4. Doreng Putih Abu-abu

1K 147 6
                                    

28 Februari 2019—GOR Raden Mas Said Kabupaten Karanganyar. Masih denganku yang duduk di samping kirimu. Sesekali mengganggu kegiatanmu mengelola akun instagram Patriakara, atau memperhatikan kontingen lain yang salah aba-aba. Giliran kami masih 1 jam lagi, nasib mendapatkan nomor undi terakhir. 

“Eh kelewat, ah, satu musuh gagal juara,” gumamku membuat fokus matamu berubah. “Sudah dulu main ponselnya,” kataku merebut ponsel berwarna hitam dari tanganmu, memasukkannya ke dalam tas punggungmu di pangkuanku. 

Mbak Dara, tatapan kesalmu padaku membuat jantung ini berjalan tidak dalam standard operating procedure yang benar. “Tadi yang kelewat apa?”

“Aba-aba melintang kiri,” jawabku. 

“Kesalahan mereka kebahagiaan kami. Sejahat itu terkadang sebuah perlombaan bercerita,” selorohmu berusaha merebut tas punggungmu. “Ponselku, Ta.”

Menggeleng. “Ponselku saja,” tawarku mengeluarkan ponselku dari dalam tas punggungmu.

“Mau main apa di ponselmu? Tidak ada yang seru, isinya hanya pesan singkat tidak penting dari penggemarmu.”

“Memang, tapi buka saja dulu.” 

Aku tersenyum saat jempol berkutek cokelat itu bergerak mengikuti pola yang seharusnya. Kamu memang tahu betul semua tentangku, meski kita tidak sedekat ini sejak dulu. 

“Nggak ada apa-apa,” ujarmu, pasrah.

Jika kamu ingin tahu, di dalam wallpaper ponselku ada namamu, Laksmi Sasmita. Kecil, namun tak pernah tergantikan. Terserah mau bilang aku ini budak cinta atau terlalu melankolis. Bagiku tak ada masalah. Toh, setiap orang memiliki kebebasan untuk mengekspresikan cintanya masing-masing, namun tetap dalam koridor hukum-hukum yang telah Tuhan tetapkan. 

Hal-hal sederhana yang terlewati bersamamu ialah kenangan indah yang kukenang hingga nanti, mungkin. Aku juga belum tahu apakah di masa yang akan datang aku mampu berdamai dengan perasaan ini. Satu hal yang tidak mungkin terjadi adalah melupakanmu yang pernah secara lancang kucintai. 

Singkat waktu, aku dan 17 orang di dalam pasukan akan tampil. Hasil melatihmu selama satu bulan ini. Kala aku mulai memasuki lapangan, kamu mengikutiku bersama 2 orang cadangan, di samping kananku, jantungku berdegup bukan untuk perlombaan, namun untuk dirimu yang begitu melemahkan. 

“Sapu bersih aba-abanya,” bisikmu membuat banyak perempuan berteriak dari atas tribun.

Aku tahu, banyak mata yang tertuju padaku bahkan sejak aku baru masuk ke dalam GOR sebelum lomba dimulai. Tak pernah sekalipun aku berdusta atas penggemar yang kuceritakan. Tak pula sekalipun aku berbangga atas penggemar yang sering kali menggemakan namaku. Justru aku tak menyukai itu semua, kebebasanku terasa dikungkung. Bila saja memiliki banyak penggemar dapat membuatku masuk surga atau memastikan aku memilikimu di masa yang akan datang, bisa jadi aku akan berbangga atas itu semua. 

Dari daerah persiapan masuk ke dalam lapangan bergaris, aku tak pernah berhenti melirikmu, senyum semangatmu untuk kami, kepalan tanganmu untuk kami, poni rambutmu yang sesekali menutupi mata, aku menyukai semua hal itu. Jika nanti kamu bertanya, apa alasanku dapat menyapu bersih semua aba-aba? Aku akan menjawab karena pengalamanku tahun lalu diperkuat oleh senyummu di tepi lapangan perlombaanku. 

24 menit terlaksana tanpa terlewat aba-aba, tanpa kesalahan pasukan, dan tanpa teriakan “huuu” dari penonton. Justru begitu perlombaan selesai, banyak anak perempuan memekikkan namaku. Entah itu yang satu sekolah denganku atau dari sekolah lain. 

Untuk Dara Laksmi SasmitaWhere stories live. Discover now