020

142 32 34
                                    

"Papih, gue mau coba bawa motornya," Somi menyeletuk saat Jeka tengah mengenakan Helmnya.

Hari ini mereka mau pergi ke rumah Gladis, adiknya Gladis baru aja di sunat jadi keluarga Gladis mengadakan acara syukuran kecil-kecilan.

Awalnya Jeka gak bisa dateng, dia harus latihan basket, tapi Somi sudah rusuh saja tiba-tiba ada di depan rumahnya pagi sekali sambil berteriak, "PAPIH AYO BERANGKAT KERUMAH KAK GLADIS, SOMI KASIHAN SAMA RAKA! BURUNGNYA  ILANG!"

Apa-apaan?

Jeka yang saat itu sedang masak mie instan ampe ke cipratan air panas gara-gara kaget saat sedang memasukan mie kuah kedalam mangkuknya.

Dan setelah mengerti apa yang di maksud Somi, Jeka sampe harus menjelaskan panjang kali lebar, kalau burung Raka itu masih ada, cuman...

Ya begitulah.

Oke, sekarang balik lagi ke Somi yang sedang bersikukuh ingin mengendarai motornya dengan rengekan tidak elitnya.

"Enggak, Som." Jawab Jeka sambil menyodorkan helm kearah Somi.

"Ayolah, mamihkan juga pengen nyoba, dasar pelit!" Somi merengek sementara Jeka tetap bergeming.

"Gak, Somi, kitakan lagi buru-buru, gak ada waktu buat latihan, kamu bilangkan pengen cepet-cepet liat burung Raka?"

"Gak usah latihan, gue udah seringkok, lo liat sendirikan di game motorGp kita pemegang tertingginya gue! makannya gue udah terlatih buat ngebut," Somi beralasan antara masuk akal dan tidak, "Jadi kalau gue ngebut, kita bisa sampe lebih cepet, juga burungnya Raka gak keburu terbang!"

"Main motorGp sama naik motor di jalan raya itu beda Som, lagi pula kalau kamu yang bawa motornya kita memang sampe dengan cepat," Jeka menaiki motornya kemudian menatap Somi, "Tapi bukannya sampe di rumah Gladis, kita malah sampe ke alam baka duluan Som,"

"Sembarangan! Gue belum mau mati muda!"

"Gue juga belum mau mati muda Som, guekan belum sempet lamar lo dan nikah sama lo, jadi biarin gue yang bawa motornya ya?"

****

Jeka kira saat Somi minta di ajari mengendarai motor, itu hanya niat sesaat atau celetukan aneh Somi yang lainnya. Tapi ternyata Somi serius dengan niatnya itu. Hampir tiap hari anak itu minta di ajari, dan meski Jeka sudah menolak anak itu berkali-kali, Somi tetap bersikukuh.

Akhirnya di minggu pagi, Jeka membawa Somi  ke taman komplek yang agak sepi untuk mengajari Somi. Saat memakaikan pacarnya helm Jeka terkekeh pelan menatap wajah Somi yang tertekan hingga pipinya jadi makin mengembung, tapi yang lebih membuat Jeka gemas melihat wajah Somi yang masih blank. Jelas sekali anak itu masih berada diantara mimpi dan kenyataan. Maklum Somi jarang bangun pagi di hari minggu. Biasanya gadis itu masih akan berada di tempat tidur sampe matahari agak tinggi.

"Somi, seirus mau belajar? Kamu masih setengah sadar gini," Jeka berujar saat bunyi klik pelan terdengar.

Jeka masih memandangi Somi yang masih mengumpulkan nyawanya yang tersebar. Ia tersenyum lembut saat menurunkan kaca helm Somi, lantas mengecup kaca tepat di depan bibir Somi.

"Ayo bangun, nanti gak bisa-bisa,"  kekeh Jeka saat melihat wajah Somi yang memerah, "Uuu, wajah pacar gue merah, lucunyaaa."

"Berisik!"

***

Salah satu alasan Jeka enggan mengajari Somi naik motor adalah,  Somi orangnya mudah sekali panik. Dan dari pada bertindak, refleks Somi pertama kali adalah berteriak.

Saat ada anak kecil melintas, bukannya mengerem, dia malah berteriak, "PAPIH, ADA ANAK KECIL, PIH ADA ANAK KECIL!"

Saat ada mobil yang melintas, bukannya menghindar Somi malah berteriak, "PIH, ADA MOBIL, ADA MOBIL!"

Jekasomi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang