Sepuluh

862 93 1
                                    

Adalah sebuah keajaiban bagi Val ketika ia bisa bangun pagi ini. Bahkan jam sembilan pagi, dia sudah di kantornya dengan segelas cold brew tea yang ia buat kemarin malam. Kali ini, teh hitam dengan wangi vanila dan dicampur dengan madu.

Ia menghela napas panjang sebelum memulai pekerjaannya hari ini. Ia merasa kemarin adalah hari yang sangat panjang. Ia mengalami roller coaster perasaan ketika ia bicara dengan Ethan. Padahal pembicaraan itu hanya berlangsung dua puluh menit. Kemudian, setelah ia berhasil melepaskan diri dari pelukan Ethan yang menghanyutkan, mereka berdua terdiam beberapa saat, sampai tiba-tiba ia ingat akan Karenina.

"Kamu tau Karenina?" tanya Val.

Ethan menatapnya bingung, "kenapa?"

"She'll be your partner for the commercial and photoshoot. Hope you're okay with that," jawab Val.

Tapi, Ethan menatapnya kesal, "seriously? Kamu mau ngomongin masalah kerjaan sekarang? Aku terbang jauh-jauh dari Bali, dan itu yang mau kamu katakan??"

Val menatap Ethan tanpa merasa bersalah, "I can't talk about us, jadi apa salahnya bicara tentang kerjaan?"

Akhirnya, Ethan menyerah. Untuknya, kemajuan hari ini sudah lebih dari cukup. Pembicaraan mereka masih belum jelas ujungnya, tapi Val sudah mau bicara padanya tanpa harus bertengkar. "Aku nggak masalah dengan siapapun. Kamu tau alasanku ada di proyek ini, dan itu adalah kamu."

Tidak ada jawaban dari Val, ia hanya menatap dokumen di meja dengan canggung.

"Apa kamu ikut ke London?"

"Untuk apa?"

"Pembuatan video komersial."

Val menggeleng pelan, "bukan bagianku," jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari dokumen itu.

"Jadi, kita baru bisa ketemu dalam dua minggu lagi. Will you miss me?"

"You're crossing the line," jawab Val, "setelah semua yang terjadi hari ini, bukan berarti kamu dapet lampu hijau."

"Yeah... I shouldn't push my luck," jawabnya menyesal.

"Kamu terbang jam berapa?"

Ethan melihat tiket yang diberikan Remi, "jam lima sore," kemudian dia melihat jam di ponselnya, "oh shit," rutuknya, kemudian mengacak-acak rambutnya sendiri. Ternyata, dia sudah selama itu ada di kantor Val. Sekarang sudah pukul tiga sore. Dia harus pergi sekarang jika tidak ingin terlambat, atau Remi akan membunuhnya.

Seakan membaca kekhawatiran Ethan, Val mengatakan, "aku akan minta supir kantor untuk mengantar kamu ke bandara. Harusnya dalam lima menit, dia sudah siap di bawah."

Senyum lebar Ethan terlihat, "thank you," ia maju, ingin memeluk Val lagi, tapi hal itu diurungkannya ketika Val menatapnya serius.

"Kamu tau jalan parkiran basement kan?"

Tau, pikirnya. Alih-alih mengatakan yang sebenarnya, Ethan memilih untuk berbohong, "nggak," katanya, dilengkapi dengan tatapan kosong untuk meyakinkan Val. "Temenin aku ke bawah, please..."

Val tidak terlihat setuju, tapi akhirnya dia mengiyakan.

Val merasakan banyak tatapan dari orang-orang, dan bisikan menyertai perjalanan mereka ke basement. Ethan Pascal, ia baru ingat jika pria itu terlihat sangat mencolok dengan tinggi badan dan auranya. Belum lagi, melihat Ethan Pascal, in flesh, pastilah bukan pemandangan yang sering mereka lihat.

Meski Val merasa agak risih, Ethan malah terlihat begitu santai, seakan-akan, dia sudah terbiasa dengan kedekatan mereka berdua.

Setibanya di basement, supir kantor sudah menunggu. Val sudah hampir berbalik pergi sebelum Ethan tiba-tiba memegang tangannya, menutup jarak diantara mereka, dan bahkan, sebelum Val sempat menyadari apa yang terjadi, Ethan sudah merengkuh wajahnya dan menciumnya tepat di pipi.

Unworthy [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang