Sebagai Teman

49 10 1
                                    

Rasanya aku ingin menjadi cowok saja, biar bisa merasakan bahagianya berkata, 'kita hanya teman'.

***

Kegiatan study tour itu teramat tidak menyenangkan. Mengingat Aisha yang mengunciku di dalam bus sendirian. Hingga akhirnya saat semua orang kembali ke bus, Wening yang datang lebih dulu. Dia mencak-mencak memarahi petugas yang tak becus. Padahal yang salah bukan petugasnya.

Namun, mempunyai teman seperti Ning ini bisa membuatku sedikit tenang. Meskipun tidak ikut ke pantai, aku bersyukur bisa ada Wening.

Hingga akhirnya sehari penuh Wening menggandengku ke mana saja. Kulihat Bayu yang menatapku datar. Hari itu juga Aisha terus memperlihatkan kekesalannya. Dia juga menghadang dan menabrak kasar bahuku ketika berhadapan. Aneh, tapi jelas menunjukkan kalau dia cemburu. Tidak ingin perhatian Bayu beralih darinya.

Hingga pada puncaknya, tepat hari ini hubungan mereka putus. Aisha memutuskan Bayu yang katanya sudah tidak seperti dulu. Dia juga yang berkata kalau Bayu PHP atau pemberi harapan palsu.

Kejadiannya, beberapa hari terakhir Bayu menolak pulang dengan Aisha. Dia tidak mau ditunggu Aisha karena sedang ada urusan di sekolah. Bayu juga menolak saat Aisha mengajak jalan malam harinya. Hingga keesokan hari, saat Bayu menolak Aisha ajak ke kantin, memilih makan bersamaku, dia memutuskan Bayu saat itu juga.

"Oh, jadi kamu lebih memilih makan sama Binar? Kamu juga nggak balas BBM-ku karena nggak buka Handphone? Alasan klasik! Kenapa? Kamu berubah! Kamu yang biasanya selalu menyapaku, mengajakku pulang sekolah bareng, menerima semua yang kulakukan, hampir enggak pernah nolak, sekarang apa? Aku mau kita putus aja kalau gitu! Capek!"

Wajah Bayu pias, aku yang di sebelahnya tak tega melihat. Tak tega juga melanjutkan makan. Posisiku buruk. Aku tidak tahu harus memihak Aisha atau Bayu. Aku juga tidak berhak menghakimi hubungan mereka. Tetapi bagaimana cara supaya kondisinya membaik?

Beruntung kelas sedang sepi. Hanya ada aku, Aisha, Bayu, dan Wening sebagai pengamat.

Aisha menangis, pergi dari kelas dan menumpahkan segala keresahannya. Segera Bayu mengikuti dan menenangkan. Namun, sepertinya hubungan mereka memang takdirnya sampai di sini. Mereka sudah putus, tak ada hubungan lagi. Meskipun Aisha berhenti menangis karena ditenangkan oleh Bayu. Tidak ada hubungan pacaran lagi di antara keduanya.

"Tuh kan, emang ya setiap cowok sama." Wening berkomentar setelah kepergian Bayu dan Aisha.

"Kok nyalahin Bayu? Bukannya Aisha yang salah? Atau kalau nggak, biasanya kamu akan menyalahkan keduanya dan bilang, 'salah sendiri hubungan nggak dijaga'." Tentu saja aku protes. Tidak mungkin kan sepenuhnya salah Bayu? Lagian aku sedikit lega saat tahu hubungan mereka hangus. Artinya aku punya kesempatan, kan?

"Kenapa sih nggak suka kalau gue nyalahin Bayu? Segitu sukanya ya lo ke dia? Apa sih istimewanya? Ganteng udah enggak, pinter sih keknya di pelajaran aja. Tapi otak dan hatinya nggak sinkron. Dia pake otak buat mikir pelajaran, bukan perasaan orang lain. Makanya hatinya juga ikutan off, nggak bisa bedain mana yang tulus dan perlu dipertahanin."

Wening menyomot kentang di kotak makanku, aku menatapnya datar.

"Ya mau gimana lagi, Ning, Bayu itu temen aku dari kecil, aku paham banget gimana dia. Dia nggak kayak yang kamu bilang, makanya aku nggak suka kamu nyalahin dia. Dia nggak seperti cowok kebanyakan."

"Paham banget lo bilang? Terus yang sedih sambil sok-sokan nutupin kalau nangis pas lihat Bayu milih Aisha kemarin siapa? Siapa, hah?" Wening memutar bola mata sebal, berdebat denganku pasti tak ada untungnya. Aku memang suka berpikir positif yang hanya membawaku ke keadaan terburuk.

Kita tanpa Kata [END]Where stories live. Discover now