17. Jawaban 8 Tahunku

1K 170 9
                                    

Tiba di hari yang amat sangat penting untuk kita, Dara. Kuharap tak lagi ada aral yang melintangi pernikahan kita. Meski kuyakin akan ada banyak kata yang mendobrak masuk telinga dan bersarang di dalam pikiran kita. Sekali lagi kuharap kita akan baik-baik saja meski harus banyak menampung kata. Mari kita saling bergandeng tangan setelah ini dan berjanji tak saling melepaskan.

Aku tahu, menikah bukan berarti kita berjodoh hingga mati, tapi aku berharap kita dapat melewati itu dengan baik. Belajar untuk menjadi kepala rumah tangga yang akan ada di garda terdepan melindungimu dan bahu ternyaman sebagai tempatmu bermanja-manja. Perihal angka lima yang menjadi pembeda, biarlah ia hanya di atas kertas saja. Peran kita tetap menjadikanku lebih dewasa sebagai pemimpinmu.

Menatapmu dari sisi belakang, kamu yang harus melakukan banyak persiapan, mata sembab yang masih harus dikompres, aku tahu ini pilihan berat dan aneh, tapi sekali lagi kita bisa melakukannya bersama-sama. Sementara aku datang masih dengan muka bantalku, semalaman rasanya gugup, bagaimana jika aku melakukan kesalahan atau tak dapat memulai hari pertamaku sebagai suami dengan sesuatu yang manis. Banyak hal kutakutkan, bukan perihal orang berbicara apa, namun perihal bagaimana bersikap semestinya di depanmu dan tak mengecewakanku.

Soal anggapan orang, sudah sejak kemarin artikel perihal pernikahan kita melambung naik. Meski bukan secara nasional tersentuh, tetapi beberapa portal media daring telah memuat artikel tentang jarak umur kita. Padahal seharusnya itu bukan lagi masalah. Di tahun-tahun sebelum 2028, telah banyak pasangan yang membuktikan bagaimana mereka dapat hidup dengan perbedaan angka yang begitu nyata dan mereka mampu mengatasinya. Sekali lagi, mari kita biarkan saja.

Meski hari ini dimulai dengan sesuatu yang canggung, seperti saat Wendra harus membiasakan diri memanggilku dengan "Mas" serta bagaimana ia harus bersikap kepada teman sekelasnya yang mendadak menjadi kakak iparnya. Kuyakin itu aneh, tapi kami akan segera terbiasa.

Banyak persiapan yang kita lakukan hari ini, hingga aku terpana dengan langkah anggunmu menuju tempat kita mengikat janji. Aku tak percaya, pelatih dengan rambut pendeknya di ujung lapangan tenis itu akan menjadi milikku. Bukankah lucu? Aku yang seringkali menerima bentakanmu sekarang akan membimbingmu sepenuhnya. Bukankah lucu seorang istri dulu pernah mengatur-atur suaminya? Kenangan kita di masa lampu memang tak biasa.

"Saya terima nikah dan kawinnya Dara Laksmi Sasmita binti Rudi Guntoro dengan mas kawin tersebut, tunai!"

Di manapun kalimatnya sama, begitulah caraku memilikimu sekarang ini. Tidak peduli dunia menolak, yang terpenting adalah bagaimana takdir itu tertulis.

"Oh, jadi nunggu lama nggak nikah-nikah tuh ini alasannya?" Temanmu bercanda dengan sesuatu yang tidak ia sadari. Alasan sebenarnya tidak ingin mengundang banyak teman adalah hal demikian tapi aku berusaha menghormati keputusanmu agar tak lagi menyinggungmu. Toh aku sudah mengatakan bahwa aku sanggup menjadi telingamu. "Ternyata pas masuk TK jodohnya baru lahir," lanjutnya lagi sebenarnya sudah tidak lucu.

Kamu hanya tersenyum dan aku hanya bisa menggenggam tanganmu. Kita akan sering mendengar lelucon ini, bukan?

"Berondong memang memikat, entah bagaimana, berondong memang sesuatu, Ra!" canda temanmu yang lain.

"Iya," balasmu sedikit terganggu.

"Maaf, Mbak, kita istirahat dulu ya?" balasku setelah banyak acara memang seharusnya kami segera beristirahat.

Telingaku mampu, mampu sekali mendengar semua itu, meski hatiku meronta ingin marah pada yang berbicara. Hanya saja, aku harus menghentikan untuk mencegah hatimu semakin terluka. Memang sudah sewajarnya semua manusia belajar untuk tidak bercanda berlebihan. Dengan bercanda setiap manusia mungkin bahagia tanpa pernah tahu ada hati manusia lain yang terluka.

Untuk Dara Laksmi SasmitaWhere stories live. Discover now