6. Hangat Menuju Beku

710 132 7
                                    

“Tapi dia berpindah ke kamu dalam waktu yang singkat. Tentara, sementereng itu ditinggalkan demi anak SMK! Seberapa mahal dia?” ucap salah satu dari tiga perempuan setelah memakimu di hadapanku. 

Hari ini adalah hari yang paling memukul untukku. Kedatangan tiga orang perempuan untuk menemui dan memakimu adalah hal yang tidak kuinginkan. Benar aku menikmati, tapi bagaimana bisa aku membiarkan orang lain menganggapmu murahan? Tiga orang penggemarku itu datang hanya untuk mencari kebenaran lalu memakimu. Aku yang salah telah melibatkanmu, dan telah terlalu  jauh jatuh hati padamu. Tetapi tetap saja, kamu lah yang membelaku, kamu yang tetap biasa saja seolah melindungiku. 

Jujur, aku tidak menyukainya. Mengapa tidak kamu biarkan aku benar-benar melindungimu dan kamu menjadi lemah di hadapanku? Mengapa harus aku yang selalu menjadi anak kecil? Maaf, itu hanya keegoisanku. 

Mulai hari ini sudah kutentukan untuk tidak lagi bermain atau bersandiwara denganmu. Mari kita kembali seperti kita di tahun 2018 lalu, tidak dekat, dan tidak banyak berinteraksi. Aku takut ada perempuan sekolah lain yang datang lagi untuk memakimu. Cukuplah hari ini mereka bisa menelponmu, menemuimu, dan mengumpatmu sesuka hati mereka. Rasanya sudah cukup kamu melindungiku, biarkan aku yang melindungimu dengan caraku sendiri. 

Jika ada orang mengatakan membunuh tanpa menyentuh, bisakah aku melindungimu tanpa menyentuh? Biarkan saja semua yang kurasakan menjadi rahasia yang terpendam. Sebab semakin kubiarkan menyeruak, semakin mengerikan pula perasaanku padamu. Aku hanya berharap semoga aku sanggup, itu saja. 

Hari-hari setelahnya adalah hari yang paling suram bagiku. Jika saja kamu ada di posisiku, lalu terpaksa menjauh bahkan bersikap dingin pada Mas Gayuh, apa kamu mampu? Rasanya tidak. 

Aku hanya bisa merendah sebagai jalan menghibur diri. Misalkan, aku ini hanya anak SMK, tidak mungkin mampu bersaing dengan tentara, atau mungkin aku ini hanya sebatas kagum saja, pada akhirnya juga akan berpaling ketika menemukan yang lainnya. Benar, aku berusaha untuk yakin bahwa suatu saat nanti aku tidak melupakanmu, tetapi aku melupakan rasaku bersama kenangannya. Aku berharap itu terjadi. 

“Apta,” panggilmu duduk di depan pos satpam. Hari ini kamu tidak mengendarai motormu sendiri, memilih naik ojek online, lagi-lagi atas alasan kesehatan. 

Aku hanya menoleh saja, namun tetap menghentikan motorku.

“Aku nebeng ya, lumayan hemat ongkos,” katamu mendekat. 

“Aku mau ke alun-alun dulu,” tolakku kembali melajukan sepeda motorku. 

Entahlah, mungkin kamu kecewa, atau mengumpat bahwa aku adik kelas yang tidak tahu sopan santun, menyepelekan, dan lain sebagainya. Tak apa, aku bukan bermaksud mengabaikanmu sebagai seseorang yang lebih tua, aku hanya berusaha mengabaikan perasaanku atas dirimu. 

Arah jalan pulangku ke timur, arah rumahku di Mojogedang, tetapi demi mengabaikanmu aku memilih jalan ke barat. Hingga beberapa teman-temanku terheran-heran. Bahkan Fikri yang harusnya ke arah timur, juga memilih untuk mengikutiku. 

“Apta nggak sopan sama Mbak Dara!” pekik Risa di belakangku, cukup jauh tetapi suara cemprengnya masih terdengar. Laju motor matic-nya tentu tidak bisa mengimbangi laju motorku. 

Aku tak bergeming. 

Woy!” Fikri berusaha mengejar lalu kami berhenti di belokan jalan, arah untuk memutar jalan. Jadi jalur kami tadi, dari barat, belok ke selatan, memang begitu arah dari SMK menuju Alun-alun Karanganyar, namun setelah sampai di belakang RSUD kami belok ke timur. 

Untuk Dara Laksmi SasmitaWhere stories live. Discover now