Tujuh Belas

857 98 0
                                    


Pagi itu, sinar matahari terasa begitu hangat menyinari tubuhnya. Ethan mengerjapkan matanya sembari merenggangkan tubuhnya yang kaku karena baru bangun tidur. Ia bangun, kemudian duduk di ranjangnya. Ketika nyawanya sudah benar-benar terkumpul, ia langsung mengarahkan pandangannya ke kasur sisi kanannya. Kosong. Wanita yang harusnya ada di sebelah kanannya kini hilang.

Panik, Ethan mengambil ponsel yang ia taruh di nightstand dan mengeceknya. Ia merasa lega ketika membuka pesan dari Val.

From: Valerie Isaac

Aku harus pergi pagi-pagi, I have a meeting to attend and don't want to wake you up. See you later.

Ethan menarik napas, kemudian membuangnya. Untung saja, wanita itu tidak meninggalkannya lagi kali ini, terlebih setelah apa yang mereka lakukan semalam.

Kemarin, ketika mereka selesai berdamai, Ethan mengajak Val melanjutkan pembicaraan ke apartemennya.

"Kamu bawa mobil kan? Kita ke apartemen aku pake mobil kamu aja."

"Tapi mobil kamu gimana?" tanya Val.

"Aku nggak bawa mobil," jawabnya sambil tersenyum, seakan-akan ia tau jika mereka akan berbaikan sejak awal. "Kunci mobil kamu?"

Val menyerahkan kunci mobilnya, lalu Ethan menggenggam tangan Val. Ethan mengambil waktu untuk merasakan genggaman tangan mereka berdua. Perasaan familiar menyerbu dirinya. Genggaman ini terasa pas dan nyaman, persis seperti dulu. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak akan pernah melepas tangan Val lagi setelah ini. Setelah puas, ia turun ke bawah "thank's Matt," kata Ethan sembari lewat di hadapan Matt yang sedang melayani beberapa pengunjung.

Matt menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lega, sementara para pengunjung yang dilayani tiba-tiba berbisik melihat Ethan turun dari atas, bergandengan tangan dengan seorang wanita. Ethan tau, sebentar lagi, pasti akan muncul gosip mengenai mereka berdua. Tapi dia tidak peduli. Dia ingin semua orang tau, kalau wanita yang dicintainya adalah Valerie Isaac. Sudah saatnya ia bisa bebas bersama siapapun yang ia inginkan. Tidak ada lagi framing, tidak ada lagi yang memanfaatkan dirinya untuk menaikkan popularitas, hanya hidupnya dan realita yang sebenarnya.

Sepanjang perjalanan sampai masuk ke unit apartemennya, ia sama sekali tidak melepaskan tangan Val, meski di harus menyetir dengan satu tangan. Tagan mereka akhirnya terlepas ketika mereka berdua sudah sampai di apartemen Ethan.

"Make yourself feel like home," katanya, ketika mereka sudah duduk di ruang tamu.

Val mengamati apartemen Ethan, terlihat begitu maskulin sekaligus minimalis dengan jumlah perabot yang tidak banyak dan didominasi warna monokrom. Lantainya dilapisi vinyl, yang terasa sejuk ketika ia melangkah. Hanya ada satu sofa besar berwarna abu-abu, karpet, gorden, dan bantal berwarna senada di sekitarnya. Beberapa tanaman dipasang di berbagai sudut, menambah sedikit warna hijau di antara dominasi warna abu-putih-dan hitam.

Val juga melihat beberapa lemari berukuran tinggi. Di dalamnya terdapat berbagai buku. Sedangkan di bagian atas dipajang beberapa penghargaan. Sebuah smart TV ditaruh di seberang sofa, tapi Val tidak yakin apakah televisi itu pernah menyala.

Tapi yang paling menonjol adalah grand piano berwarna putih yang diletakkan di tengah-tengah apartemen, dengan pemandangan langsung ke arah jendela besar dengan pemandangan terbaik dari apartemennya. Peletakkanya seakan mempertegas jika perabot utama dari apartemen Ethan adalah piano tersebut. Val mendekati piano tersebut, membuka tutupnya dan memainkan beberapa nada acak. Tiba-tiba ia teringat pada video yang diberi tahu James waktu itu.

"Aku liat video itu."

"Video apa?" tanya Ethan penasaran, ia mendekat dan duduk di sebelah Val.

Val menatap Ethan, "lagu yang kamu bawain di Bali waktu itu, judulnya Sweet Girl. Is that for me?"

Unworthy [COMPLETE]Where stories live. Discover now