Tiga Belas

785 92 1
                                    

Ethan yang sedang bad mood bukanlah Ethan yang ingin Remi hadapi. Jika sudah begini, Ethan hanya akan bicara seadanya dan terkesan ketus pada semua orang. Ditambah lagi, Ethan selalu menggunakan kacamata hitam, yang malah membuat auranya semakin gelap dan terkesan dingin. Dan sialnya, sejak Ethan keluar dari gedung The Isaac kemarin, Ethan sudah bad mood.

Padahal, Ethan bukan orang yang mudah tersulut emosinya. Terakhir kali ia melihat Ethan seperti ini, adalah ketika Riyanto memberikannya proposal reality show, yang konsepnya sama persis dengan KUWTK. Riyanto memaksanya mengambil peran, agar setidaknya ia bisa "menebus" dosanya karena memutuskan kontrak dengan Polar.

Tentu saja, Ethan menolak mentah-mentah ajakan tersebut. Dia merasa sudah tidak punya privasi, dan ide Riyanto sama saja memintanya untuk "telanjang". Riyanto pun tidak menyerah begitu saja. Mereka bertengkar sengit, yang berujung dengan ancaman Ethan untuk keluar dari Waikiki. Riyanto skak mat, ia akhirnya menyerah dan melupakan ide itu.

Dan, Sama seperti hari-hari setelah pertengkaran hebat itu, suasana di perjalanan kali ini terasa seperti neraka.

"It's a miracle you can pull off the fan meeting dengan mood lo yang lagi jelek begini," jelas Remi.

Ethan tidak menjawabnya, Remi bahkan tidak yakin apakah Ethan mendengarkan perkataannya barusan. Remi mendesah kesal, tapi dia tidak bisa melakukan apapun untuk memperbaiki mood Ethan. Karena itu ia mengambil ponselnya, mengecek jadwal Ethan sekali lagi, kemudian membuka halaman sosial medianya.

Tiba-tiba, ponsel Ethan berbunyi. Ia menggerutu sebelum mengangkatnya.

"Kemaren lo ke Bali?" tanya Matthew ketika Ethan mengangkat teleponnya.

"Iya. Tumben lo tau," jawabnya dingin.

"Lo ngapain di Bali?"

"Biasalah, ada kerjaan. Fan meeting, concert, sekalian jual merchandise untuk album terbaru."

"Ketemu siapa aja?" tanya Matt dengan nada seorang investigator.

"Kenapa, sih?" tanya Ethan sambil menggerutu.

"Elena?"

Rahang Ethan seketika mengeras ketika mendengar nama itu. Dia mendengus kesal, kepalanya mulai terasa panas karena amarah yang tiba-tiba muncul. Sekarang dia mengerti apa arti perkataan Val tempo hari. "He did it again," kata Ethan kesal "Beritanya ada di mana?"

"Akun gosip Instagram," jawab Matthew. "Apa ini seperti yang gue pikirkan?"

"Nggak, nggak, nggak," Ethan menggeleng. Dia memberi isyarat pada Remi untuk mencari berita itu di Instagram. "Apapun yang lo lihat dan tulis di sana, itu semua nggak benar."

Remi memberikan ponselnya pada Ethan. Dia mendengus kesal. Kemarin dia memang bertemu Elena di Bali, tapi dia juga bertemu dengan banyak orang. Dia tidak pernah bertemu hanya berdua dengan Elena. Tapi foto-foto di Instagram itu hanya menunjukkan dirinya dan Elena, ditambah dengan kalimat provokatif yang pasti membuat siapapun salah sangka.

Kemudian, dia teringat bagaimana dia bisa bertemu Elena di Bali. Riyanto, suatu ketika memintanya untuk bertemu, dan dia membawa Elena bersamanya. Tanpa Ethan sadari, Elena selalu saja duduk dekat dengannya, dan pembicaraan antara mereka berdua pun tak terhindarkan.

Awalnya, mereka hanya membicarakan tentang konser perdana Ethan di luar negri. Elena ingin tahu, karena sebentar lagi dia juga akan tampil di Malaysia, dalam acara yang diadakan dengan KBRI di Malaysia. Tapi pembicaraan mereka tiba-tiba berubah menjadi ajakan dari Elena untuk menghabiskan waktu di beach club di daerah Seminyak. Ketika mereka bertemu lagi, Elena sudah menggunakan pakaian terbuka itu, dan lagi-lagi Ethan duduk di sebelahnya.

