#5

3K 131 12
                                    

DISCLAIMER: This contains mature content. It is NOT SUITABLE for readers under the age of 18. Read at your own discretion!

* * *

AMBERLY'S POV:

“BOS saya?” Kutelan ludah dan memandang Wes lewat kaca sekali lagi. Ini tak boleh jadi, bukan sekarang! “Dia sibuk tu. Patut kau atur appo—”

“Saya rasa dia boleh luang masa sekejap.” Rylan memotong cakapku dan menuju ke pintu pejabat Wes. Aku berdiri dan dengan cepat cuba menghentikan dia, akhirnya dapat bergerak tetapi panik. Tidak, tidak, tidak, tidak!

Tentu saja aku tidak cukup pantas dan akhirnya mengikut Rylan masuk ke dalam pejabat Wes, bukannya menghalang dia masuk. Aku harus melakukan sesuatu dengan segera. “Kita—... Err, Mr. Wes, kau ada guest,” laungku cepat.

Wes mendongak dan aku berani bersumpah riak wajahnya langsung bertukar cemberut. Tetapi, mana mungkin? Mustahil mereka saling kenal...

“Mr. Wes, ini Mr. Rylan—”

“Saya tau siapa dia.”

Aku terpegun tidak bergerak dan menyaksikan dengan gerun saat Wes berdiri untuk menemui Rylan. Rylan kekal santai dan tenang, tidak mempamerkan emosi selain senyum kecil yang masih terukir di bibirnya. Wes datang dan mempersilakan dia duduk, tetapi Rylan melambai tangan menolak. “Kejap ja saya ni.”

“Apa tujuan kau datang ni?” tanya Wes, kesat.

Tidak silap lagi. Dia bencikan Rylan. Aku boleh mengagak dari cara dia mengerutkan kening hingga ke riak geram di matanya. Kutelan ludah. Aku ingin diam di situ, ingin pergi, ingin menarik Rylan keluar dan memberitahunya agar jangan kembali ke tempat kerjaku dan mematuhi saja rancangan.

Namun, sebahagian daripada diriku ingin menyakiti Wes sama seperti dia menyakitiku.

Aku melawan rasa bersalah dan kekecewaan yang membara dalam jiwa. Dia tidak tahu, tidak sepatutnya dilayan dengan kasar. Itu salahku sendiri kerana menganggap dia merasakan hal yang sama dan menunggunya untuk mengambil langkah pertama, bukan berterus-terang saja tentang perasaanku yang sebenarnya.

Secara jujur, aku tidak tahu apa yang kuinginkan.

“Saya tunggu di luar ja—” Aku berhasil berkata, tetapi Rylan menoleh dan menatapku dengan riak mata yang tidak dapat kubaca.

“Saya mau kau stay di sini, Amber,” pinta Rylan. Aku perasan suaranya lebih dalam berbanding suara Wes. Suara Wes lembut, tetapi yakin. Suara Rylan penuh kewibawaan dan garau.

Aku mempertimbangkan permintaan Rylan dan mengangguk akur. Apabila melihat ke arah Wes, matanya menunjukkan riak kebingungan serta... kecewa?

Akukah puncanya?

Aku berdiri menjauhi kedua mereka di muka pintu pejabat. Rylan mengalihkan perhatiannya kembali kepada Wes dan berdehem. “Saya ada soalan mau tanya kau bah ni, Wes.”

Dalam diam, Wes seakan sedang bertarung dengan sesuatu. Dia cuba untuk tidak merenung tajam ke arah Rylan sambil bersandar di hadapan meja kerjanya. “Go on, Rylan.”

Perutku terasa memulas. Suara Rylan dengan enteng bergema ke segenap ruangan dan bahkan membuat dadaku berombak lantaran cemas.

“Kau sukakah kalau tunang kau kerja jadi PA saya?”

Kening Wes terangkat lantaran terkejut dengan soalan itu. Secara jujur, aku ikut kaget. Cara Rylan mengucapkannya seolah-olah Natalee telah berlaku curang pada Wes dengan dia. Apa puncanya semua ni?

“You disgusting, son of a bi—”

Rylan langsung mengangkat tangannya untuk beralah. “Maksud saya, ‘kalau’. Bukannya saya betul-betul mau minta begitu.”

MAYBE IT'S YOU (Completed)Where stories live. Discover now