14. Haruskah Aku Menyerah?

789 148 13
                                    

Aku masih terdiam di dalam mobil untuk beberapa saat, berpikir haruskah aku berhenti mengharapkanmu? Tapi, apakah aku mampu? Apa aku akan seperti 8 tahun sebelumnya atau aku mampu berdamai sebab sudah berhasil mengatakan semuanya padamu? Aku akan menjadi yang mana? Masih ingin berjuang atau sudah kalah sudah waktunya pulang? Aku harus jadi seperti apa? Bisakah kamu menjawabnya?

"Bu, Apta nyusul Mbak Dara ke Bandung, ya?" tanyaku pada Ibu di depan rumah.

Ibu hanya diam, memasang wajah tak ikhlasnya.

"Kali ini saja," rengekku.

Mengangguk sedikit tak ikhlas, hendak mengatakan sesuatu tetapi kalah cepat dengan ponselku yang berdering. Kesatuan memanggilku untuk segera bersiap, melupakan waktu liburku. Ada gempa di daerah Yogyakarta-Jawa Tengah hingga mengakibatkan beberapa daerah terdampak dan beberapa gerbong kereta tujuan Solo - Bandung terguling.

Aku menatap Ibu. Pikiranku padamu, tapi ini panggilan negara. Tanganku bergetar untuk beberapa saat. "Apta ada tugas, ada gempa. Apta minta doanya. Nanti Apta kabarin lagi," pamitku tidak tahu harus bagaimana yang pasti aku harus menuju ke titik peryama, tempat tergulingnya gerbong kereta. Aku diminta untuk menyusul kompiku, meski datang nanti malam, tapi aku harus memastikan sesuatu lebih dulu.

Memulai perjalanan dengan harapan bukan keretamu yang terguling. Bila kamu dan terjadi sesuatu, mungkin benar, tidak setiap rasa harus punya pemiliknya. Mungkin juga benar, bahwa Allah Swt. memang hanya memberikanku satu kesempatan. Jika bukan dirimu atau dalam keadaan sehat, aku akan sangat bersyukur bahwa Allah Swt. masih memberiku kesempatan. Ketika aku meminta satu, maka Allah Swt. memberiku dua. Kupastikan niatku untuk menyerah atas dirimu urung kulakukan.

Perjalanan panjang, memarkirkan mobil jauh di area posko. Tidak sebegitu parah posko 1 ini, karena memang bukan pusatnya. Dari laporan yang paling parah adalah Yogyakarta bagian selatan. Yang membuat posko 1 terlihat parah adalah gerbong yang tergelincir dari jalurnya.

Aku langsung berlari mencari di rumah sakit utama setelah memastikan relawan terdekat datang. Sempat membantu beberapa korban, meski hatiku terus menjerit ingin segera memastikanmu baik-baik saja. Dan sekarang sedang mengantar beberapa jenazah serta korban selamat ke rumah sakit rujukan. Bisa kugunakan sedikit waktu untuk mencarimu hingga subuh esok, sebelum aku harus bergabung dengan kompiku dan melakukan yang semestinya kulakukan.

"Mbak, ada pasien atas nama Andara Sasmita?" tanyaku kepada beberapa perawat setelah mencoba meneleponmu namun tidak bisa. Sementara dari data yang beredar, ada namamu sebagai korban.

Pikirku jika bertanya Andara Sasmita, perawat-perawat ini langsung mengenalimu. Namamu sudah begitu besar di Indonesia, lebih-lebih di kalangan remaja hingga usia 30 tahunan penyuka novel romance.

Berulang kali kutanya namun tak ada jawaban pasti. Ternyata karena aku salah, perawat-perawat ini tidak tahu siapa dirimu yang sebenarnya. Aku sudah marah, panik, khawatir, dan perawat hanya menatapku takjub. Kamu tahu betapa khawatirnya aku? Aku sangat khawatir.

Berlari menyibak kerumunan di lorong rumah sakit. Beberapa korban pun tak mendapatkan tempat tidur yang layak.

Ya, aku menemukanmu terkulai dengan luka di kepala dan perawat mengatakan kamu akan baik-baik saja, hanya trauma ringan di kepala. Sungguh aku mengkhawatirkanmu, prihatin atas kondisimu. Tapi, entah kenapa aku terharu atas kebaikan Allah Swt. dan aku sangat berhagia saat ini. Bukan hanya doa patah hati yang Allah Swt. kabulkan, bahkan doaku perihal kesempatan pun Dia berikan.

Mendekatimu mengusap kepalamu yang tanpa penutup. Sungguh terima kasih sudah baik-baik saja. Akan tetapi, mohon untuk memaafkanku sebisamu. Mengapa? Sebab aku tak akan menyerah atas dirimu. Lebih-lebih setelah melihatmu tetap hidup di hadapanku.

Untuk Dara Laksmi SasmitaWhere stories live. Discover now