Mulai Berubah

75 10 2
                                    

Begitu pintar sang waktu memutar balikkan segalanya. Hingga ketika dia berubah, semuanya ikut berubah.

***

Sekolah lengang. Tidak ada siswa lain lagi selain anak kelas 3 yang sedang menjalani masa les. Satu dua siswa berbincang sebelum akhirnya pulang juga. Aku seolah sendirian di gedung besar ini.

Aku percaya pada Jelita dan Chika karena mereka tadi terlihat bersungguh-sungguh memberi tahuku. Selain itu, kalau aku tidak segera pulang, Ibu pasti akan marah. Hari ini aku harus membantunya memasak banyak untuk acara yasinan.

Hari semakin sore, matahari condong ke arah barat, menyorotkan sinar yang tak terlalu panas. Kelas-kelas sudah tutup. Karena penasaran, aku mampir di depan ruang kelas Bayu. Kelas 1-A. Kelas favorit semua guru dan wali murid.

Kami akan mengambil jurusan ketika menginjak kelas 2 nanti. Dan aku yakin Bayu akan mendapat posisi kelas teratas.

Ruang kelas Bayu kosong. Artinya dia tidak menungguku di parkiran. Dia sudah pulang dan meninggalkanku sendiri di sekolah. Mungkin Bayu sedang ada masalah mendadak. Pikiranku mencoba positif.

Terdengar suara berbincang-bincang di ruang Tata Usaha. Kulihat salah satu petugas TU membawa banyak kunci. Mungkin akan mulai mengunci pintu kelas satu persatu. Entah petugas TU yang mana yang dimaksud Jelita dan Chika tadi.

Kakiku terasa lelah berjalan dari ujung depan sekolah menuju ujung belakang yang sangat panjang. Pantas saja petugas TU meminjam sepedaku untuk ke sini. Masuk akal juga sih.

Hingga sampai di dekat toilet siswa, aku melewatinya, berjalan lurus menuju taman hijau. Taman ini tak banyak terdapat bunga, tetapi suburnya rumput hijau memanjakan mata. Juga terdapat satu kursi putih di sana. Dan ... aku tak menemukan seorang pun di tempat ini atau sepedaku.

"Akhirnya dateng juga. Gue tunggu dari tadi sampe ngantuk."

Ucapan seseorang mengejutkanku. Jelita muncul dengan wajah liciknya dan disusul Chika. Jadi ... ini akal-akalan mereka lagi?

"Iya, kita yang sengaja bikin lo kesusahan. Kita seneng banget liat lo menderita. Kenapa? Karena lo udah rontokin rambut gue! Untung wajah gue nggak apa-apa. Kalau sampai rusak dan harus menjalani operasi, udah gue tendang lo dari bumi!"

"Kenapa kalian tega lakuin ini ke aku? Aku salah apa? Kalau memang karena udah jambak kamu waktu itu, aku minta maaf! Nggak cuma rambutmu yang rontok, punyaku juga bahkan rasanya pusing denyut-denyut!"

"Ya beda konteksnya! Kalau gue kan cantik, kalau lo mah pantes dapet kayak gitu!" Chika maju sedikit.

"KENAPA?!"

Air mataku sudah di pelupuk, aku ingin menangis. Kenapa dunia seakan tidak adil? Aku jelek, tidak pintar, tidak terkenal, tidak kaya, tidak punya apa-apa, dan harus mendapat perlakuan buruk? Emosiku yang buruk membentuk karakter cengeng.

"Masih tanya kenapa, lo tu polos banget atau gimana sih? Udah jelas gue nggak suka sama lo! Wajah lo pantes buat dibuli!"

Tatapanku tidak percaya dengan yang dikatakan Jelita. Apakah benar aku memang pantas mendapatkan semua ini? Apakah hidupku sebelum ini hina, sehingga mendapat perlakuan tak pantas?

Aku menunduk, menatap ujung sepatu hitamku yang kusam. Tetesan air mata jatuh, membuat warna kusam sepatuku menjadi hilang sementara.

Apakah Bayu tadi meninggalkanku? Dia tidak menunggu? Andai dia tadi menunggu dan membantu kejadian ini. Dia akan percaya kalau Jelita bukan gadis baik. Dia selama ini selalu tahu bahwa gadis itu baik dan mudah bergaul, serta cantik, perhatian. Tidak banyak yang tahu apa yang dilakukannya di belakang.

Kita tanpa Kata [END]Where stories live. Discover now