai mereka memandang mama dengan cara seperti itu?

Aku hanya sebagai penoton dalam adegan ini. melihat dengan mata kepalaku sendiri mama berjalan mendekati Alexander dan tante Risa yang tak bergumam sedikitpun. Aku menunduk, mataku terasa panas. Tidak tahu apa yang aku pikirkan saat ini. Pria yang kucintai dan mama yang kusayangi terlihat tak baik-baik saja. mereka berdua terluka, dengan masalah yang sama dan alasan yang berbeda.

Aku yakin, jika Bukan karena Alexander adalah cowok yang kucintai, mungkin mama juga tidak akan datang kesini dan meminta maaf. Mungkin mama justru mengubur semuanya dan menganggap ini semua tak pernah terjadi. Namun aku tahu jika mama lakukan semua ini demi aku. Agar aku tak terus menerus membencinya dan mengutukinya sepanjang hidupku.

Mama mengusap air mataya yang sudah berlinang di pipi. Dengan perlahan dan sangat mengejutkan ia tiba-tiba saja bersimpuh di depan tante Risa dengan isakan yang tak bisa disenbunyikan.

"Maafkan saya mbak.....maafkan saya......" isak mama dalam tunduknya. "Saya salah mbak.....saya berdosa...." mama terus mengutuki dirinya sendiri.

Aku memalingkan wajah, tidak tega melihat kejadian ini. kedua wanita ini sama-sama terluka, dan kami anak-anak mereka juga terluka. Terluka karena keadaan dan masa lalu yang mereka ciptakan. Aku mengusap air mataku cepat sebelum akhirnya menatap Alexander yang ternyata sedang menatapku dengan mata berkaca-kaca.

"Maafkan saya sudah membuat mbak seperti ini. maafkan masa lalu saya, maafkan anak saya. Maafkan keluarga saya....." kembali mama terisak dan semakin membuat hatiku remuk redam.

Angin sejuk yang melewati jendela bukan lagi hal yang menyenangkan saat ini. ruangan ini begitu sempit dan menyakitkan. Aku kembali menatap ketiga orang yang berada di depanku. Alexander yang berdiri di belakang mamanya dengan mata memerah menahan tangis, tante Risa, dan mama yang juga terus menangis. Semuanya bagai sebuah drama yang sedang kutonton dan berada di akhir episode.

Seorang wanita yang menyesal namun tak bisa mengembalikan semua seperti dulu, seorang wanita di atas kursi roda yang ingin bangkit dari duduknya dan menghajar wanita yang sudah merebut suaminya namun tak bisa ia lakukan karena keadaan, seorang anak laki-laki yang terluka batinnya karena masa lalu orangtuanya dan kehilangan kekasihnya. Semuanya lengkap, tersaji di depanku menjadi sebuah pemandangan yang memilukan.

Sedangkan aku?

Aku masih berfikir. Mungkin tidak semua pertemuan akan berakhir bahagia. Terkadang beberapa orang dipertemukan hanya untuk mengubah masa lalu, sebagai pelajaran dan sebagai perantara untuk hubungan lain yang lebih baik.

******* 

iL Legame (tamat)Where stories live. Discover now