Another - 2

148 29 28
                                    

Happy Reading ❤

-💃-

Aku tidak membalas ucapan laki-laki asing yang seingatku namanya adalah Zafran. Amara tersenyum seraya mengangguk tanda tidak keberatan jika Zafran bergabung bersama kami. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, menatap segala aktivitas yang ada. Kualihkan tatapanku ke Amara dengan sorot mata memintanya untuk cepat. Aku tidak nyaman duduk di satu meja dengan orang asing apalagi sudah beberapa kali kulihat dia memperhatikanku.

"Kalian kelas berapa?"

Aku tidak berminat menjawab, membiarkan Amara saja yang menanggapi.

"XI MIPA 3, Kak."

Dia mengangguk lalu kembali melanjutkan memasukkan sendok yang berisi bakso ke dalam mulutnya. Aku mengayunkan kakiku bosan, harusnya saat ini aku dan Amara sedang bercerita, tapi karena laki-laki menyebalkan ini semuanya hanya menjadi wacana.

"Nama kamu siapa?" tanyanya seraya mengulurkan tangan ke arahku. Laki-laki ini tidak paham maksudku, ya? Caraku menatapnya dan meninggalkannya di tengah kantin tadi kurasa sudah cukup menjelaskan bahwa aku tidak suka berinteraksi dengannya, tapi mengapa saat ini dia malah berkenalan yang kedua kalinya?

Aku menatap sinis uluran tangannya lalu beranjak meninggalkan Amara bersama laki-laki itu. Aku sempat mendengar teriakan Amara yang memanggil namaku, tapi kuabaikan karena tidak ada gunanya berada di sana. Lagipula makanannya sudah kubayar, urusan dimakan atau tidak itu tidak akan menjadi masalah bagi si penjual.

"Namanya Alena Namira, Kak. Aku pamit duluan, Kak."

Kudengar teriakan Amara yang semakin mendekat. Aku menoleh, melihat Amara yang sudah sesak napas karena berlari mengejarku. Aku terkekeh melihatnya, sedangkan dia memayunkan bibirnya tanda kesal.

"Kenapa pergi, Len?"

"Malas. Orang asing."

Amara merangkul bahuku, aku menatapnya sekilas lalu ikut merangkul bahunya. Aku melepas rangkulan tanganku duluan karena rambutku yang mulai kusut. Amara juga ikut melepaskan, mengikat kembali rambutnya agar lebih rapi. Aku dan Amara memang berbeda dalam hal penampilan. Aku lebih suka membiarkan rambutku terurai, sedangkan Amara tidak suka karena kesusahan.

-💃-

Jam pelajaran Biologi kali ini membuatku mengantuk. Tiba-tiba saja aku tidak bersemangat, padahal ini adalah salah satu mata pelajaran favoritku. Kulihat benda yang melingkar di pergelangan tanganku, menunjukkan empat digit angka yang membuatku mengembuskan napas kasar.

Aku meletakkan kedua tanganku di atas meja lalu disusul dengan kepala yang berada di atasnya. Amara menepuk bahuku pelan, sepertinya guru Biologi itu memperhatikanku. Kembali kuangkat kepalaku, memperhatikan papan tulis yang berisi materi hari ini. Aku tidak benar-benar memperhatikannya, kepalaku lumayan pusing. Tujuanku hanya satu, tidur.

20 menit bukan waktu yang cepat, mendengarkan penjelasan dari wanita yang berdiri di depan kelas membuatku menguap beberapa kali. Amara sempat bertanya ada apa, tapi hanya kujawab dengan gelengan kepala. Jika sudah bel pulang pun, aku juga bingung akan pulang dengan siapa. Pasalnya, Amara tidak membawa kendaraan hari ini. Ban sepeda motornya kempes, jadi ditinggalkan di bengkel. Otomatis Amara hari ini dijemput, sungkan sekali rasanya jika menumpang.

Another YouWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu