Empat

1.1K 133 0
                                    

Setiap hari, selama tiga hari berturut-turut setelah Val bertemu dengan Ethan, Val tidak pernah tidur pulas. Dia tidak yakin dengan alasannya, apakah pertemuannya dengan Ethan, atau tugasnya di Jakarta tiba-tiba menjadi banyak. Yang jelas, tiap pagi Val selalu merasa lemah dan membutuhkan asupan kafein agar dia tidak mengantuk.

Hari ini, tepat pukul sembilan pagi, Val, Belle, dan James sudah ada di ruangan Val untuk melihat isi goodie bag yang akan dibagikan untuk seratus orang pertama yang berbelanja di toko The Isaac. Val ingin semua komponen barang-barangnya sesuai dengan yang diinginkan Aaron. Tapi bahkan dari kualitas tas kanvasnya, Val bisa melihat jika produksi dari vendornya terkesan buru-buru.

Tas kanvas yang didesain harusnya berwarna cerah dengan motif bunga sakura, dengan logo The Isaac X Akira terletak di bagian tengah. Tapi dari contoh produk yang datang, tas kanvasnya berwarna merah tua dan bahannya kasar. Val tidak bisa menahan kekecewaannya.

"Belle, minta mereka kirimi lagi contoh goodie bag yang sesuai dengan spesifikasi bahan kanvas yang pernah kita minta. Kalau mereka tetap nggak bisa kasih yang bener, putus hubungan dengan vendor itu," perintah Val.

Belle mengiyakan. Val dan kakaknya, Aaron Isaac tidak jauh berbeda, pikirnya.

"Tunda juga pembayarannya kalau hasilnya memang nggak memuaskan," tambah Val.

"Noted," jawab Belle.

Satu-satunya barang yang sudah siap adalah bath bomb dan lilin aromaterapi dari BBB--toko kebutuhan mandi premium, produk yang Aaron pilih dan kirimkan sendiri dari London. BBB belum membuka tokonya di Indonesia, dan Aaron ingin masyarakat Indonesia pertama kali mencobanya lewat The Isaac.

"Kita punya berapa spare goodie bag?" tanya Val, kemudian menyesap kopi hitamnya.

"Mungkin sekitar seratus lagi," jawab James, "sisanya akan kita berikan ke beberapa partner dan influencer yang sudah bekerjasama dengan kita."

"Harusnya cukup, sih. Oh iya, gimana performance influencer yang kita pake? So far so good?" tanya Val pada Belle.

Belle mengangguk, "baik, you'll get the report every week."

"Gimana dengan jadwal post mereka? Sesuai jadwal?"

"My team checked, beberapa tepat waktu sesuai jadwal yang sudah disepakati, tapi ada juga yang nggak," jawab James.

"Bisa tolong kirimin laporan untuk tiap influence? Dibagi per negara aja. Gue ingin para influencer ini terkontrol, dan memastikan kita nggak salah milih orang untuk campaign selanjutnya. By the end of week, gue juga ingin ada laporan impression dan engagement dari semua post yang mereka buat."

"Got it," jawab Belle, "gue akan update dulu laporannya baru kasih ke lo."

"Thank you. Sebelum Ethan kasih kita jadwal yang pasti, gue mau semua kegiatan lainnya berjalan paralel. Apa Ray sudah kasih tau peralatan apa aja yang kurang untuk ambil gambar dengan Ethan?"

Beberapa hari yang lalu, Val sudah meminta Ray, kepala bagian kreatif untuk memberitahu peralatan apa saja yang harus ditambah untuk pengambilan gambar. Karena itu, Val harus meminta budget dari bagian keuangan terlebih dahulu. Tapi masalahnya, dana biasanya baru turun satu minggu setelah diajukan.

"Gue akan follow up lagi," jawab James.

"Lo kapan business trip?" tanya Val pada James.

"Mungkin minggu depan," jawabnya. "Gue belom beli tiket, sih."

James dan Val akan bergantian melakukan business trip ke negara-negara yang gencar melakukan campaign. James bertugas lebih dulu, baru kemudian Val akan menggantikannya ketika semua persiapan sudah mencapai tahap final.

"Visanya udah aman semua?"

"Aman."

Tiba-tiba, pintu ruangannya diketuk, kemudian seorang office boy masuk sambil membawa buket bunga besar di tangannya, "ada kiriman buat Ibu, saya taruh di mana ya?" tanyanya.

"Bawa ke sini dulu pak," jawab Val sambil menunjuk meja kerjanya. Setelah office boy tersebut pamit, Val mengintip bunga itu. Ia mendapati bunga krisan berwarna kuning yang disusun sejajar dan terdapat baby breath berwarna putih di celah-celah bunga krisan tersebut. Di samping kotaknya, terselip sebuah kartu ucapan.

"Baru beberapa hari di sini, lo udah punya penggemar?" tanya James penasaran.

Val mengangkat kedua bahunya, kemudian mengambil kartu ucapannya. Hanya ada inisial E.P di kartu ucapannya tanpa pesan apapun.

"Ethan Pascal?" tebak James.

Val mengangguk, hanya ada satu orang berinisial E.P yang ia kenal, dan orang yang paling mungkin mengirimkannya bunga memang Ethan. Val tidak punya banyak teman di sini. Dirinya enam tahun lalu mungkin akan bahagia menerima bunga pemberian Ethan Pascal. Tapi sekarang, ia malah merasa gelisah.

"Wow. What happened between you two?" tanya Belle penasaran.

"We are friends."

"Temen nggak ngirim bunga," balas Belle. "Jadi itu alasannya kenapa waktu meeting kemarin, Ethan ngeliatin lo terus?"

"Well, kita memang pernah kenal. Ethan dulu temen sekolah gue. Tapi gue juga nggak bisa sok kenal ke Ethan kan? Dia Ethan Pascal, semua orang mengenalnya," jelas Val. Ia menarik napas dan membuangnya satu kali sebelum melanjutkan, "anyway... apa Remi sempet kasih kabar kapan dia akan kasih jadwal kosong Ethan?"

"I'll keep you updated if I know anything," jawab James.

Val mengangguk, "thank you, dan kasih tau juga kalau butuh apapun. Belle, lo boleh balik kalau ada yang mau diurus. James, please stay."

"Ada apa?" tanya James setelah Belle menghilang dari balik pintu.

"Gue penasaran... seberapa banyak yang lo tau tentang gue dan Ethan?"

James tersenyum samar, "apa yang membuat lo berpikir gue tau sesuatu tentang kalian berdua?"

"Karena lo nggak terlihat sepenasaran Belle. Gue juga yakin Aaron akan membicarakan hal ini ke lo sebelum dia manggil gue ke sini. You're in charge for the execution, Aaron nggak akan menjatuhkan lo. Lo orang kepercayaan dia di sini."

"Aaron benar, you're good at observing people."

"Jadi?"

"Gue tau lo punya kartu untuk dimainkan. Dan jika benar-benar terpaksa, lo bisa meminta Ethan untuk menuruti apa yang lo mau."

Val mengangguk, "so you know we were lovers once, and that he cheated on me."

James mengangguk.

"Dan setelah lo tau semua ini, kenapa lo masih setuju dengan keputusan Aaron? Bekerja sama dengan Ethan dan menyuruh gue ke sini bisa jadi bumerang.."

"Awalnya gue memang nggak setuju. Terlalu banyak hal riskan yang bisa terjadi. Lo bisa saja mengambil keputusan yang nggak rasional, lo bisa aja tiba-tiba bailed out, I never knew. Tapi kita profesional, kan? Lo harus membuktikan diri lo kalau lo mampu, dan Ethan nggak akan lari dari kontrak jika dia ingin bertemu lo. Jadi, mungkin mempertemukan lo dan Ethan bukanlah hal yang buruk, tapi bisa jadi simbiosis mutualisme. Who knows, right?"

-----

Don't forget to vote ⭐⭐⭐

Unworthy [COMPLETE]Onde histórias criam vida. Descubra agora