Ini Hari Apa?

57 16 11
                                    

Dia seperti angin, terasa dekat, tetapi susah untuk kupeluk. Aku yang akan terjatuh.

***

Semenjak hari ulang tahun Bayu dan aku harus menerima kenyataan pahit di sana, aku kapok. Tidak lagi mau dekat dengan anak laki-laki itu.

Setiap kali bertemu, sebisa mungkin kuhindari. Aku juga sering pulang telat dengan tujuan supaya tidak bermain dengan Bayu. Kami sudah semakin besar, tidak akan bermain bola lagi, pikirku.

Hingga pada suatu kesempatan, di rumah Bulik Sari mengadakan acara pernikahan. Digelar di rumah sendiri dengan tetangga yang membantu mempersiapkan. Tentu saja aku juga diundang.

Di daerah sini memang masih menggunakan kegiatan lama yang Jawa banget dalam pernikahan. Sebagai contoh yaitu membuat dekorasi sebagus mungkin dengan kembar mayang yang di letakkan di depannya.

Sehingga membutuhkan dua pasang anak perempuan dan laki-laki untuk membawakan kembar mayang tersebut.

Dan kebetulan ... aku dan Bayu dipilih sebagai satu pasang. Sepasang lainnya adalah Dara dan Denis, tetangga juga.

Alhasil, aku yang berniat menjauhi Bayu harus kembali bersama. Entah takdir dari Tuhan atau apalah itu, kami memang susah untuk benar-benar menghindar.

"Kamu kenapa sih akhir-akhir ini kayak hindarin aku?" tanya Bayu.

Kami duduk di kursi yang disediakan untuk tamu, sore itu. Besok adalah hari H acara Bulik Sari ini. Kami harus bersiap sebagai dayang pengantin yang akan dirias.

Aku mengendikkan bahu, "siapa yang hindari kamu. Aku hanya ... sebentar lagi ulangan, harus belajar giat. Kamu sih enak, nggak usah belajar udah pintar."

"Kata siapa? Aku juga perlu belajar, makanya pengen ajak kamu biar enggak sendiri belajarnya."

"Ya ... aku susah paham belajar bareng--"

"Dulu enggak kok. Kamu malah suka kalau belajar bersama, apalagi sama aku. Katamu dulu gitu. Aku ingat banget."

Setajam itukah ingatannya tentangku? Kalau begini terus kan aku merasa tidak enak. Bagaimana kalau ternyata Bayu memang membutuhkanku? Bukan seperti yang dikatakan anak-anak perempuan waktu itu. Bisa jadi Bayu mempunyai alasan lain mengapa mau berteman denganku. Bukan karena ingin menemaniku, dia tak punya teman, atau karena tidak menyukai orang lain selain aku.

Lalu apa?

"Eng ... maaf, ya, aku memang sengaja." Akhirnya aku mengaku. Daripada dia penasaran dan terus mendesakku dengan mengingatkan tentang diriku yang beda ucapan ini.

"Kenapa? Kamu bosan ya main sama aku?"

"Ah, sudahlah nggak usah dibahas. Itu cuma karena aku merasa nggak enak main sama kamu. Kamu yang terus belikan es krim, sedangkan aku sama sekali belum pernah."

Bayu menepuk dahinya. "Astaga kalau alasanmu hanya begitu, kenapa harus menghindar? Kamu kan, bisa bilang ke aku supaya berhenti belikan kamu jajan. Lagian, jawabanku pasti sama, 'nggak pa-pa, aku ikhlas'. Hihi."

Bayu terkikik, mungkin dia sedikit mengira aku ini aneh sekali.

"Tahun baru kamu ke mana? Tahun sebelumnya kita nggak merayakan bersama." Bayu mengganti topik.

Hari yang semakin malam tak membuat kami mengantuk dan beranjak dari sana. Karena memang kursi tamu itu tak dipakai dikarenakan tamu hanya datang dan duduk di kursi lain. Dan karena semakin malam, semakin berkurang tamu yang datang.

Topik ini bukanlah topik yang menyenangkan. Mengingat, setiap tahun baru, aku hanya berdiam diri di rumah. Dengan sindiran dari Kak Adika dan Satya yang senang menjahiliku. Aku juga tidak mau merayakan tahun baru di rumah teman. Mereka selalu merayakannya tepat semalam sebelum tanggal 1. Sedangkan tanggal 31 Desember adalah hari ulang tahunku.

Kita tanpa Kata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang