Takdir Bahan Bully

56 10 1
                                    

Kita di posisi, keadaan, dan situasi yang sama. Tapi kenapa hanya aku yang merasakan perasaan 'ini'?

***

Untuk menyegarkan otak sebelum memulai ujian sekolah dan berbagai ujian kelulusan lainnya, kami para anak kelas 3 SMA mengadakan study tour sekaligus jalan-jalan.

Iya, aku sudah kelas 3. Kelas yang akan menentukan masa depanku nanti. Apakah setelah ini aku lanjut kuliah, bekerja, atau bahkan menikah. Nomor tiga pilihan yang tak akan kupilih untuk sementara waktu ini.

Study tour kali ini kami lakukan ke Yogyakarta dan Jawa Tengah. Tempat tujuannya ada banyak, mengingat biaya datang ke sana juga tak sedikit. Pertama, yaitu Pantai Parangtritis, Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan terakhir ke Keraton Jogja.

Tempat-tempat rekreasi sekaligus penuh sejarah itu kami datangi dalam waktu satu hari saja. Sehingga hal itu tak memungkinkan diri tak merasa lelah. Karena selain jalan-jalan, berfoto, serta makan, kami juga harus mengamati setiap yang dijumpai untuk dibuat laporan ketika liburan telah usai.

Tentu saja Ibu orang paling heboh. Dia bahkan hendak ikut dan mengajak Gala ke sana juga. Dasar ibu-ibu. Lagian aku tidak terlalu senang. Mau dengan siapa pun aku ke sana, pasti akan membosankan.

Eh, tunggu dulu, aku kan sekarang punya teman. Tentunya selain Bayu, ada Wening juga yang selalu setia menjadi temanku.

Seperti saat ini kami sudah berkumpul di sekolah untuk menunggu kedatangan bus yang akan mengantar. Dan sebuah kesialan menimpaku lagi.

Aku hampir saja telat datang ke sekolah akibat membuatkan kue kacang untuk Bayu. Aku juga membuat kue kacang untuk Wening, sehingga karena tadi malam lembur, aku bangun kesiangan pagi ini.

"Tahu, nggak? Bayu hari ini norak banget sama ceweknya." Wening memulai obrolan saat kami antre untuk masuk ke bus. Tangannya tak berhenti memainkan ponsel dengan earphone terpasang di telinga sebelah.

"Kenapa?"

"Dia pake baju couple sama si Aisyah itu. Norak banget tau nggak ish. Nggak pantes mereka gitu. Lagian kalau diperhatiin, sekarang Bayu kulitnya jadi kek lebih gelap, kumisan juga, ya, nggak?"

"Tipis kok," sanggahku. "Omong-omong, couple apa?"

"Ya meskipun tipis kan keliatan. Coba deh lo bandingin sama masa kecilnya yang kek orang Chinese saking putihnya. Dia juga jadi kek ihh ...."

Aku melirik tak suka Wening yang menjelekkan Bayu. Meskipun Bayu berubah penampilan, bagiku dia tetap tampan dengan caranya. Dia juga rajin memakai sabun wajah kok supaya kulitnya tetap terjaga.

Memutar bola mata malas, aku mendahului Wening yang menggerutu. Beberapa saat kemudian, yang kami bicarakan tiba di belakang. Sehingga ketika aku dan Wening memilih tempat agak belakang, ternyata dua orang itu ada di samping kami tepat. Mengapa dunia begitu sempit? Memangnya hanya ada satu bus? Tidak kok.

Dengan begitu, terlihat jelas kemesraan dua orang itu, yang pasti akan menambah rasa sakitku karena aku dan Bayu duduk di dekat jalan. Wening ingin melihat pemandangan luar, katanya.

"Tadi nanya couple apa, kan?" Wening bertanya padaku yang kubalas anggukan.

Aku meletakkan tas di atas, lalu duduk setelah memegang sekotak kue kacang. Wening juga terlihat membuka bungkus permen.

"Lihat samping kanan, dan perhatikan baju yang mereka pakai. Sama, persis. Itu namanya couple, pasangan. Segitu pengennya semua orang tahu kalau mereka pasangan? Hihhh malah muak gue lihatnya."

Kita tanpa Kata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang