Pamit

90 15 1
                                    

The hardest part of this is leaving you.

***

Sekolah sudah ramai dengan motor dan mobil yang terparkir rapi di parkiran. Suasana malam hari yang disertai senyuman sang bulan menjadi saksi saat tangan Bayu menggandeng lenganku lembut. Aku senang, akhirnya Bayu tidak menganggapku angin lalu lagi. Dia mulai menyadari keberadaanku.

Ketika memasuki aula sekolah, akan didapati keramaian yang lebih lagi. Semua siswa kelas 3 yang berpakaian hitam putih mengisi penuh ruangan ini. Tak lupa suara musik menambah kesan akrabnya semua orang di sini.

"Bayu ...."

"Hai, Bayu! Tambah cakep aja, hehe."

"Astaga, pangeran udah datang. Ajak aku dansa dong."

Dan berbagai godaan lainnya. Seterkenal itu Bayu di sekolah. Makanya tak jarang apabila dia jalan denganku seperti ini, suara mengeluh jelas terdengar sana-sini. Selain itu, desisan tak suka juga memenuhi rongga otak.

Kami memasuki ruangan itu dengan tangan bertautan sehingga terlihat seperti pasangan. Yang jelasnya membuat banyak orang merasa panas. Terlebih Aisha yang saat ini tengah duduk di salah satu kursi. Tatapannya tak suka, meneguk minuman dengan tangan mengerat. Bukan maksudku merebut Bayu darinya, bukan juga keinginanku digandeng Bayu. Bayu sendiri yang melakukannya.

"Binaarrrrr!"

Wening berlari ke arahku dengan senyum lebar. Wajahnya yang putih bersih menambah nilai cantik pada dirinya. Aku sedikit minder. Semua orang di ruangan ini tak ada yang tak berdandan. Cantik dan tampan. Tentunya kecuali aku yang berwajah tetap dan membosankan.

"Ya ampun cantik banget sih lo." Wening memelukku sehingga membuat pegangan tangan Bayu terlepas.

"Kamu yang lebih cantik, Ning." Aku menyanggah, mana mungkin aku yang hitam dekil ini cantik.

"Hari ini lo jadi beda banget tau."

Alhasil aku duduk di salah satu kursi, mengikuti Bayu yang menyodorkan minum ke arahku. Wening duduk di sebelah dan mengarahkan kamera handphone ke wajah kami dengan posisi terbalik. Sudah kutolak, tetapi dia memaksa bahkan sengaja meminta bantuan Bayu agar mau memfotokan full badan di banner prom night.

"Tuh kan, cantik banget. Lo jadi tambah keliatan dewasa tahu, Bin."

Maksud Wening aku sudah terlihat tua kah? Mengapa bisa? Bukannya aku hanya memasang make up tipis sekali.

Sementara Wening yang sibuk lagi dengan ponselnya, aku duduk dan memikirkan ucapan Wening baru saja. Sedangkan perhatianku perlahan teralihkan oleh Bayu yang dikerumuni anak-anak perempuan.

Hingga akhirnya seorang gadis yang dulu dekat dengannya datang lagi, Jelita dan Chika datang ke meja kami.

"Hai, Bayu! Gimana kabarnya? Lupa ya sama aku? Kita lama banget nggak saling sapa. Kamu mau lanjut kuliah di mana?"

"Kabar baik. Mungkin bakal lanjut di ... belum tahu. Kamu sendiri?"

"Nggak tahu deh, di Oxford mungkin. Kayak kata Mama. Tapi ya kalau masuk sih. Aku punya banyak plan. Hehe, masa kamu belum tahu di mana? Chika aja cuma di Indo katanya. Ya, kan, Chik?"

Chika mengangguk-angguk. "Iya, gue cuma di Indo, nggak yakin bisa mandiri. Gue terbiasa dengan adanya pembantu sih, lagian lulus kuliah juga bakal kerja di Indo aja."

Bayu terlihat mengangguk paham, lalu berucap, "Kayaknya aku juga bakal di Oxford. Soalnya dulu Papa udah siapin, tapi sayang banget, semua jadi kacau."

Kita tanpa Kata [END]Where stories live. Discover now