11. Tuhan Menjawab

789 137 10
                                    

Bertahun-tahun setelah aku hanya bisa menyaksikan kesuksesanmu melalui media sosial, beberapa novel tulisanmu yang mulai diadaptasi dalam bentuk web series, dan kudengar kabar wara-wirimu sebagai pembicara dalam beberapa workshop di kampus-kampus. Terakhir yang aku dengar, kamu ada di salah satu penerbit mayor di Bandung, sebagai editor dan penulis tentunya. Aku bangga, pelatih baris-berbarisku masa itu kini menjadi orang besar, menjadi orang yang satu kalimatnya mampu merubah pikiran jutaan pembacanya. 

Hidupmu berubah begitu banyak, tetapi hidupku masih sama saja. Aku lelah, Mbak. Lelah rasanya selalu dihantui oleh perempuan sepertimu, cantik, anggun, tegas, tetapi milik orang lain. Usiaku sudah hampir 25 tahun, sudah berpangkat Sertu. Ibu sudah mulai bertanya kapan pulang membawa menantu. Tetapi aku sendiri, melupakanmu saja aku tak mampu. Aku ini fakir cinta yang terlalu dermawan untukmu. Masih selalu bermain-main dengan banyak perempuan tanpa memberi mereka kepastian, tetapi perasaanku seolah tidak ragu untukmu. Aku masih jahat dan setia dengan caraku. 

Sekarang, ada satu cara yang aku pikirkan untuk sedikit melupakanmu. Atas saran dari Risa bertahun-tahun yang lalu, dia tak pernah bosan membantuku untuk berdamai dengan perasaanku terhadapmu, begitupun Fikri. Bukan, bukan dengan cara mengenalkan perempuan lain padaku, mereka berdua sudah tidak mau mengenalkan siapapun, mereka hanya mendorongku untuk jujur. Setidaknya aku merasa lega, kemudian berjalan maju tanpa bayang-bayangmu. 

Jika aku harus menemuimu, mengatakan semuanya dengan bahasa retorika yang teoritis atau banyak basa-basi, aku yakin aku tak mampu. Kenyataanya, menemuimu saja aku sudah tidak sanggup, apalagi harus merangkai kata indah di hadapanmu. Kupikir, kenapa tidak kutulis saja? Maka, mulai saat ini, kisah “Untukmu Dara Laksmi Sasmita” akan aku tulis semampuku dan sebisaku. Aku bukan penulis hebat sepertimu, mampu membuat sebuah plot, outline ataupun kerangka pikiran seperti penulis hebat lainnya. Karena sejatinya tulisan ini tidak ditujukan untuk pembaca Ketix,  Wattpad, Blog, Dreame, Web Novel, Majalah atau apapun itu. Tulisan ini ditujukan untuk Dara Laksmi Sasmita, atau penulis dengan nama pena Andara Sasmita. 

“Ta,” panggil Fikri, menemuiku di barak bujangan saat aku sedang menulis tulisan ini di laptop temanku. “Aku bawa kabar baik. Sudah aku pastikan dan itu benar adanya.”

Ini awal bulan September tahun 2027, ketika teknologi semakin menguasai dunia, dan perempuan berpendidikan tinggi semakin merajalela. Fikri dengan seragamnya menemuiku, senyum yang sangat bahagia, entah apa maksudnya. 

“Kenapa sih? Oh iya, aku sudah tahu caranya berkata jujur sama Mbak Dara. Gila, aku juga pengen nikah, nggak cuma bisa mencintai istri orang." 

“Cara apa?” tanya Fikri duduk di depanku. Kami di teras barak bujangan, Yonif 328.

“Aku nggak mungkin bisa menemui istri orang, ya, aku tidak mampu. Jadi, aku tulis saja semuanya, nanti aku kirim ke penerbit tempat Mbak Dara kerja. Dia editor, kan? Pasti dia baca. Sudah lumayan panjang.”

“Nggak perlu repot-repot, Ta! Mbak Dara belum nikah!” 

“Ha?” 

Terhitung bulan November yang akan datang, usiamu 30 tahun. Mana mungkin kamu belum menikah? Ditambah lagi, kamu sudah lamaran sejak tahun 2019. Selama itukah waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan pernikahan?

“Apa maunya Mas Gayuh? Tinggal menikahinya saja susah. Fik, ini sudah lama banget dari jaraknya dia lamaran loh."

Fikri menghela napas. “Mbak Dara yang kita lihat sempurna itu bukan yang sesungguhnya. Dia tetaplah manusia biasa yang hanya berpikir tentang dunianya saja.”

Untuk Dara Laksmi SasmitaWhere stories live. Discover now