Bab 24

5.4K 276 0
                                    

                Siang cukup terik hari ini. Jika saja tidak ada kuliah , mungkin aku masih bermalas-malasan di tempat tidur menghidupkan ACdan makan beberapa potong ice cream. Namun karena kuliah hari ini penting, mau tidak mau aku bergegas, bersiap untuk berangat meskipun sejujurnya aku malas melakukannya.

Untuk saja aku punya cowok yang dengan murah hati mau menjemputku dan mengantarku ke kampus. Jadi aku bisa menghindari trotoar panas hari ini.

"Sebenarnya aku malas untuk berangkat hari ini." gumamku, memasukkan sesendok ice cream cokelat ke dalam mulutku. Kami berdua berjalan beriringan menuju fakultasku. Banyak pohon rimbun di sini, jadi kami berdua bisa sedikit menghindari panas.

"Bolos mau?" Alexander langsung menoleh padaku.

Aku berdecak, mencubit hidungnya sebelum akhirnya menyuapinya dengan ice cream-ku.

"Aku ingin lulus tuan muda!" jawabku. "Aku tidak ingin mama semakin membabi buta memusuhiku jika aku tidak berprestasi!"

Alexander tertawa.

"Sebenarnya aku juga ingin segera menyelesaikan kuliahku. Hanya saja aku sekarang di skors karena seseorang membuatku......"

"Stop!" Aku mengangkat tangan sebelum Alexander menyelesaikan kalimatnya. "Apa kamu suka membuatku merasa bersalah terus menerus?" protesku.

Dia menggeleng, namun dengan senyum. "Apa karena hari ini terlalu panas, jadi kamu juga gampang marah Sha?"

Aku mencebik. Kesal setiap Alexander menjadikan masa skors-nya sebagai candaan. Aku akui semua itu memang karena kesalahanku. Coba dulu aku tidak latah dengan merekam aksinya di kampus, mungkin dia tak akan ketinggalan perkuliahan selama tiga bulan.

"Aku minta maaf...." aku menunduk, menatap ujung sepatu hitamku yang menginjak kotak-kotak paving.

"Sudahlah...." dia merangkulku. "Kalau tidak ada hari itu, mungkin kita tidak akan bisa menjadi seperti ini."

"Tapi kamu lulusnya juga molor 'kan. Iiihhhh....kenapa sih dulu aku kurang kerjaan banget!" decaknya.

Alexander tertawa.

"Sebenernya kamu udah tertarik sama aku. Ya khaaan...?"

Aku melengos lalu membuang senyum. Mungkin apa yang dikatakannya ada benarnya juga. mencintai dan membenci seseorang itu bedanya tipis. Karena saat mencintai dan membenci kita sama-sama akan memikirkan orang tersebut.

"Jangan pernah salahkan dirimu karena masa lalu Sha. jika tak ada masa lalu, tak akan pernah ada hari ini." gumamnya bijak.

Aku mencubit pipi Alexander gemas.

"Sejak kapan sih pacarnya aku berubah jadi pak Mario Teguh, ha?"

"Eh, jangan salah lho. Pacar kamu ini bisa jadi apa aja! Contohnya sekarang, jadi supir pribadi kamu." Kekahnya.

Aku mencebik. "Iya.....iya.....iya....makasih!"

"Alisha!" seseorang berteriak padaku.

Aku dan Alexander menoleh bersamaan. Tere berjalan menuju ke arah kami dengan cepat.

"Sialan, panas banget!" umpatnya ketika dia sudah berada di depan kami. "Hai...Alexander!" ia menyapa Alexander kemudian.

"Hei Ter." Balas Alexander.

Aku tersenyum diam-diam. Rupanya kini Tere sudah bisa bersikap biasa pada Alexander.

iL Legame (tamat)Where stories live. Discover now