Bab 18

6.8K 364 0
                                    

                Dua hari berlalu, aku sama sekali tak mendapatkan kabar sedikitpun dari Alexander. Bahkan pesan dan teleponku tak diresponnya satu pun. Hal itu membuatku mulai kesal. Jikapun ada suatu hal peting yang mendesak,seharusnya ia mengatakan padaku agar aku tak menunggu dan juga khawatir seperti ini. apakah dia pikir, menunggu telepon atau chat dari seseorang yang kita cintai itumenyenangkan? Itu sama saja seperti sedang membunuh pelan-pelan.

"Lo kenapa sih Sha?" Abian menatapku dengan bingung. Bahkan mungkin saking penasarannya, ia meletakkan garpu yang berisi sossis bakar itu kembali ke piringnya.

Aku mendengus, menghentikan kegiatan menggigit-gigit ujung kukuku yang sudah kulakukan sejak tadi. Jika pinggiran kukuku itu bisa bicara, mungkin sudah berteriak-teriak kesakitan karena aku memperlakukannya seperti itu.

"Tidak!" jawabku kemudian, menyambar espresso-ku dan menenggaknya. Berharap sekali lagi jika cafein bisa membuatku sedikit lebih santai.

Abian tak menyahut, ia hanya membuang nafas lalu menyandarkan tubuhnya di kursi. aku tahu jika dia tak puas dengan jawabanku, dan aku juga tahu jika dia juga tidak percaya.

"Mana mungkin lo baik-baik saja, bahkan sejak pertama kita datang kecafe ini lo sama sekali tidak mengalihkan pandangan dari arah pintu." protesnya.

Aku menoleh padanya sekilas. Ya, hanya sekilas karena suara Flashlight dari Jessie J tiba-tiba mengabur berbarengan dengan suara pintu cafe yang terbuka dan telingaku menangkap suara tidak asing muncul dari arah pintukaca yang sejak tadi tertutup rapat.

Hatiku sedikit lega manakala melihat Bagas dan Samuel muncul dengan celotehan mereka. Dan berharap, sangat berharap jika di barisan paling belakang ada Alexander yang mengikuti mereka. Namun lagi-lagi aku kecewa. Pintu cafe kembali tertutup sempurna, dan suara dari Jessie J kembali mengalun memenuhi ruangan.

"Lo nungguin cowok itu ya?" tanya Abian tiba-tiba.

Aku menaikkan alis.

"Namanya Alexander Bi. Please deh...."

"Terserah, gue nggak peduli nama cowok itu siapa."gumam Abian sewot.

Aku menunduk, merasa bersalah pada Abian karena sejak tadi tak memperdulikannya padahal aku yang menyuruhnya datang kemari. Satu-satunya alasanku datang ke cafe ini karena berharap bisa bertemu dengan Alexander seeperti biasanya.

"Bi, tunggu di sini ya?" kataku kemudian.

"Kemana?" Abian menoleh dan sekali lagi dia urung menggigit sosis yang berada di tangannya.

Aku tak menjawab, bergegas meninggalkan mejaku dan berjalan menuju meja Bagas dan Samuel di dekat pintu. tanpa memperdulikan lagi ekspresi Abian yang tengah menatapku.

Saat melihat kedatanganku, kedua cowok dari fakultas kedokteran hewan itu menatapku penuh keheranan, apalagi saat aku menanyakan keberadaa Alexander. Bukan jawaban yang kudapat, melainkan derai tawa yang keluar renyah darri mulut mereka.

"Bukannya lo ceweknya?" tanya Bagas setelah ia bisa memelankan tawanya. Ia menatapku dengan jidatberkerut. "Kenapa malah tanya sama kita?" ia melempar pandang pada Samuel yang duduk di depannya.

"Alisha...." samuel menyebut namaku setelah meneggak kopinya. "Udah berapa hari dia ngilang?"

Aku mendesah, melipat kedua tanganku di depan dada sementara mataku tajam menatap dua orang cowok yang duduk di depanku.

iL Legame (tamat)Where stories live. Discover now