Masalah di Balik Masalah

53 9 5
                                    

Tak apa, aku hanya sebatas tempat yang akan menampung segala keresahanmu. Yang setia mendengar dan kausandari, tanpa minta balik. 

***

"Menurutmu aku udah nggak ganteng, ya? Makanya Aisha nggak mau lagi denganku?"

Aku menepuk keras jidat lebar tanpa poni ini.

"Waktu itu pas kita study tour, aku dengar percakapanmu dengan Wening. Kalau enggak salah dengar, ada yang bilang, aku sama Asiha norak karena pakai baju couple. Ada juga bilang kalau aku udah nggak ganteng, kumisan, trus kamu nyanggah kalau kumisku tipis. Wajahku berubah banyak, ya? Katanya dulu mirip orang Chinese sekarang hitam, iyakah?"

"Serius?" Aku menatapnya, tak ada wajah konyol di sana. Jelas dia bertanya serius.

"Iya, aku serius nanya. Gimana?"

"Sumpah, Bayu, itu nggak penting banget. Ada yang lebih penting dari ini."

Dagu Bayu mendongak, menunggu jawabanku dengan menggoyang-goyangkan ayunan. Kakinya yang panjang jelas tak membuat ayunan itu bergerak dengan bagus.

"Kamu suka banget ya sama Aisha? Kenapa bisa suka sama dia?"

"Kok nanya itu? Itu jauh enggak penting. Lagian aku udah nggak suka kok sama dia. Tadi aku nanya karena takutnya nggak ada lagi cewek yang suka sama aku."

Enteng sekali dia berbicara, tidak lihatkah di sini ada satu cewek yang setia dari enam tahun lalu? Tidak pernah aku menyukai lelaki lain selain Bayu. Dia yang sudah mengambil hatiku dengan keramahannya saat menolongku terjatuh di selokan depan rumahnya.

Miris, perasaanku tak akan pernah terbalas. Nyatanya, aku jauh lebih paham atas ucapannya yang berusaha ia tutupi. Jelas sekali dia masih berharap Aisha mengajaknya kembali menjalin hubungan. Dia hanya pura-pura menampik.

Dan, aku hanyalah anak kucing yang kebetulan mendapat tulang ikan. Tak banyak, tapi aku sayang sekali pada si pemberi karena dengan begitu rasa lapar berhari-hari terobati. Meskipun tulang itu sisa dari makanannya si kucing mahal. Analogi yang sedikit ... aneh.

"Kamu ... suka banget ya sama Aisha? Aku tahu, kamu pasti masih pengen balikan sama dia."

Ucapanku terdengar putus asa sekali. Wajahku kupalingkan ke depan, menggoyang-goyangkan tali ayunan. Air mata sudah di pelupuk, sekali kedip pasti luruh. Mengapa rasanya sakit sekali? Sebatas menyukai dan tak disukai balik, sesakit inikah?

"Bin," panggil Bayu, tak membuatku menoleh. Aku masih berusaha menutupi supaya air mataku yang jatuh tak terlihat olehnya. Dia bisa saja mengolokku saat melihatku menangis. Terlalu cengeng. "Binar."

Akhirnya pelan-pelan aku menoleh, setelah menyeka ujung mata.

"Jujur ...." Bayu menatap lurus depan, sedangkan aku menatapnya dari samping.

Deg! Jantungku berdetak dua kali lebih cepat. Apa yang akan dikatakan Bayu? Apakah akhirnya dia sadar kalau aku selama ini menyukainya? Dia tahu aku menangis?

" ... aku masih sayang ke kamu."

Sebaris kalimat yang meruntuhkan jiwaku. Ragaku utuh, tak ada yang salah, tapi tidak pada hatiku. Semua rasa ini sebanding dengan saat kamu memikul barang berat di kedua pundak, luluh lantak menghujam ke dasar hatimu. Bisa saja tinggi badanmu turun atau mengalami pertumbuhan yang lambat.

Aku segera memalingkan wajah ke depan, tak tahan dengan yang dilakukan Bayu saat ini. Di sana kudapati Aisha yang berdiri mematung dengan pakaian olahraganya.

Kita tanpa Kata [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora