Another - 20

60 10 14
                                    

Happy Reading ❤

-💃-

Aku sedikit kesusahan membawa barang-barang yang jumlahnya cukup banyak. Bukan tanpa alasan aku memilih jalan kaki di malam hari seperti ini. Aku hanya ingin sendiri. Laki-laki yang sedari tadi berdebat denganku pun belum kudengar suara sepeda motornya. Terakhir kali aku mendengar dia berbincang dengan mama, tapi tidak seperti pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya. Kali ini dengan nada yang rendah dan tanpa emosi. Itu semua sudah tidak penting bagiku, biarkan saja mereka menyelesaikan urusan mereka masing-masing.

Aku berusaha mengabaikan tatapan aneh dari pengguna jalan yang lainnya. Memang apa salahnya denganku? Apa aku meminjam baju mereka hingga mereka menatapku seperti itu? Bahkan kepala mereka sampai tertoleh sempurna hanya untuk melihatku.

Mataku berbinar menatap warung bakso yang berada di pinggir jalan. Langkah kakiku bergerak cepat, ingin segera menghilangkan rasa letih dengan duduk sebentar di sana. Setelah memesan, lalu duduk di tempat yang telah disediakan. Aku kembali merenung hingga pesananku sudah berada di atas meja. Aku meliriknya tidak berminat. Hanya ingin duduk sebentar. Tentu saja aku membeli bakso sebagai alasan utama duduk di tempatnya.

Tanganku bergerak naik ke atas, menggaruk kepalaku yang tiba-tiba terasa gatal. Aku beranjak, memilih berjalan yang aku saja tidak tahu ke mana tujuanku. Keinginanku hanya satu, ingin sendiri. Sebenarnya aku tidak sendiri, tentu saja suara kendaraan sangat ribut. Kembali lagi ke masa-masa beberapa tahun yang lalu sebelum hidupku berubah karena hadirnya Zafran, aku selalu merasa sendiri walaupun di tengah keramaian.

Langkahku berhenti tepat di samping penjual bakso. Jemariku masuk ke sling bag yanng masih tersampir di bahu kananku, memberikan uang pecahan berwarna biru. Aku tersenyum tipis ke arahnya.

"Ambil aja kembaliannya, Pak. Buat si adik jajan es," ujarku seraya mengacak rambut gadis kecil yang berdiri di sampingku dengan tangan mungilnya yang memegang ujung kaos yang kuyakini adalah Ayahnya.

"Terima kasih, ya, Mbak." Aku mengangguk, lalu melangkah keluar dari warung pinggir jalan itu.

Baru dua langkah, aku kembali berhenti. Kepalaku mendadak pusing, badanku bertumpu pada travel bag yang sebenarnya tidak dapat membantu banyak. Aku mencoba menetralkan napasku yang sedikit sesak karena aku tidak terbiasa berjalan kaki apalagi dengan jarak yang jauh seperti ini.

Sebuah truk melaju kencang ke arahku, sama sekali tidak ada suara klakson yang dibunyikan pengemudi itu. Aku berusaha menepi, namun terlambat karena kecepatan truk itu dua kali lipat dari biasanya. Kecalakaan tidak dapat dihindari.

Dentuman keras mengalihkan perhatian orang yang berada di lokasi kejadian. Tubuhku terseret beberapa meter, darah segar keluar dari hidung dan mulutku, kakiku juga terasa sangat nyeri.

Apakah ini akhir dari segalanya? Ini jawaban yang Tuhan berikan?

Derap langkah yang tergesa-gesa samar-samar kudengar hingga semuanya berubah menjadi gelap.

***

Tanganku bergerak memegang kepalaku yang terasa sakit. Aku merasakan ada benda yang melingkar di kepalaku. Aku menggeleng-gelengkan kepala, mencoba memperjelas penglihatanku. Pandanganku terhenti, menatap wanita yang tertidur di sampingku dengan kepala yang tertutup oleh kedua tangannya.

Aku berusaha melepas tanganku yang berada dalam genggamannya. Sebisa mungkin kulakukan tanpa menganggu tidurnya, tapi wanita itu malah terbangun.

Another YouOù les histoires vivent. Découvrez maintenant