Ethan menggeram kesal, entah sudah berapa kali Riyanto menggunakan dirinya untuk menaikkan pamor orang lain. Selama ini dia hanya diam, tapi jika Riyanto mengganggu jalannya sekarang, Ethan tidak bisa tinggal diam lagi.

"Gue tutup dulu ya, Matt. Thank's infonya."

"Riyanto lagi?" tanya Remi.

"Tentu, siapa lagi?" Ethan memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Dia terlalu kesal untuk berpikir. Belum lagi, dia harus menjelaskan pada Val mengenai kejadian ini.

"Lo gapapa?"

"Of course. I already get used to this kind of thing, this is the risk of what I'm doing. And might be my punishment also," Ethan menyandarkan diri di kursi, kemudian menghela napasnya dalam-dalam.

Remi menatap Ethan prihatin. Sebagai orang yang mendampingi Ethan selama beberapa tahun terakhir, ia tau apa yang dikatakan Ethan tadi memang benar. Remi bisa mengerti perasaan Ethan. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi dirinya tidak yakin bisa menghibur Ethan. Karena itu, dia memilih untuk diam saja.

"Menurut lo, apa Elena tau?" tanya Ethan.

Remi menggeleng, "no idea."

Remi tidak tau, begitu juga dengan Ethan. Tapi Ethan tidak ingin bertanya pada Elena meksi kemarin Elena sempat memberikan nomor ponselnya pada Ethan. Tujuh tahun di dunia hiburan mengajarkannya akan banyak hal, termasuk soal kepercayaan. Hanya sedikit orang yang bisa ia percaya, sisanya hanya orang-orang yang memanfaatkan karya dan kepopulerannya.

"Wanna do something about this?" tanya Remi ragu-ragu.

Ethan menggeleng pelan, "nggak, Rem, percuma. Itu yang Riyanto mau. Lagipula, gue yakin Val udah liat itu."

"Oke, tapi kabarin aja kalau lo berubah pikiran. Gue bisa mengusahakan sesuatu."

Bertepatan dengan itu, mobil yang mengantar Ethan sudah sampai di lobi apartemennya. Setelah mengambil barangnya, ia keluar dari mobil sambil berkata, "thanks Rem. Lo memang orang yang paling bisa gue percaya selama ini."

Setelah sampai di apartemennya di lantai sepuluh, Ethan melemparkan tasnya asal-asalan ke lantai, kemudian dia duduk di sofanya yang menghadap jendela. Dia bersandar dan memijit keningnya. Hal terakhir yang ia butuhkan adalah masalah baru, yang akan memperlebar jaraknya dengan Val. Tapi harusnya ia tau kalau Riyanto tidak akan membiarkan dirinya melanggar beberapa kontrak begitu saja.

Entah sudah berapa kali ia selalu dijebak dalam situasi seperti ini. Ethan bahkan tidak lagi mengingat orang-orang yang pernah dekat dengannya. Mimpinya menjadi penyanyi harus dibayar dengan harga yang mahal. Kehidupan pribadi dan Val. Ia juga harus tutup mata ketika orang-orang ingin memanfaatkan dirinya.

Kadang, ia berpikir, jika ia tidak mengejar mimpinya seperti sekarang, apa ia akan lebih bahagia sekarang? Apa mengejar mimpinya memberikan kebahagiaan untuknya?

Setidaknya, dia tidak harus kehilangan Val. Setidaknya, dia masih bisa memiliki privasi--yang kini sangat mahal harganya. Setidaknya, apapun yang ia lakukan bukan malah memperlebar jaraknya dengan Val.

Karena itu, kali ini, ia tidak akan mengulang kesalahan yang sama. Ia mengambil kembali tasnya dan turun ke parkiran. Dia akan menemui Val, tapi dia akan pergi ke suatu tempat dulu sebelumnya.

-----

Don't forget to vote ⭐⭐⭐

Unworthy [COMPLETE]Where stories live. Discover now